Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harga Beras Mahal dan Bernostalgia dengan Era 60-an

2 Maret 2024   11:47 Diperbarui: 2 Maret 2024   12:04 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Dokumentasi pribadi 

Harga beras mahal  masih terjadi dari desa sampai ke kota. Termasuk di tempat saya Kabupaten Kerinci. Padahal, daerah ini merupakan salah satu penghasil beras di Provinsi Jambi.

November 2023 saya beli  Rp 125 ribu per delapan kg kualitas premium.  Kemudian terus merangkak naik.  Mulai Januari 2024 sampai hari ini   berada pada angka Rp 150 ribu dalam jumlah yang sama. (Tarif ini berlaku di toko beras tradisional, belum tentu sama dengan HET).

Kabar baiknya, meskipun harganya mahal,  ketersediaannya melimpah.  Sebab, saat ini  di sejumah daerah dalam Kabupaten Kerinci sedang musim panen.  Silakan datang ke sana, anda akan dihadapkan dengan hamparan gabah di penjemuran. Khususnya di pinggir-pinggir  jalan jalur Kota Sungai Penuh-Danau Kerinci.

Petani bisa terseyum

Di bahu jalan jalur Sungai Penuh-Danau Kerinci banyak warga menjemur padi    Sumber Ilustrasi: Dokumentasi pribadi
Di bahu jalan jalur Sungai Penuh-Danau Kerinci banyak warga menjemur padi    Sumber Ilustrasi: Dokumentasi pribadi

Harga beras  mahal  membuat petani sedikit tersenyum. Namun, jika hitung-hitungannya dengan pembelian pupuk dan biaya operasionalnya, belum memuaskan semua pihak.  

Seorang petani padi yang tak mau menyebutkan  namanya mengatakan, "Saat ini, penghasilan  sawah sangat tidak seimbang dengan modalnya, Bu. Walaupun harga gabah sedikit naik. Pupuk dan upah pekerja mahal. Untuk menghibur diri, menggarap sawah itu saya anggap buka tabungan  berjangka. Itupun jika  tak ada aral melintang.  Andaikan terjadi gagal panen certanya akan lain."

Bernostalgia dengan kelangkaan beras 

Harga beras  mahal  dan langka bukanlah  sejarah baru dalam hidup saya. Era enam puluhan kami pernah mengalaminya.  Klimaksnya, sebelum  dan setelah  G  30 S PKI.  Peristiwa tersebut  terjadi di tanah kelahiran saya.

Masalah tersebut disebabkan kondisi  negara yang sedang sakit dan diperparah oleh kemarau panjang yang berbulan-bulan. Sayangnya saya lupa durasinya. Maklum waktu itu saya masih bersekolah di Sekolah Rakyat.

Zaman itu, uang susah dicari. Sudah tidak punya duit, beras tidak ada di pasaran. Untuk bertahan hidup kami terpaksa  menyantap apa yang ada sebagai Pengganti Beras alakadarnya.  Makan ongol-ongol  sagu tanpa gula, terong rebus, buah enau (kolang kaling,  pepaya muda  rebus pun jadi.  Hal ini dialami oleh rata-rata warga satu kampung.

Jika kebetulan  kami  punya sedikit beras, supaya tidak cepat habis, waktu memasak nasi Emak menambahkan  bahan-bahan  lain. Seperti,  pisang mentah, sorgum, jagung (kalau ada). Jangan ngomong tentang lauk pauk. Ada garam saja sudah bersyukur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun