Mohon tunggu...
Roy Najib Rasyid
Roy Najib Rasyid Mohon Tunggu... Tutor - Sebatas "Tukang"

Membaca adalah hobiku, Menulis adalah sarana mengutarakan isi pemikiranku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekuasaan dan Keadilan dalam Islam Bersumber Tafsir QS An-Nisa' Ayat 58-60

17 September 2021   11:52 Diperbarui: 17 September 2021   11:55 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut KBBI, kekuasaan berarti kemampuan, kesanggupan, atau kekuatan untuk mengurus , memerintah, dan sebagainya. Sedangkan, secara etimologi kekuasaan berasal dari bahasa Inggris yaitu power, macht dalam bahasa Belanda, pouvoir atau puissance dalam bahasa Perancis.

Dalam Black's Law Dictionary kekuasaan diartikan sebagai kemampuan yang menjadi bagian dari seseorang untuk memengaruhi pihak lain agar mengikuti kehendak pemegang kekuasaan, baik secara sukarela maupun terpaksa. Menurut W. Connoly dan S. Luke mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan seseorang atau suatu kelompok memengaruhi perilaku seseorang atau suatu kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku yang mempunyai kekuasaan. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau kelompok dalam memengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain agar sesuai dengan keinginan pemegang kekuasaan secara sukarela maupun terpaksa. 

Kekuasaan erat kaitannya dengan keadilan. Dalam QS. An-Nisa' ayat 58-60 dijelaskan mengenai bagaimana kekuasaan dan keadilan dalam Islam. Ayat 58 mengatakan bahwa suatu kekuasaan akan hadir akibat timbulnya amanah. Amanah sendiri memiliki akar kata yang sama dengan aman dan iman. Misalnya, dalam kita memberikan suatu amanah kepada seseorang diperlukan suatu iman atau kepercayaan agar dapat terwujud suatu rasa aman bagi pihak yang memberikan amanah. Dalam ayat tersebut juga dijelaskan bahwa Allah memberikan amanahnya kepada orang memang berhak menerimanya bukan sembarang orang sehingga sejatinya suatu amanah merupakan beban dari Allah yang nantinya harus dikembalikan. Namun, sebelum kita menerima amanah, kita harus bisa mengukur diri apakah kita bisa menjalankan amanah tersebut atau tidak sesuai dengan QS. An-Naml ayat 40 bahwa segalanya merupakan kehendak Allah untuk menguji apakah kita bersyukur atau kufur.

Lebih lanjut dalam ayat 58 surat An-Nisa' tersebut disebutkan kata "" yang artinya apabila. "Apabila" disini menegaskan bahwa seseorang yang telah menerima amanah hendaknya menetapkan secara adil. Adil disini artinya tidak berat sebelah. Thomas Aquinas dalam bukunya Summa Theologica menerangkan bahwa keadilan terambil dari kata iure yang artinya hak. Ia mengatakan ius suum unicuique tribuens yang berarti bahwa keadilan itu memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa setiap manusia memiliki kesamaan hak. Manusia satu dengan yang lainnya tidak memiliki hak berbeda. Allah memberikan hak yang sama bagi makhluknya tidak memandang apapun agamanya, rasnya, bangsanya, dsb. Manusia pun tidak boleh mengganggap dirinya superioritas berdasarkan hal tersebut karena Allah mengukur tingkat kualitas seseorang dari tingkat keimanan seseorang dimana hal demikian hanya bisa diukur oleh Allah.

Kemudian, dalam ayat 59 surat yang sama menerangkan bahwa kita diharuskan taat kepada Allah, taat kepada Rasul, dan Ulil Amri. Diksi taat tidak digunakan sebelum kata Ulil Amri, tetapi digunakan sebelum kata Allah dan Rasul. Hal demikian berarti bahwa dalam mentaati Allah dan Rasulnya merupakan suatu hal yang mutlak yang kita tidak bisa memprotesnya. Sedangkan, dalam mentaati Ulil Amri diperlukan syaratnya seperti bagaimana ia berkuasa apakah baik atau tidak. Apabila baik hendaknya kita taati, sedangkan apabila buruk hendaknya kita kritik agar kembali ke jalan yang lurus atau shiratal mustaqim. Dijelaskan lebih lanjut dalam ayat tersebut jika kita menemui suatu perbedaan hendaknya dikembalikan menurut Al-Qur'an dan Sunnah.

Dalam ayat 60 tidak menerangkan kembali mengenai bagaimana amanah tersebut dan cara menjalankannya. Akan tetapi, ayat tersebut lebih menerangkan tentang orang yang melanggar amanah yang dalam ayat tersebut diberi sebutan thagut dalam artian orang yang melampaui batas. Dalam memegang kekuasaan batasannya adalah keadilan sehingga ketika orang tidak bersifat adil maka ia disebut sebagai orang yang melampaui batas. Diterangkan lebih lanjut, bahwa hal demikian akan disesatkan oleh setan hingga sangat jauh dalam artian sulit kembali ke jalan yang lurus atau jalan mustaqim. Hal demikian akan membawa kita menjadi orang yang dibenci Allah dan dimasukkan ke api neraka.

Oleh karena itu, sebelum kita menerima amanah hendaknya dipikirkan terlebih dahulu sesuai kapasitas kita. Setelah menerimanya, henndaknya dijalankan sesuai batasnya dalam hal ini berlakulah adil dalam memegang suatu kekuasaan dan apabila kita mengalami kesulitan dalam menjaga amanah tersebut maka kembalikanlah kepada Al-Qur'an dan Sunnah karena di dalamnya akan ditemukan solusi yang sesuai bagi permasalahan yang kita alami. Dan ingatlah bahwa amanah akan dikembalikan ketika sudah pada waktunya baik ketika di dunia maupun ketika di akhirat.

Anwar. 2020. Kekuasaan Dalam Perspektif Islam. Jurnal Liwaul Dakwah. 10(1): 31-54

Arum, Giovanni Aditya. 2020. Konsep Keadilan (Iustitia) Perspektif ST. Thomas Aquinas Dan Relevansinya Bagi Pemaknaan Sila V Pancasila. Jurnal Teologi dan Filsafat. 11(2): 23-43

Sandur, Simplesius, Dr. 2021. Etika Kebahagiaan: Fondasi Filosofis Etika Thomas Aquinas. Yogyakarta : Kanisius.

Shihab, Quraish, Prof,Dr. 2021. Tafsir Al-Misbah. Tangerang: Lentera Hati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun