Mohon tunggu...
Royan Juliazka Chandrajaya
Royan Juliazka Chandrajaya Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja lepas yang sedang berusaha memahami makna hidup.

Saya suka hal-hal yang berbau fiksi. Jika diberi kesempatan, saya akan terus menulisnya. Instagram : @royanjuliazkach Twitter : @royanazka

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Bagaimana Strict Liability dapat Menjerat Korporasi Perusak Lingkungan Hidup?

26 Juli 2022   19:58 Diperbarui: 26 Juli 2022   20:02 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi korporasi perusak lingkungan hidup (Sumber: mediaindonesia.com)

Dalam pasa 116 ayat (1) disebutkan "Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: a. badan usaha; dan/atau b. orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut".

Terdapat frasa "apabila tindakan pidana lingkungan hidup oleh, untuk, atau atas nama badan usaha.." yang memberi makna bahwa korporasi dikatakan melakukan tindak pidana secara langsung melalui orang yang sangat berhubungan erat dengan korporasi dan dapat dipandang sebagai tindakan korporasi itu sendiri.

Dengan kata lain setiap perbuatan orang/karyawan yang berada dalam lingkup korporasi dan dengan tindakannya itu ia mengatasnamakan dan untuk korporasi, lalu karena tindakannya itu berakibat pada kerugian banyak orang termasuk kerusakan lingkungan hidup, maka tindakan tersebut dapat disamakan dengan tindak pidana korporasi (tempatnya bernaung) , dan korporasi tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban.

Kehadiran UU PPLH dinilai menjadi salah satu langkah penting dalam usaha penegakan lingkungan hidup di Indonesia. Terutama dalam upaya menghukum korporasi yang dalam prakteknya selalu menjadi biang utama kerusakan lingkungan hidup.

Bagaimana Strict Liability Bekerja?

Pada kasus PT NMR, dan untuk kasus-kasus pencemaran lingkungan hidup yang lain, upaya untuk menghukum korporasi sudah sepatutnya dijalankan.

Tetapi dalam prosesnya, untuk menghukum sebuah korporasi tak semudah yang dibayangkan. Hal ini disebabkan kasus-kasus kerusakan lingkungan hidup seringkali melibatkan teknologi tingkat tinggi dan proses yang bersifat sangat teknis.

Apabila korbannya masyarakat adat-rakyat jelata yang tak memahami cara kerja kerusakan tersebut apa yang akan melegitimasi gugatan mereka dalam upaya menggugat sebuah korporasi?

Dalam teori hukum, kita mengenal sebuah konsep yang cukup menarik yaitu strict liability. Mengutip Andri G. Wibisana dalam buku Penegakan Hukum Lingkungan Melalui Pertanggungjawaban Perdata, strict liability adalah konsep pertanggungjawaban yang tidak mensyaratkan adanya kesalahan pada diri tergugat tetapi telah menimbulkan kerugian pada diri penggugat.

Konsep ini tidak tergolong baru karena telah diperkenalkan pertama kali dalam UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup j.o. UU PPLH. Dalam pasal 88 disebutkan "Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan."

Dengan kata lain, apabila masyarakat hendak menggugat dengan konsep ini, masyarakat tak perlu susah payah membuktikan apakah korporasi telah melanggar hukum atau tidak sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun