Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Subsidi Gas Melon: Di Jaman Big Data, Mengapa Transparansi Menjadi Barang Langka?

4 Oktober 2025   20:01 Diperbarui: 4 Oktober 2025   20:01 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perdebatan antara Menkeu Purbaya dan Menteri ESDM Bahlil mencerminkan pertarungan dua paradigma:
*Paradigma fiskal (Purbaya): Negara tidak bisa terus-menerus membuang uang untuk subsidi yang bocor. Tanpa reformasi data dan mekanisme tepat sasaran, APBN akan semakin tertekan.
*Paradigma sosial (Bahlil): Subsidi adalah bentuk keberpihakan pada rakyat kecil. Pencabutan subsidi akan menimbulkan keresahan, menekan daya beli, dan berisiko menimbulkan instabilitas sosial.

Kedua posisi ini sama-sama punya dasar, tetapi keduanya juga sama-sama rapuh. Paradigma fiskal tanpa data yang valid akan berujung pada keputusan teknokratis yang tidak berpijak pada realitas. Paradigma sosial tanpa reformasi justru melanggengkan kebocoran yang akhirnya merugikan rakyat miskin sendiri.

7. Jalan Tengah: Subsidi Berbasis Data Terintegrasi

Solusi yang sering diusulkan adalah subsidi berbasis data terintegrasi. Artinya, subsidi tidak lagi diberikan secara terbuka (siapa saja bisa membeli LPG 3 kg), tetapi diarahkan langsung kepada penerima yang berhak. Mekanismenya bisa melalui:
*Kartu identitas tunggal (misalnya KTP elektronik yang sudah terhubung dengan data sosial-ekonomi).
*Voucher digital atau QR code untuk membeli LPG bersubsidi.
*Bantuan langsung tunai yang menggantikan subsidi barang.

Namun semua itu hanya bisa berjalan jika manajemen data diperbaiki secara serius, tanpa celah untuk manipulasi politik maupun rente ekonomi.

8. Mengapa Transparansi Masih Langka?

Jadi, kembali ke pertanyaan mendasar: mengapa di era superkomputer dan AI, manajemen data masih langka dan sulit transparan?

Jawabannya sederhana tetapi pahit:
*Karena fragmentasi kelembagaan membuat data tidak bisa menyatu.
*Karena politik data membuat banyak pihak enggan membuka angka sebenarnya.
*Karena kualitas input di level lapangan masih buruk.
*Karena kepentingan rente lebih diutamakan daripada akurasi.

Teknologi bukan masalah. Justru masalahnya adalah kemauan politik dan tata kelola.

Penutup: Dari Gas Melon ke Reformasi Data

Perdebatan subsidi gas 3 kilogram antara Purbaya dan Bahlil hanyalah puncak gunung es dari problem manajemen data di negeri ini. Selama data masih dianggap milik instansi, bukan milik publik, kebijakan tepat sasaran hanya akan jadi jargon. Selama data masih dipandang sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai fondasi kebijakan, transparansi akan terus menjadi barang langka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun