Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat .

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ijazah yang Menghantui

1 Juni 2025   13:35 Diperbarui: 10 Juni 2025   14:45 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://kupang.tribunnews.com/

Udara pagi di Desa Karangsari biasanya membawa kedamaian. Tapi tidak bagi Surya, bekas kepala desa yang telah mengabdi selama dua periode. Di usia senjanya, saat seharusnya ia bisa menikmati tenangnya hari-hari dengan secangkir kopi dan anak cucu, justru kegelisahanlah yang menjadi teman setianya.

Semua berawal dari bisik-bisik di warung kopi dekat balai desa. Awalnya hanya satu dua orang yang bertanya, "Benarkah Pak Surya itu lulusan SMA?" Lalu berkembang menjadi, "Kok aneh, dulu nggak pernah kelihatan ijazah aslinya ya?" Hingga akhirnya, kalimat itu menjadi vonis yang tak tertulis, tapi diyakini banyak orang: "Ijazahnya palsu."

Surya mendengar semuanya. Ia mencoba menahan diri, menganggap angin lalu. Tapi semakin hari, omongan itu makin nyaring. Bahkan anak-anak muda pun mulai ikut-ikutan mengejek diam-diam ketika berpapasan dengannya. Puncaknya, ada akun media sosial anonim yang memposting foto ijazah SMA-nya, lengkap dengan tanda air buram dan cetakan yang terlihat tidak biasa.

Surya marah. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Dengan bantuan pengacara dari kota, ia melaporkan beberapa warga yang paling vokal ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Namun yang terjadi justru sebaliknya: langkah hukumnya dianggap sebagai upaya menutup-nutupi kebenaran. Desa yang dulu menghormatinya, kini nyaris sepenuhnya membencinya.

"Kalau nggak salah, ngapain takut sama omongan orang?" kata Pak Bakar, mantan hansip, di warung kopi yang sama. Semua mengangguk.

Istrinya, Bu Sarti, mencoba menenangkan, tapi setiap malam Surya makin gelisah. Ia terbangun berkali-kali, kadang dengan keringat dingin. Dalam tidurnya, ia melihat wajah-wajah warga desa, tersenyum sinis, menunjuk ke arahnya sambil berkata, "Bapak bohong... Bapak nggak pernah lulus SMA..."

Makin hari, tubuhnya makin kurus. Ia tak lagi keluar rumah. Tidak ada yang datang menjenguk, kecuali sesekali aparat desa yang membawa surat panggilan untuk mediasi, atau wartawan lokal yang mengendap-endap berharap mendapatkan berita terbaru dari "Kasus Ijazah Kepala Desa."

Yang paling menyakitkan bagi Surya bukanlah cemoohan itu, tapi keyakinan dalam diri orang-orang yang dulu dia pimpin, bahwa dirinya penipu. Ia merasa seluruh masa baktinya terhapus hanya karena selembar kertas yang diragukan.

Akhirnya, pada suatu sore yang mendung, Surya duduk di kursi kayu di teras rumahnya. Tatapannya kosong. Ia menggenggam ijazah lamanya yang mulai menguning, seperti ingin membuktikan pada dirinya sendiri bahwa itu nyata. Tapi kertas itu, entah kenapa, tak lagi terlihat seperti sesuatu yang bisa menyelamatkannya.

Ia berbisik pelan, seolah pada dirinya sendiri, "Kenapa mereka tak bisa percaya... setelah semua yang kulakukan?"

Namun tak ada jawaban. Hanya angin sore yang lewat perlahan, membawa kabar baru ke warung-warung kopi---tentang seorang bekas kepala desa yang tak lagi bisa tidur nyenyak karena dihantui selembar ijazah.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun