Mohon tunggu...
Roy Soselisa
Roy Soselisa Mohon Tunggu... Guru - Sinau inggih punika Ndedonga

Sinau inggih punika Ndedonga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengajarkan tentang Menyikapi Sebuah Kekalahan

8 Juni 2019   21:52 Diperbarui: 8 Juni 2019   22:06 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi Pengambilan Foto: Taman Safari Indonesia II, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan (Kamis, 6 Juni 2019) - dokpri

Dalam sebuah kelas perkuliahan pascasarjana yang pernah saya ikuti, seorang pengajar pada Fakultas Ilmu Olahraga (FIO) dengan latar belakang pendidikan dari rumpun ilmu kesehatan (non-olahraga) yang mengampu beberapa mata kuliah pada jenjang sarjana dan pascasarjana, serta program Pendidikan Profesi Guru (PPG), memberikan pengakuan bahwa mahasiswa yang berlatar belakang dari (pelaku) olahraga selalu memiliki keunikan tersendiri saat hendak dan usai menghadapi ujian.

Pengakuan dengan nada keheranan beliau ceritakan berdasarkan pengalaman yang dijumpai selama tiga belas tahun terakhir, bahwa mayoritas mahasiswa yang berlatar belakang dari (pelaku) olahraga tak pernah memiliki ketegangan---yang tampak melalui gejala fisik---saat hendak menghadapi ujian. Selanjutnya, saat usai menghadapi ujian dengan hasil ujian dinyatakan tidak lulus sekalipun, tak pernah memberikan respons yang memilukan hati (sedih, menangis, dll.), bahkan tak jarang respons yang diberikan yaitu menertawai hasil ujiannya sendiri.

Sebagai pribadi yang berlatar belakang dari (pelaku) olahraga, saat mendengar pengakuan dari beliau tersebut tentu tidaklah mengherankan, karena mereka yang berlatar belakang dari (pelaku) olahraga telah terbiasa ditempa dengan sebuah kompetisi. Apabila ujian dalam bangku perkuliahan digunakan untuk menguji mutu hasil belajar, maka kompetisi yang dihadapi saat di lapangan pun berfungsi untuk menguji mutu hasil latihan.

Uji mutu yang sering dihadapi oleh mereka yang berlatar belakang dari (pelaku) olahraga inilah yang menjadikan mereka lebih tangguh dalam menghadapi setiap ujian yang ada di luar lapangan. Mereka memiliki kesadaran penuh bahwa setiap uji mutu yang akan dihadapi harus dipersiapkan dengan sangat baik, saat tak ada persiapan terbaik yang bisa diberikan, maka sedari awal mesti siap dengan segala konsekuensi yang akan terjadi.

Berangkat dari pemahaman ini, maka kami (saya dan istri) makin yakin untuk menanamkan nilai-nilai olahraga pada sang buah hati. Pada saatnya nanti, kami akan melibatkan sang buah hati ke dalam momen kebersamaan yang kami ciptakan melalui berbagai kompetisi olahraga. Berbagai kompetisi itu dapat mengadopsi cabang-cabang olahraga yang murah dan mudah, seperti Atletik (jalan, lari, lompat dan lempar), Catur, Bridge, Bulutangkis, dan lain-lain.

Dalam berbagai kompetisi olahraga yang akan kami lakukan bersama, kami akan berusaha menanamkan nilai-nilai olahraga dengan penekanan pada salah satu poinnya lebih dahulu yaitu menyikapi sebuah kekalahan. Melalui kompetisi olahraga, kami akan memastikan sang buah hati untuk berusaha menaati peraturan kompetisi yang telah ditetapkan---baik peraturan yang sesungguhnya, maupun peraturan yang berdasarkan kesepakatan bersama karena dibutuhkan untuk memodifikasi permainan---termasuk secara wajar membiarkan sang buah hati mengalami kekalahan dalam kompetisi untuk menguji rasa kompetitifnya.

Saat rasa kompetitif (persaingan) sang buah hati terlalu kuat dan tidak mau kalah, hingga makin lama mengarah pada perilaku yang negatif, seperti memanipulasi keadaan (berbohong) supaya posisinya diuntungkan, atau meminta kompetisi diulang saat mengalami kekalahan, maka pada saat inilah kami akan mengajarkan pada sang buah hati untuk menyikapi sebuah kekalahan dengan benar.

Mengajarkan pada sang buah hati bahwa menang dan kalah merupakan bagian dari sebuah kompetisi. Oleh sebab itu, saat kekalahan yang dicapai dari sebuah kompetisi, maka menyikapinya dengan tidak menyalahkan pihak lain maupun dirinya sendiri, melainkan menerima kekalahan dengan legawa untuk kemudian bangkit dari kekalahan dengan membangun percaya diri dan semangat yang tinggi, supaya pada kompetisi berikutnya dapat memberikan usaha yang lebih baik lagi.

Membiarkan sang buah hati mengenal perasaan tentang kekalahan seperti demikian amatlah penting, karena kelak dalam kehidupan sesungguhnya yang akan ditapaki, sang buah hati akan menjumpai berbagai kompetisi kehidupan yang jauh lebih keras. Apabila sejak dini tidak mengajarkan sang buah hati untuk mengenal tentang kekalahan dan menyikapinya dengan benar, maka kekalahan yang merupakan bagian dari sebuah kehidupan akan membunuhnya.

Kota Surabaya, 8 Juni 2019

RAS

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun