Para penguasa lebih takut pada ulama merdeka daripada musuh di perbatasan. Beberapa ulama besar seperti Hasan al-Bashri dan Sa'id bin Jubair menolak tunduk, tapi mereka disingkirkan atau dibunuh.
Pelajaran: Saat agama menjadi alat kekuasaan, ulama berubah menjadi politisi, dan mimbar menjadi senjata propaganda.
Runtuhnya Dinasti Umayyah: Sebuah Ironi
Dinasti ini bertahan hanya 89 tahun (661--750 M). Didirikan dengan nama sahabat Nabi, tetapi diruntuhkan oleh kaum yang merasa paling ditinggalkan oleh nilai-nilai Islam: keturunan Nabi dan kaum non-Arab.
Dampak Negatif Utama:
1.Islam kehilangan semangat egaliter dan digantikan feodalisme religius.
2.Polarisasi Sunni-Syiah semakin mengeras akibat Tragedi Karbala.
3.Dakwah bergeser menjadi ekspansi kekuasaan, bukan transformasi sosial.
4.Muncul budaya nepotisme, absolutisme, dan kultus individu.
Refleksi dan Evaluasi
1.Apakah kesalahan Umayyah terletak pada sistem?
Ya. Islam sebagai dinasti monarki telah mengaburkan idealisme awal umat Islam: musyawarah dan kesetaraan.
2.Apakah prestasi ekspansi membenarkan penyimpangan nilai?
Tidak. Ekspansi tanpa keadilan hanya melahirkan kekuasaan rapuh.
3.Mengapa umat tidak bisa mencegahnya?
Karena para pemimpin lebih sibuk mempertahankan kekuasaan daripada membina umat. Dan rakyat terlalu takut atau terbuai propaganda negara.
Referensi:
*Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk
*Khalid Blankinship, The End of the Jihd State
*Albert Hourani, A History of the Arab Peoples
*Sayyid Qutb, Fi Zhilal al-Qur'an
*Patricia Crone, Slaves on Horses: The Evolution of the Islamic Polity
*Bernard Lewis, The Arabs in History
Disclaimer:
Tulisan ini disusun untuk tujuan reflektif dan edukatif. Tidak ada niat merendahkan tokoh sejarah atau mazhab manapun. Sejarah adalah cermin yang jujur: tidak bisa diubah, tapi bisa diambil pelajaran untuk masa depan.
Tagar:
#RefleksiUmat #SejarahIslam #DinastiUmayyah #KeadilanIslam #ImperiumIslam #TragediKarbala #PelajaranUmat