Di sebuah desa yang asri, berdirilah sebuah pohon mangga besar di tengah-tengah pekarangan rumah tua milik Nenek Sari. Pohon mangga itu tidak hanya menjadi saksi bisu berjalannya waktu, tetapi juga menyimpan banyak kenangan manis bagi semua orang yang tinggal di sana.
Nenek Sari adalah wanita tua yang penuh kasih sayang. Ia selalu bercerita kepada cucu-cucunya tentang masa mudanya yang penuh warna di bawah pohon mangga itu. "Dulu, di bawah pohon ini, kakekmu melamarku," katanya sambil tersenyum lembut, matanya menerawang jauh ke masa lalu. Setiap sore, cucu-cucunya berkumpul mendengarkan cerita-ceritanya yang tak pernah membosankan.
Suatu hari, saat matahari mulai tenggelam, Nenek Sari mengajak cucu tertuanya, Rani, duduk di bawah pohon mangga itu. "Rani, pohon ini tidak hanya memberi kita buah yang manis. Ia juga mengajarkan kita tentang keteguhan dan ketulusan," ucapnya sambil mengelus-elus batang pohon yang sudah tua.
Rani menatap wajah neneknya dengan penuh rasa ingin tahu. "Apa maksud Nenek?" tanyanya. Nenek Sari pun mulai bercerita tentang bagaimana pohon itu ditanam oleh kakek Rani ketika mereka baru saja menikah. "Kakekmu menanamnya dengan harapan bahwa pohon ini akan tumbuh besar dan kuat, sama seperti cinta kami," kenangnya dengan mata berkaca-kaca.
Waktu berlalu, Nenek Sari akhirnya meninggalkan dunia ini dengan damai. Pohon mangga itu tetap berdiri kokoh, menjadi kenangan abadi bagi keluarga yang ditinggalkannya. Setiap musim panen, Rani dan adik-adiknya selalu berkumpul di bawah pohon mangga itu, mengingat nenek mereka dan cerita-ceritanya yang penuh makna.
Pada suatu hari, saat Rani sedang duduk sendiri di bawah pohon mangga, ia merasakan angin sepoi-sepoi yang membawa harumnya bunga mangga. Ia tersenyum dan berkata pelan, "Terima kasih, Nek. Cinta dan kenanganmu akan selalu hidup di sini, di bawah pohon mangga ini."