Mohon tunggu...
Ronald SumualPasir
Ronald SumualPasir Mohon Tunggu... Penulis dan Peniti Jalan Kehidupan. Menulis tidak untuk mencari popularitas dan financial gain tapi menulis untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran karena diam adalah pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Graduated from Boston University. Tall and brown skin. Love fishing, travelling and adventures.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Study Tour: Edukasi atau Sekedar Piknik.

26 Agustus 2025   21:23 Diperbarui: 26 Agustus 2025   21:23 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Study Tour: Edukasi atau Sekadar Piknik? Membaca Ulang Kebijakan KDM di Jawa Barat

Beberapa waktu lalu, kebijakan Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi (KDM) memicu perdebatan sengit. Ia melarang praktik study tour sekolah yang dianggap membebani orang tua. Kebijakan ini segera disambut reaksi keras, bukan hanya dari sebagian orang tua dan sekolah, tetapi terutama dari pelaku industri pariwisata. Mereka menilai pelarangan study tour merugikan bisnis pariwisata, mulai dari hotel, agen perjalanan, hingga jasa transportasi.

Namun di sinilah letak pertanyaan mendasar yang justru semakin mengemuka: benarkah study tour selama ini bagian dari kegiatan pendidikan, ataukah sebenarnya lebih condong ke arah pariwisata massal yang dikemas dengan label "edukasi"?

Latar Belakang: Antara Edukasi dan Beban Finansial

Kegiatan study tour di sekolah-sekolah Indonesia sudah berlangsung puluhan tahun. Pada awalnya kegiatan ini dimaksudkan sebagai bentuk belajar di luar kelas (outdoor learning). Siswa diajak mengenal dunia nyata: mengunjungi museum, pusat industri, situs sejarah, atau pusat riset. Tujuannya adalah memperluas wawasan, menghubungkan teori dengan praktik, dan memberikan pengalaman belajar yang kontekstual.

Namun, seiring waktu, makna edukatif study tour makin kabur. Banyak sekolah bekerja sama dengan agen travel, memilih destinasi jauh, bahkan keluar provinsi, dengan paket menginap di hotel berbintang. Alhasil, study tour lebih mirip agenda rekreasi kolektif ketimbang kunjungan belajar.

Di sinilah muncul problem serius: biaya tinggi. Orang tua harus menanggung iuran jutaan rupiah per siswa. Tidak jarang, siswa yang orang tuanya tidak mampu akhirnya terpaksa absen dari kegiatan. Dalam beberapa kasus, tekanan sosial dari teman sebaya membuat anak-anak merasa minder atau bahkan dikucilkan karena tidak ikut.

Gubernur KDM melihat persoalan ini sebagai beban sosial dan ekonomi yang nyata. Maka pelarangan study tour ia maksudkan untuk meringankan beban orang tua dan menegaskan kembali fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan, bukan agen perjalanan.

Reaksi Buruh dan Industri Pariwisata

Yang menarik, penolakan justru datang dari kelompok buruh pariwisata dan pelaku industri wisata. Mereka melakukan demonstrasi, menuntut agar Gubernur KDM mencabut larangan. Alasannya, study tour telah menjadi salah satu motor perputaran ekonomi di sektor pariwisata, khususnya di Jawa Barat.

Bus pariwisata, hotel, restoran, dan tempat wisata memang sudah lama menggantungkan sebagian pendapatannya pada rombongan sekolah. Pelarangan otomatis mengurangi pemasukan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun