Fenomena ini seolah menegaskan bahwa gedung parlemen kita memang sebuah Neverland politik---tempat orang dewasa bermain peran, saling mengejar spotlight, tanpa menyadari bahwa di luar sana, rakyat sedang menunggu keputusan nyata.
Mereka seperti anak kecil yang berebut mainan bernama kekuasaan. Ketika mainan itu pecah, bukan mereka yang memperbaikinya---melainkan rakyat yang harus membayar akibatnya.
3. Birokrasi: Sekolah Tempat Anak Dewasa Belajar Menunda
Jika politik adalah Neverland di panggung kekuasaan, maka birokrasi adalah sekolah di mana Peter Pan Syndrome tumbuh subur.
Di banyak instansi pemerintahan, kita melihat pola yang sama: pegawai takut mengambil keputusan, lebih suka bermain aman, dan menggantungkan semua keputusan pada "atasan".
Budaya birokrasi Indonesia sering kali membentuk orang untuk takut salah, bukan untuk ingin benar.
Keberanian berinovasi sering dipadamkan oleh hierarki, sementara tanggung jawab dibungkus dalam kata "prosedur".
Mereka hidup di dunia yang sangat mirip Neverland:
*Dunia tanpa risiko,
*Tanpa inisiatif,
*Tapi juga tanpa kemajuan.
Birokrat yang tidak mau dewasa ini bersembunyi di balik aturan, formulir, dan rapat yang tak berujung, seperti anak-anak yang sembunyi di balik tirai agar tak ketahuan berbuat salah. Padahal, kedewasaan birokrasi justru diukur dari kemampuan mengambil keputusan etis dan berani menanggung akibatnya.
4. Krisis Kedewasaan Kolektif
Masalah paling mendasar bangsa ini mungkin bukan pada kecerdasan, tapi pada ketertinggalan kedewasaan emosional kolektif.
Kita punya banyak orang pintar, tapi sedikit yang benar-benar bijak.
Kita punya banyak pemimpin, tapi sedikit yang mampu memimpin dirinya sendiri.
Di panggung politik dan birokrasi, sering kali keputusan diambil bukan berdasarkan visi, tapi emosi; bukan berdasarkan kepentingan rakyat, tapi ego pribadi. Ketika seseorang dikritik, respons yang muncul bukan refleksi, melainkan reaksi defensif. Ketika gagal, mereka mencari kambing hitam, bukan introspeksi.
Kedewasaan emosional seharusnya membuat seseorang mampu menghadapi kritik tanpa marah, menerima kesalahan tanpa malu, dan memperbaikinya tanpa drama. Sayangnya, sikap itu kini langka, bahkan di antara mereka yang memegang kekuasaan publik.
5. Dunia yang Terlalu Nyaman untuk Tumbuh