Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uang Merah

5 April 2020   10:56 Diperbarui: 5 April 2020   10:58 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto gratis dari PicArts

Isi surat itu menguatkan aku akan dugaanku selama ini. Logo ciptaanku digunakan tanpa ijin dan menempel pada toilet jongkok. Aku ketahui ketika kunjungan disebuah gedung pertemuan di kabupaten tetangga. Bentuk itu tidak asing. Garisnya, bahkan warna coklat pada desain itu sangat familiar. 

Namun, aku selalu mencoba memupus pikiran negatif yang menempel dibenak. Aku sudah berhasil melupakannya. Tapi di akhir tahun itu, Desember 2019, Tuhan memberikan keajaiban buatku, kedatangan Andreas.

Jalanan kian sepi setelah bakda Isya'. Biasanya, kota ini malah menggeliat jika rembang senja pergi menuju tapal batas. Namun, wabah berhasil membuat perbandingan. Maklumat Kapolri menambah tekanan pada pelaku usaha, pun di waktu malam. 

Derit rantai pada tumpukan gir menimbulkan irama kodok, mengoyak kesunyian. Gelayut sepi kian tebal seiring sorot cahaya bulan muntah dari tabirnya. Tanpa basa-basi pelukan sepi membalut sudut kota yang aku datangi. Gerai-gerai telah ditutup. 

Lampu-lampu kota dibeberapa titik dipadamkan sebagai upaya agar tidak menarik kumpulan orang, atau menambah daya mistis di tengah kondisi ini. Sweeping tiap malam dilakukan oleh aparatur negara bila mendapati kerumunan masih menyala. 

Jam sepuluh malam batas dari semua kegiatan. Tapi beberapa lainnya mematok batas diri lebih awal. Bahkan beberapa mall menutup gerainya sesuai masa KLB.

"Pak", suaraku lirih sambil menepuk tepuk tubuh-tubuh yang tergolek pulas didepan toko.

"Ada apa?", suara nestapa berpadu letih. Mereka mengeryitkan mata. Nyawanya belum terkumpul.

"Buat beli makanan, pak", kataku sembari menyodorkan  selembar uang merah.

"Alhamdulillah....akhirnya besuk bisa makan", ujar si bapak

"Memangnya sepi ya, pak?", tanyaku bodoh

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun