Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Beberapa Jam di Republik Lobi

20 Januari 2022   17:46 Diperbarui: 20 Januari 2022   17:49 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyela, saling menikung. Ibu itu berucap"Besok operasi. Anjuran dokter puasa sehari sebelumnya". Bisik-bisik berdasar pertalian hati menumpang bau masakan yang menerobos kaca gerai.

Menyingkir, uniform berjalan mengepak tugas. Kumpulan buyar. Para pemburu mengejar sasaran. Yang dikejar lintang pukang, merasa terusik tapi dibutuhkan. Mempercepat langkah menggenggam tali perjanjian, menuju wahana. Pemburu gelagapan, tangan terhempas kebawah, pasrah. Mereka hanya sekumpulan buih dijagat modernisasi . Tapi bukan  gelombang besar, hanya riak ombak. Yang penting rencana sudah dijalankan.

"Makan dulu!", Nenek sebelah melengking, "Habiskan! Ini capjay. Masukkan kemulutmu"
"Ora!". Pria baya menolak. Sebuah paksaan menjebol pertahanan. Capjay itu akhirnya dijejalkan kemulut. Mengudap nikmat ditengah deretan gerai resto bertampilan 'wah'. Zikir kaum pinggiran menggerayangi lobi rumah sakit. Bibir bergerak, mengunyah, mencicip, menggelontor.

"Habiskan!"
"Iya, mbok. Ini sudah mau tandas". Yang dipaksa tersenyum. Capjay itu mungkin enak? Punggung tangan mengusap mulut-licinnya minyak menempel, terhapus kemudian. Nenek tertawa. Paksaannya merubah bungkusan makanan jadi onggok terlumat.
"Buang ke tong". Sapuan matanya mencari keberadaan benda itu.
"Kae, cedhak lift", kata si nenek, "Ndang diguwak"

Bunyi wajan digesek sothil tak bisa dikendalikan. Seperti parade drum band, meluberi ruang-ruang, mendepak gendang telinga. Bau masakan sedikit-sedikit menyepak hidung. Gemuruh kompor gas memancar ditimbuli bunyi 'sreng'. Penyiksaan bahan-bahan makanan mengemuka. Untuk beberapa menit pembantaian berlangsung, sebelum disuguhkan ke pemesan.

Deretan meja ditata rapi. Kalau tidak, manajemen akan memberi teguran. Kepala-kepala menunduk. Menyiksa diri dengan gadget. Beberapa menyongsong hidangan yang dipesan.

"Kenapa tidak beli? Nggak punya uang?", Kata Roti, seraya mencibir kaum pinggiran. Sebuah sentakan tajam. Yang dicibir melotot.

Gado-gado, campuran berbagai sayuran kukus diguyur sambal kacang, berucap, "Kami makanan sehat. Belilah. Kenapa melongo? Kenyang oleh capjay murahan?"

Kopi Hati Yang Temaram, cairan hitam dijungkirbalikkan susu gadis perkotaan, membujuk, "Seruputlah. Diluar hujan. Campuran kopi serta susunya pas disuasana ini". Bau khasnya menggelinjang mengejek, "Kasihan sekali kalian, hanya berbekal air rebusan rumah"

Roti, gado-gado beserta Kopi Hati Yang Temaram berkata, "Kaum melarat menerobos meja kita. Tak tahu malu. Menyingkirlah"

"Kami butuh kenyamanan", kata si nenek, "Biarkan meja ini jadi sandaran sejenak"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun