Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uang Merah

5 April 2020   10:56 Diperbarui: 5 April 2020   10:58 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto gratis dari PicArts

"Alhamdulillah.....", ada binar kebahagiaan pada raut wajahnya.

"Pak Jauhari adalah ayah saya"

Aku kaget. Ingatanku ditarik di tahun 1993. Masa itu menjadi ladang perjuanganku. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas(SMA) aku hijrah dari kota pedalaman Jawa Tengah melenting ke Jakarta. Hasrat ingin berhasil dalam karier meletupkan tekadku mengarungi belantara ibukota. Hingga aku melanjutkan pendidikan disebuah sekolah desain. 

Disinilah aku bertemu pak Jauhari. Hubungan kami tidak dekat, biasa saja. Hanya, namaku mencuat diantara siswa lain angkatan sebelas, karena setiap tugas aku selesaikan dengan cepat dan sesuai kriteria. Pendidikan yang aku tempuh hanya satu tahun. Di purna pendidikan, tugas akhir memaksa aku mati-matian menuntaskan dengan maksimal.

"Karya yang kalian buat bisa diambil nanti di ruang G", ujar pak Jauhari.

Diantara karyaku, ada satu yang hilang. Sebuah logo untuk produk kemasan. Tapi aku tidak permasalahkan. Sampai akhirnya aku memutuskan pulang kampung. Bekerja pada perusahaan advertising hingga meletusnya tragedi '98.

"Ini amanat dari ayah, pak". Andreas meletakkan amplop coklat didepanku.

"Apa ini?"

"Didalamnya ada surat. Bisa bapak baca"

Aku membuka amplop. Keterkejutan menyentak, kala jemariku menarik lembaran putih menyembulkan gepokan  uang merah. Aku baca surat itu......

"Ayah merasa bersalah. Ia minta maaf. Semoga bapak mau memaafkan", kata Andreas."Uang tersebut sebagai pengganti atas kekhilafannya"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun