Mohon tunggu...
Suri Aini Iswarani
Suri Aini Iswarani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Pendidikan yang sedang belajar menulis. Pencatat drama hidup, dan bereksperimen lewat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Tanpa Segan, Guru: Kini Disapa Ala Kadar

24 September 2025   15:05 Diperbarui: 24 September 2025   14:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

            Kalau 20 tahun lalu aku membungkuk di depan guru, itu bukan sekedar formalitas, tapi rasa hormat karena sadar, ada ilmu yang sedang diwariskan.

            Saat sekolah dasar kelas 1, aku menjadi murid baru pindahan dari Jakarta, dan terkena shock culture di sekolah yang baru. Sepupuku, yang mana sudah kelas 3 memberitahu, "Kalau ada guru dan kepala sekolah, cepatlah membungkuk! Kalau tidak, kamu harus sapu sapu halaman sekolah!" katanya dengan nada sok mengajarkan.

            Membungkuk untuk guru adalah hal baru, karena selama sekolah di Jakarta tradisi itu tak pernah ada. Jadi, pertama kali melihat seorang guru hendak lewat, dari radius 10 meter, sepupuku sudah membungkuk. Sangat rendah, sampai kantong ranselnya terjorok ke depan. Aku terheran, aku merasa itu aneh, tapi lama-kelamaan terbiasa juga.

            Mungkin anak Gen Z saat ini melihat ritual membungkuk hanya ada di dalam drama korea. Namun, di jamanku dulu, kami benar-benar melakukannya. Selain itu, ritual 'salim' adalah hal yang wajib dilakukan ketika kita bertemu dengan guru di luar lingkungan sekolah. Makanya, biasanya tempat tempat bermain yang paling dihindari adalah tempat yang dekat dengan rumah guru. Bukannya tidak mau meng-salami karena enggan atau malas, tapi lebih karena segan dan juga takut.

            Ketika aku beranjak menjadi siswa SMA, hal membungkuk memang sudah tidak lagi dilakukan, karena katanya itu adalah sisa budaya Jepun atau penjajah Jepang. Namun, untuk sekadar Senyum, Sapa, Salam tidak pernah tertanggal, apalagi saat berpapasan dengan guru di lingkungan sekolah maupun di luar.

            Ada kisah dari seorang teman yang mengajar di sebuah SMA Negeri. Menariknya, ia pernah menanyakan kepada sesama guru di sana, kira-kira seperti ini, "Ketika kamu berpapasan dengan murid, apakah mereka semua melakukan 3S (Senyum, Sapa, Salam)?"

            Jawaban yang ia terima sederhana. "Ada yang melakukannya, ada yang tidak. Kalau kenal dan kebetulan diajar, biasanya mereka menyapa, tapi kalau tidak terajar, ya mereka cuek aja."

            Aku mengernyit mendengarnya, bagaimana bisa seperti itu? Bahkan guru dalam satu sekolah, jika bukan pengajarnya, bisa saja tak lagi dihormati. Mengapa guru sekarang seperti kehilangan kehormatannya, alih alih menjadi sosok yang kubungkukki saat sekolah dulu? Apakah ini hanya soal kebiasaan yang hilang, atau ada hal yang lebih mendasar, seperti berubahnya cara siswa dalam memandang guru?

            Tapi cerita itu belum selesai, temanku menutup ceritanya dengan nada datar, seakan pasrah, "Aku tak peduli jika murid bersikap demikian, tugas kita hanyalah menyampaikan materi di kelas. Setelah kewajiban itu? Biarlah. Memangnya berapa gaji kita?"

            Saat merenungkan ucapannya, aku merasa ada plot hole yang besar dalam dunia pendidikan kita. Salah satunya adalah bergesernya cara pandang masyarakat terhadap guru, sehingga menciptakan generasi guru yang pragmatis dan bekerja sekadar menggugurkan kewajibannya. Apalagi ditambah dengan persoalan penghasilan yang tidak sesuai dengan effort yang mereka curahkan.

            Bagiku, ini bukan masalah tentang memberi rasa hormat, atau guru yang krisis legitimasi. Tapi, bergesernya attitude masyarakat, bukan hanya kepada guru, mungkin pada sesama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun