Kami bersaudara semua ada 10 orang ,kalau ibu kami sudah siap memasak makanan ,maka kami boleh makan dulu siapa yang merasa lapar,asal tahu saja tidak mengambil makanan sesukanya melainkan secukupnya saja Karena harus mengingat masih ada 9 saudara lagi yang belum mencicipi masakan tersebut.
Tidak ada aturan tertulis dirumah kami,tapi karena sejak kecil,kami semua sudah terlatih dalam hal ini,maka kami sudah memahami dengan baik,bagaimana mempraktikan tenggang rasa tersebut dalam kehidupan kami.
Kebiasaan ini  sudah melekat pada diri kami,sehingga terbawa sampai kami dewasa.Walaupun  tidak ada larangan untuk memakan masakan ibu hanya saja harus tahu memperhitungkan saudara saudara yang lainÂ
Pernah terjadi dirumah  putri kami ,ada anak temannya yang numpang dirumah tinggal sementara mencari rumah kontrakan Sore itu,  saya masak ayam goreng sepiring penuh,untuk santap malam bagi kami sekeluarga.Â
Usai tugas memasak, maka karena ada urusan,maka  kami pergi keluar rumah Ketika kami kembali  dan bersiap untuk  makan  malam. ternyata ayam yang sepiring itu sudah tidak ada lagi Ternyata sudah habis dimakan oleh Joni (bukan nama sebenarnya)
Begitu juga keesokan harinya sudah kami pesan,bahwa makanan adalah untuk semua orang,jadi  jangan dimakan semua  Tapi kenyataan masih sama saja, sehingga kami terpaksa memberi jatah pada Joni Mana  yang boleh  dan tidak boleh biarpun sebenarnya kami tidak enak melakukan seperti itu,tapi terpaksa melakukannya.
Hal ini menandakan,bahwa Joni,sejak kecil tidak dibiasakan oleh orang tuanya,untuk hidup tengang rasa,sehingga begitu menengok peluang,maka ia sama  sekali tidak peduli akan tenggang rasa.
Anak anak yang sudah terlatih hidup bertenggang rasa sejak sedini, kelak  diharapkan akan menjadi manusia yang memiliki rasa toleransi yang tinggi.tehadap sesama dan mampu bergaul dalam segala keberagaman,tanpa merasa canggung
24 Januari 2020.
Salam saya,
Roselina