"Sukses Beternak Ayam Kampung, Raih Omset hingga Puluhan Juta per Bulan" menjadi salah satu konten yang saya tonton di youtube untuk menguatkan keyakinan diri. Seolah-olah video itu berkata, "Ini loh, jalan ninjamu. Sukses di usia muda dengan hobi yang kamu cintai."
Awalnya, saya memang beternak ayam atas dasar hobi dan kesenangan. Rasanya menyenangkan, lelah sepulang kerja terbayar ketika melihat ayam-ayam bangkok makan dengan lahap, berkokok di pagi hari, dan menghabiskan sisa makanan dari pada dibuang, Ada kepuasan tersendiri, pelipur dari rutinitas harian.
Namun seiring waktu, realitas mulai menunjukkan wajahnya. Pertumbuhan ayam yang lambat mulai membuat saya bertanya-tanya: Apakah nutrisinya kurang? Apakah biaya yang saya keluarkan akan sebanding dengan harga jual nanti? bahkan, ketika melihat ayam, semakin besar pula beban pikiran yang saya rasakan. Yang dulu terasa ringan dan menyenangkan, kini berubah menjadi sumber kekhawatiran.
Perjalanan ini mungkin tidak semulus harapan, Â tapi setiap tantangan yang datang justru memperkaya prosesnya. Mungkin ini bukan jalan ninja yang mudah, tapi siapa tahu---justru ini jalan yang membentuk versi terbaik dari diri saya(aseklaknfjebfu).
Tanda tangan tantangan
"Ada yang datang mendadak---bukan tahu, bukan pula bulat
tapi sebuah cita-cita yang meledak dalam dada,
seperti seseorang yang tersentak bangun di ujung pagi,
terburu-buru menjemput hari, kelabakan menyalakan api.
Hasrat itu mendesak, tak bisa ditahan,
ingin segera menggenggam 10 juta pertama
dari kandang yang masih bau jerami,
dari mimpi yang baru saja menetas di pagi yang sepi"
Lah malah berpuasipuisi, memang untuk sekelas pekerja yang mendapatkan gaji UMR Â Pekalongan, uang 10 juta adalah nominal yang sangat mengeiurkan. Terlebih lagi bila didapatkanya hanya modal ongkang-ongkang. Sambilan yang kerjanya cuman ngasih pakan pagi dan petang.Â
"Namun, Â sungguh sayang itu hanyalah sebuah mimpi, terbangunkan pagi bersama matahari", begitulah lirik lagu yang judulnya "putri iklan", saat ini lagi trend karena dinyayikan dengan aransemen baru dan cocok untuk penikmat musik di era ini, tapi lagu aslinya juga tidak kalah asik juga.
oke, kembali lagi ke ayam..
Tanda tangan kontrak sudah saya sepakati dengan "keyakinan", siap menerima tantangan yang ada. berternak ayam untuk mendapatkan tambahan pengasilan, berbekal keyakinan dan sedikit pengetahuan tentang hewan yang dianggap evolusi dari T-rex.Â
Youtube
Youtube menjadi pilihan pertama untuk mencari referensi tentang bagaimana berternak ayam. Ternyata banyak sekali konten-konten tentang kisah sukses berternak ayam, sayangnya sedikit yang mengajarkan bagaimana berternak yang baik, mulai dari kandungan gizi yang diperlukan, kandang yang proporsional dan cara agar ayam mudah bertelur.
Sebagian besar menceritakan kesuksesan bisnis di bidang peternakan. Jarang ada yang benar-benar menceritakan prosesnya. Bukan salah peternaknya, tapi saya yakin karena kebanyakan orang "termasuk saya sendiri" cenderung menonton youtube untuk hiburan. Sehingga memberikan judul tentang kesuksesan akan lebih menarik viewer dari pada yang benar-benar memberikan pembelajaran.
Hasilnya, sedikit informasi yang saya dapatkan dari media tersebut. Malah, algoritma youtube memaksa untuk menonton lebih banyak cerita-cerita tentang kesuksesan dalam dunia peternakan dengan judul yang sangat "memotivasi" atau mungkin "menyesatkan" (pendapat pribadi). Misalnya "sukses berternak Lele raih puluhan juta dalam 1 bulan", "keluar dari pekerjaan, memilih berternak kambing capai omset puluhan juta", "berternak mentok, modal satu juta rupiah saja".Â
Semakin banyak kisah sukses yang disajikan mejadikan semakin banyak pula keinginan untuk mencobanya, hingga lupa awalnya yaitu mencari pengalaman atau pembelajaran tentang berternak ayam.
hampir saja, tersesat dalam ke-kufur-an. menganggap bahwa pekerjaan yang saya jalani saat ini adalah rutinitas yang membosankan, dengan gaji yang segitu-itu saja.Â
Tergiur dengan berbagai kisah sukses dari tontonan yang dianggap tuntunan. Imbasnya, pernah terlintas dalam pikiran untutk meninggalkan profesionalitas dalam berekerja, kemudian mendalamai dunia wirausaha yang sebenarnya masih gelap gulita.
Menata Ulang Hati dan Tujuan
Tersadar dengan kalimat "enak kamu, libur sabtu minggu, tanggal merah juga libur tapi tetap gaji bulanan".
Sekitar jam 11 malam, bercerita tentang kehidupan bersama teman-teman. Membuat saya kembali menata hati dan tujuan, sebenarnya apakah saya benar-benar akan menekuni usaha ternak ayam atau hanya tergiur mendapatkan penghasilan tambahan 10 juta dalam waktu satu bulan??
Sepertinya statement yang kedua adalah jawabanya.
Semua orang pasti paham bahwa kesuksesan tidak mungkin dibangun dalam waktu satu malam. Tidak ada kesuksesan yang instan, bahkan mie instan dengan merk "SUKSES" pun perlu proses sebelum siap disajikan.Â
Akhirnya, kembali lagi dengan prinsip bahwa berternak ayam adalah hobi, namun dengan sudut pandang yang berbeda. Ayam yang saya pelihara memiliki nilai jual dan bisa mendapatkan cuan tambahan.
Perlahan kekhawatiran itu hilang, tidak hanya terfokus pada pencapaian tapi lebih ke menikmati prosesnya sembil berjalan.Â
Sepulang kerja atau di hari libur, waktu luang yang saya miliki digunakan untuk belajar tentang ayam Bankok agar memiliki tubuh yang proporsional dan mendapatkan untung yang maksimal.
Pesimis Defensif
Sempat gundah, pilihan saat ini adalah suatu bentuk putus-asa atau pesimis. Tapi kalau dipikir-pikir lagi sepertinya bukan keduanya. Saya sebut sikap inil adalah bentuk dari pesimif defensif. Memikirkan hal terburuk guna mendapatkan hasil yang lebih baik.Â
Tentu, maksud "lebih baik" disini bukan lah hasil yang lebih banyak, melainkan mental yang lebih baik. Terkadang kesibukan pekerjaan membuat saya jenuh. Hobi menjadi salah satu jalan keluar dari kejenuhan. Ketika melihat ayam tumbuh besar dan gagah, makan dengan lahap dan berkokok dengan lantang adalah hal yang menyenangkan.
Mungkin seperti seorang yang hobi memancing, menunggu umpan dimakan dan Strike adalah puncang kegembiaraan.
Takutnya, setelah berfikir untuk terjun dalam dunia bisnis peternakan, Â karir yang sedang saya bangun dan profesionalitas yang ingin saya capai, kalah hanya dengan ambisi yang belum saya ketahui. Hasilnya, kehilangan pekerjaan dan bertambah pikiran karena mendalami dunia yang belum sepenuhnya menghasilkan.
Untuk itu, sikap pesimis disini adalah hambatan yang saya bentuk untuk mengurangi fantasi liar tentang kesuksesan dalam dunia peternakan.Â
Menata Ruang
Setelah memutuskan untuk fokus menjalani keseharian saya sebagai pekerja atau pegawai. Hasrat untuk berternak ayam dengan iming-iming 10 juta perbulan sedikit berkurang. Namun, seperti yang sebelumnya  sudah saya jelaskan "dengan sudut pandang berbeda.
Pagi sebelum bekerja, saya sempatkan untuk membuat kopi dan mengamati ayam .
Perlahan-lahan, terlintas pikiran bahwa kandang yang selama ini saya buat sepertinya kurang nyaman untuk ayam. karena terlalu kecil, akhirnya tergerak untuk membuat kandang baru yang lebih besar.Setiap Hari sebelum kerja selalu terpikirkan hal baru.
Hari berikutnya terpikirkan bahwa pakan yang saya berikan sepertinya nilai nutrisinya kurang, karena komposisinya hanya bekatul dan sisa makanan (terkadang dari tetangga). Kemudian, belajarlah cara membuat pakan alternatif yang lebih bernutrisi yaitu fermentasi dari ikan blocohan(rejek) yang saya beli dengan harga ekonimis. Ternyata ikan rijek per kilonya lebih murah dibanding bekatul.
Lebaran
Hanya dengan ngopi di pagi hari dan mengamati ayam ternyata banyak perubahan yang tidak terasa. mulai dari kandang, pakan, dan frekuensi bertelur ayam. Tidak terasi sedikit demi sedikit itu mulai nampak banyak. tanpa memikirkan 10 juta satu bulan.
Bobot ayam pun lebih cepat bertambah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, saat saya menjalani hobi ternak ayam tersebut ala kadarnya.
Menjelang Lemaran kemarin (2025), kalau bahasa masyarakat Pekalongan "Pasar Kembang Gede" artinya 1 hari sebelum lebaran. Saya coba tawarkan beberapa ayam  ke pejual atau tengkulak yang nantinya akan di bawa ke pasar. Hasilnya, di luar perkiraan, ayam yang saya ternak ternyata mendapatkan harga yang lumayan tinggi. karena bobot dan kondisi ayam yang sehat dan badanya padat.
Alhasil, terjual 30 ekor ayam mulai dari yang sudah menjadi Jago (umur 6-8 bulan) atau masih kumanggang (3-5 bulan). Memang nominalnya  tidak mencapai hingga 10 juta. Tetapi rasanya sangat senang ketika apa yang kita mulai dengan habi mendapatkan hasil yang diluar dugaan.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI