Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Cerita Mbah Wulu

25 Oktober 2021   09:38 Diperbarui: 27 Oktober 2021   13:47 389 3
Koran minggu dihalaman 16 memuat infografik menimbulkan perdebatan sengit dikalangan kaum lelaki dukuh Mancasan, Piyungan. Khususnya komunitas cakruk rumah pakde Darmo. Perdebatan membuncah, sebab tiap kepala mempunyai persepsi sendiri. Hal itu dikarenakan cakupan wawasan pengetahuan kurang, tapi ngeyel. Nekat digelontorkan.  

Koran yang seharusnya mencerahkan malah meniupkan prahara.

"Jelas meragukan", kata Lik Tarmin, "Masa' membangun candi begini?"

"Tukang gambarnya hanya mengira-ira. Disesuaikan daya khayalnya", tambah Dalbo, "boleh saja, tapi jangan gebangeten ngawur. Lihat, apakah pakaian mereka sesuai jamannya? Payungnya model begitu? Bentuk gerobaknya benar?  ditarik kerbau? Terlalu Absurd!"

"Gambar dibuat dengan memakai data. Pembuatnya menggunakan pendekatan historis dalam pengerjaannya", kata Sadikun menengahi.

"Historis apa? Aku nggak yakin!", sergap Dalbo

"Dulu guru sejarahku pernah membedah proses pembangunan Borobudur", lik Tarmin duduk tenang, sesekali seruput teh. "Tahapannya, setelah pondasi Kamadhatu jadi kemudian sekelilingnya dipadatkan dengan tanah sebagai jalur bagi pekerja turun naik mengangkat bongkahan batu menuju proses Rupadhatu. Terus sampai Arupadhatu. Jika selesai, tanah yang mengelilingi candi akan digerus, dibersihkan sampai tuntas. Tidak seperti gambar ini"

"Metode ngawurisasi. Lalu mencari tanah urukan sebegitu banyak dimana? Setelah selesai dikemanakan? Butuh berapa gerobak sapi atau kuda untuk mengangkutnya?", tanya Dalbo, "Guru sejarahmu sekedar memperkirakan. Wes jan ngawur tenan"

"Yo embuh. Aku hanya menceritakan kembali", ungkap lik Tarmin membela diri. Hatinya tersengat mendengar mantan gurunya disebut ngawur, "Tanjir! Celeng kirik! Sok keminter", sungutnya

Lembaran koran tergeletak siang malam. Pindah tangan, tersampir di penyangga 'T' cakruk. Dilihat oleh puluhan mata yang mampir, sekedar menengok isu yang berkembang mengenai perdebatan sengit. Mereka sesekali urun pendapat, dan akan disambar ganas bagi yang tidak sependapat.

Koran makin lecek. Tapi kelecekannya tidak mengurangi tangan-tangan mencengkeram untuk melihatnya.

Cakruk pakde Darmo, selama ini dijadikan singgahan bagi orang-orang dusun, mahasiswa, pelajar yang punya kepentingan. Pusaran itu menjadi ajang tukar pikiran yang kadang menjurus pada diskusi. Bangunan cakruk dibuat dari kayu dengan arsitek anti gempa ala pakde. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun