Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Mbah Wulu

25 Oktober 2021   09:38 Diperbarui: 27 Oktober 2021   13:47 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tempat ini, hubungan antara guru dan murid bagaikan sebuah keluarga. Dimana penggemblengan jiwa dilakukan sebagai tahapan menuju pancaran cahaya Sang Maha Pencipta. Mbah Wulu sering melihat orang-orang tak kasat mata bersliweran. Hilir mudik diwilayah tersebut. Bisa pagi, sore atau malam. Tidak menganggu atau terganggu. 

Beda dimensi membuat semua terkendali.  Menatap tajam, tersenyum, menunduk memberi hormat.
"Tidak usah takut", saran mbah Wulu, "Mereka masih berproses menuju nirwana. Kalau kadang bersirobok, anggap saja rejeki nomplok". Mbah Wulu terkekeh-kekeh. "Aku sudah sering bersitatap pas malam-malam ketika memeriksa sawah. Ya, biasa saja".

"Dari sini sampai sawahnya pak Lurah, dulunya pesantren-itu kalau orang sekarang bilang. Tempat orang-orang menimba ilmu ajaran Hindu-Budha", kata mbah Wulu.

Di tempat tersebut sering ditemukan benda-benda kuno; tempayan, manik-manik, guci, peti batu. Temuan-temuan itu ada yang disimpan penduduk tapi ada juga yang di serahkan pada Balai Pelestarian Cagar Budaya(BPCB). Satu temuan yang lumayan menghebohkan adalah lumpang batu. Ukurannya cukup besar. Ditemukan dekat kali yang membelah pinggir dusun. 

Dua puluh delapan orang dewasa gagal mengangkat. Lumpang itu tidak bergeser seincipun, seperti dicor besi. Semua judeg. Tapi berkat ritual mbah Wulu dengan disabet sabut kelapa akhirnya lumpang mau dipindahkan dan diletakkan pada tempat khusus. Lumpang menjadi ikon desa. Dibuatkan rumah penanda, dengan sebutan Monumen Lumpang Mancasan.

"Mbah, pendapat sampeyan melihat gambar pembangunan Borobudur bagaimana?"

Gambar terpampang gamblang dihadapan. Mata mbah Wulu menatap lekat. "Sing mbok karepke piye?"(yang kamu inginkan bagaimana)

"Begini, mbah. Apakah gambar ini mewakili tentang kondisi jaman dulu?"

"Tidak semuanya tepat", kata mbah Wulu

"Lha rak tenan, to", sambar Dalbo sumringah. Ia merasa mendapat dukungan. Posisi duduk diperbaiki, antusias.

"Tidak tepatnya dimana, mbah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun