Ketiga jalur ini membuat presiden tidak pernah benar-benar bebas. Setiap langkah kebijakan bisa dipaksa untuk melewati "filter oligarki" sebelum dieksekusi.
Risiko Jika Melawan
Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa melawan oligarki bukanlah pilihan tanpa risiko.
*Sukarno digulingkan ketika mencoba mempertahankan kedaulatan penuh atas negeri ini, melawan kepentingan asing dan elite lokal yang berseberangan.
*Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tumbang lewat pemakzulan karena menolak tunduk pada kompromi politik DPR yang dikendalikan elite.
*Jokowi, meski awalnya dianggap pemimpin dari rakyat biasa, pada akhirnya harus berkompromi dengan oligarki agar bisa bertahan dua periode. Hasilnya, jaringan oligarki justru semakin menguat.
Jika Prabowo memilih jalan konfrontasi, ia bisa menghadapi sabotase di parlemen, pembekuan anggaran, tekanan konglomerat melalui pasar, hingga serangan citra di media. Risiko politik dan ekonomi itu bisa berujung pada pelemahan legitimasi, bahkan krisis kepemimpinan.
Jalan Keluar: Dua Opsi Sulit
Di tengah tekanan oligarki, Prabowo punya dua opsi jalan keluar---meski keduanya sama-sama sulit.
1.Membangun Koalisi Rakyat.
Dengan dukungan rakyat, presiden bisa menyeimbangkan kekuatan oligarki. Caranya melalui keterbukaan komunikasi, pelibatan masyarakat sipil dalam kebijakan, dan keberpihakan nyata kepada kelompok lemah. Jika rakyat melihat kebijakan presiden berpihak pada mereka, maka kekuatan publik bisa menjadi benteng terhadap tekanan elite.
2.Memainkan Oligarki Melawan Oligarki.
Strategi ini lebih realistis dalam politik praktis. Prabowo bisa memanfaatkan persaingan antar kelompok oligarki untuk memperluas ruang manuvernya. Dengan menciptakan keseimbangan baru, ia tidak melawan frontal, tetapi mengatur ulang peta kekuasaan. Hasilnya, ia tetap dalam lingkaran oligarki, namun dengan ruang lebih besar untuk menentukan prioritas.
Kedua jalan ini bukan tanpa harga. Koalisi rakyat butuh keberanian luar biasa, sementara manuver antar oligarki berisiko menyeret presiden lebih dalam pada kompromi yang berlarut.
Sejarah Sebagai Cermin
Setiap presiden Indonesia berhadapan dengan dilema serupa. Sukarno mencoba membangun kekuatan rakyat lewat Nasakom, tetapi tumbang. Gus Dur menolak tunduk, akhirnya dilengserkan. Jokowi memilih kompromi, bertahan dua periode, namun meninggalkan jejak oligarki yang kian mencengkeram.
Prabowo, yang kenyang pengalaman politik selama puluhan tahun, tentu memahami pola ini. Ia tahu konsekuensi setiap pilihan, dan karena itu besar kemungkinan ia akan berhitung sangat hati-hati sebelum menentukan sikap.
Tantangan di Depan Mata