*Uang cuti,
*Uang hari raya,
diganti dengan uang lauk pauk ala sistem TNI/ASN, serta penyesuaian gaji dengan standar ASN.
Jika kebijakan ini benar diterapkan, ada dua konsekuensi besar:
1.Profesionalisme BUMN Tergerus: Menyamakan pegawai BUMN dengan ASN mengabaikan fakta bahwa BUMN adalah entitas bisnis yang harus bersaing dengan swasta dan MNC.
2.Brain Drain: Talenta terbaik akan memilih pindah ke sektor swasta atau MNC yang menawarkan kompensasi lebih kompetitif.
Dalam laporan McKinsey (2022) tentang emerging markets, dijelaskan bahwa perusahaan negara yang tidak mampu memberikan kompensasi kompetitif akan kehilangan daya tarik di pasar global.
Evaluasi: Jalan Tengah yang Seharusnya Ditempuh
Jika tujuan Presiden Prabowo adalah membersihkan BUMN dari praktik KKN, maka langkah utama seharusnya:
1.Reformasi Rekrutmen
*Terapkan prinsip fit and proper test yang transparan.
*Komposisi komisaris independen diperbesar, bukan relawan politik.
2.Reformasi Kompensasi
*Bonus dan tantiem tidak dihapus, melainkan dikaitkan dengan Key Performance Indicator ketat seperti: Â efisiensi operasional, laba bersih, kontribusi dividen ke negara.
*Jika target gagal, bonus dan tantiem otomatis disesuaikan dengan realisasi versus target. Apabila rugi, no incentive at all!
3.Penguatan Regulasi untuk mengatasi masalah Konflik Kepentingan
*Larangan rangkap jabatan birokrat atau politisi di BUMN.
*Audit independen terhadap semua entitas BUMN, untuk menilai disiplin dan manajemen tata kelola keuangan BUMN.
Dengan demikian, BUMN bisa tetap kompetitif, namun bebas dari praktik nepotisme.
Kesimpulan
Pidato Presiden Prabowo soal penghapusan bonus dan tantiem di BUMN tidak boleh dilihat sekadar sebagai wacana penghematan, melainkan refleksi dari krisis tata kelola. Bonus dan tantiem sejatinya bukan masalah, asalkan diberikan dengan mekanisme transparan berbasis kinerja.
Masalah terbesar BUMN Indonesia ada pada politik balas jasa dalam rekrutmen, yang menggerus profesionalisme. Jika tidak diatasi, wacana penghapusan bonus hanya akan memperburuk keadaan: talenta profesional akan lari, sementara jabatan tetap dipenuhi figur politis.