Kemajuan teknologi dan budaya instan juga ikut memperparah Peter Pan Syndrome di masyarakat modern.
Semua serba cepat dan mudah---dari makanan, hiburan, hingga validasi sosial. Kita terbiasa dengan "like", "share", dan "views" yang memberi sensasi keberhasilan palsu tanpa usaha nyata.
Hal serupa terjadi dalam politik dan birokrasi. Banyak pejabat lebih sibuk menjaga citra di media sosial ketimbang memperbaiki sistem.
Mereka ingin tampil muda, energik, dan santai, tetapi gagap menghadapi tanggung jawab moral.
Dalam psikologi, ini disebut regresi emosional---kecenderungan kembali ke fase anak-anak ketika menghadapi tekanan.
Alih-alih mencari solusi, mereka menolak kenyataan dan mencari hiburan. Dan seperti Peter Pan, mereka terus terbang di langit fantasi sambil menolak mendarat di tanah realitas.
6. Menjadi Dewasa Tanpa Kehilangan Jiwa Anak
Tentu, menjadi dewasa tidak berarti kehilangan semangat muda.
Justru kedewasaan sejati adalah kemampuan menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab.
Kita tetap boleh bermimpi seperti anak-anak, tetapi harus berani menghadapi konsekuensi layaknya orang dewasa.
Dalam konteks bangsa, ini berarti:
*Politisi yang berani mengakui kesalahan tanpa drama.
*Birokrat yang melayani rakyat dengan integritas, bukan mencari aman.
*Rakyat yang tidak hanya menuntut, tetapi juga ikut bertanggung jawab.
Bangsa yang matang bukanlah bangsa tanpa masalah, melainkan bangsa yang mau belajar dari kesalahannya tanpa harus saling menyalahkan.
7. Cermin untuk Kita Semua
Sindrom Peter Pan tidak hanya milik para politisi atau birokrat. Ia hidup dalam diri setiap warga yang enggan berubah, menolak belajar, dan lebih suka bersembunyi di balik kenyamanan.
Ketika kita menolak menghadapi realitas, ketika kita menyalahkan keadaan tanpa bertindak---di situlah Neverland itu tumbuh, di dalam diri kita sendiri.
Gus Dur pernah berujar, "Kalau DPR itu taman kanak-kanak, maka rakyat harus jadi orang tuanya."
Kalimat itu kini terasa lebih relevan dari sebelumnya.
Kita semua harus menjadi "orang tua" bagi bangsa ini --- mengingatkan, menegur, dan mengajak untuk tumbuh. Karena jika tidak, negeri ini akan terus menjadi Neverland: tempat semua orang ingin berkuasa, tapi tak ada yang ingin dewasa.
Penutup