Study Tour: Edukasi atau Sekadar Piknik? Membaca Ulang Kebijakan KDM di Jawa Barat
Beberapa waktu lalu, kebijakan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) memicu perdebatan sengit. Ia melarang praktik study tour sekolah yang dianggap membebani orang tua. Kebijakan ini segera disambut reaksi keras, bukan hanya dari sebagian orang tua dan sekolah, tetapi terutama dari pelaku industri pariwisata. Mereka menilai pelarangan study tour merugikan bisnis pariwisata, mulai dari hotel, agen perjalanan, hingga jasa transportasi.
Namun di sinilah letak pertanyaan mendasar yang justru semakin mengemuka: benarkah study tour selama ini bagian dari kegiatan pendidikan, ataukah sebenarnya lebih condong ke arah pariwisata massal yang dikemas dengan label "edukasi"?
Latar Belakang: Antara Edukasi dan Beban Finansial
Kegiatan study tour di sekolah-sekolah Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun. Pada awalnya kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk belajar di luar kelas (outdoor learning). Siswa diajak mengenal dunia nyata: mengunjungi museum, pusat industri, situs sejarah, atau pusat riset. Tujuannya adalah memperluas wawasan, menghubungkan teori dengan praktik, dan memberikan pengalaman belajar yang kontekstual.
Namun, seiring waktu, makna edukatif study tour makin kabur. Banyak sekolah bekerja sama dengan agen travel, memilih destinasi jauh, bahkan keluar provinsi, dengan paket menginap di hotel berbintang. Alhasil, study tour lebih mirip agenda rekreasi kolektif ketimbang kunjungan belajar.
Di sinilah muncul problem serius: biaya tinggi. Orang tua harus menanggung iuran jutaan rupiah per siswa. Tidak jarang, siswa yang orang tuanya tidak mampu akhirnya terpaksa absen dari kegiatan. Dalam beberapa kasus, tekanan sosial dari teman sebaya membuat anak-anak merasa minder atau bahkan dikucilkan karena tidak ikut.
Gubernur KDM melihat persoalan ini sebagai beban sosial dan ekonomi yang nyata. Maka pelarangan study tour ia maksudkan untuk meringankan beban orang tua dan menegaskan kembali fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan, bukan agen perjalanan.
Reaksi Buruh dan Industri Pariwisata
Yang menarik, penolakan justru datang dari kelompok buruh pariwisata dan pelaku industri wisata. Mereka melakukan demonstrasi, menuntut agar Gubernur KDM mencabut larangan. Alasannya, study tour telah menjadi salah satu motor perputaran ekonomi di sektor pariwisata, khususnya di Jawa Barat.
Bus pariwisata, hotel, restoran, dan tempat wisata memang sudah lama menggantungkan sebagian pendapatannya pada rombongan sekolah. Pelarangan otomatis mengurangi pemasukan mereka.