Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menyapa Jati di Hutan Donoloyo

1 Juni 2019   11:04 Diperbarui: 2 Juni 2019   17:57 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaan saya di hutan Donoloyo pada Jum'at siang-11 Januari 2019 kemarin-usai sholat disebuah masjid di Purwantoro hanyalah sekedar napas tilas. 

Sekitar pertengahan 2008 saya bersama rombongan dari Solo mengantarkan sepasang pengantin yang baru menikah kembali ke Ponogoro Jawa Timur-mereka akhirnya menetap disana. 

dokpri
dokpri
Usai acara dan kembali, salah seorang dari kami mengapungkan hasrat ingin mengetahui keberadaan hutan Donoloyo yang legendaris. Legendaris? Buat masyarakat Soloraya, Donoloyo merupakan ikon tersendiri serta tarikan sejarah.

Siang itu, langkah kakiku menyusuri beberapa jengkal tanah yang dulu pernah tergores. Sunyi, sesekali kicau burung memercik berdentingan. Setelah sebelumnya beringas motorku membelah jalan yang memotong tajam ditengah hutan penghubung dua bebunyian dusun. 

Ada hirupan kenang menatah pikiran. Jejeran tonggak jati menyiratkan guratan periode waktu. Sejarah tanah jawa mampir ikut tercetak dikawasan hijau ini. Kalau dilihat gurat dibeberapa tonggaknya menyimpan cerita unik.

dokpri
dokpri
Pandanganku menyisir aneka pernik yang betebaran tanpa perintah. Nuansa kecoklatan, kehitaman, bersekutu dengan aroma segar kehijauan menumpuk berpelukan.Gemerisik dedaunan meletup lirih efek sepakan sang bayu berbasis suara alam. 

Daun jati tampil apa adanya. Ada yang berlubang, terkikis pinggirnya menjadi makanan serangga. Tetabuhan guntur dilangit selatan bertingkah cadas manakala langkah kakiku beradu dengan tanah lembek. Hujan kemarin mengakibatkan tanah berubah daya. Menjadi lumpur merupakan keniscayaan, itu jika tapak sepatumu menekan diatas. 

Aku jongkok dengan satu dengkul menyentuh tanah. Mengamati dari dekat sebuah pohon jati tumbang dengan lubang mengangga. Tapak tangan mengusap pelan, mencoba merasakan derita dari masa yang telah ia lewati. Tua. Serangga aneh hinggap mendekat. Tak ada takut.

dokpri
dokpri
Hutan Donoloyo bagi para pemilik usia tua serta penggemar akan cerita-cerita masa lalu selalu menarik untuk dibicarakan. Benarkah? Yap, Hutan Donoloyo pasti dihubungkan dengan sejarah masa lampau, diantaranya keberadaan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Almarhum ibu saya, dulu ketika kami masih kecil mempunyai kebiasaan bercerita. 

Nah, diantaranya hubungan antara karaton Surakarta dengan hutan Donoloyo. Lewat pituturnya, ternyata kayu untuk membangun Karaton diambil dari hutan Donoloyo.Tak aneh hal-hal mistis menyelubungi diantara mereka. 

Konon, setiap tonggak jati mempunyai "pengawal". Maka tak heran, ketika pihak karaton mau menggunakannya harus diawali dengan ubo rampe sebelum menebangnya. Sesaji adalah pasti. Ibarat transaksi dipasar, ada uang ada barang. Begitupun dalam hal tersebut.

Hal sama juga dilakukan pihak Mangkunegaran tatkala membangun Pendopo Mangkunegaran di masa Mangkunegoro II tahun jawa 1731 atau 1804 Masehi. Kayunya diambil dari pohon jati hutan Donoloyo dalam bentuk gelondongan utuh dibawa melalui sungai bengawan Solo.

dokpri
dokpri
Konon, dalam perang kemerdekaan mempertahankan Republik Indonesia, perang gerilya yang dicanangkan Jenderal Soedirman membawa pasukannya hingga sampai hutan ini. Menjauhi pusat pemerintahan di Jogjakarta karena class ke II.

Taktik perang ini merupakan siasat beliau agar eksistensi republik ini menyala abadi. Sambil menghindari incaran pesawat terbang Belanda yang mencoba membabat habis gerilyawan TNI(Tentara Nasional Indonesia). 

Lebatnya hutan Donoloyo membuat kesulitan pesawat Mustang Belanda. Mereka hanya sanggup patroli saja sesekali berondongkan peluru sekenanya alias asal-asalan. Frustasi.

dokpri
dokpri
Melihat kondisi hutan Donoloyo sekarang, banyak menimbulkan tanya bila dihubungkan dengan kisah-kisah masa lalu. Misal, bagaimana teknik yang digunakan ketika membawa kayu gelondongan sebesar itu ketika alat transportasi masih minim? Lingkar batangnya saja butuh 5 orang dewasa untuk memeluknya dengan rentang tangan.

"Kan sudah banyak yang mengatakan lewat sungai Bengawan Solo"

Disekitar situ saya hanya melihat aliran sungai kecil saja. Itupun airnya tidak dalam, bahkan bisa dikatakan mirip selokan.

"Mungkin dipotong-potong dulu agar mudah bawanya"

Banyak yang mengamini kalau bawanya dalam bentuk log/gelondongan tanpa perlu pembuktian.

"Kondisi dulu, mungkin sungai yang dekat Donoloyo itu lebar dan dalam. Seiring dengan perubahan alam sekitar membuatnya menjadi dangkal. Bisa saja kan?"

yakin?

"Dasar manungso ngeyelan! Iso ugo dibantu baureksone alas. Ora percoyo?!" (dasar manusia keras kepala! Bisa juga dibantu "penunggu" hutan. Tidak percaya?!)

Ada juga yang bilang, masjid Demak dijaman wali dibuat juga menggunakan kayu dari hutan tersebut. Butuh waktu berapa tahun? cara mengangkutnya?

"Kalau itu sudah masuk kategori supranatural. Para wali itu diberi karomah atau kekuatan dalam melakukan hajatan yang tidak sama dengan kita-kita. Jaman dulu, orang selevel wali itu prihatinnya besar. Mereka biasa tirakat, mendekatkan diri dengan Sang Maha Kuasa. Tidak seperti manusia era sekarang yang nafsu dunianya dikedepankan. Tak heran ucapan serta raganya berbalut kesaktian. Contoh kecil, buah kolang-kaling dipegang langsung jadi berlian, apalagi hanya membawa kayu gelondongan dari Donoloyo. Itu mah enteng"

Kalian percaya? Jangan taklid cerita masa lalu.

"Om, tidak usah buat gaduh. Dadi uwong ojo seneng maido. Rasah waton suloyo. Opo kepingin dibuly?" (om, tidak usah buat gaduh. Jadi orang jangan suka tidak percayaan. Tidak usah bikin pertikaian. Apa mau di buly?)

dokpri
dokpri
Pertanyaan demi pertanyaan timbul silih berganti, sedang jawaban pasti belum muncul dan perlu diuji, padahal dilangit selatan guntur kian keras teriakannya. Bertalu-talu memprovokasi aku untuk segera meninggalkan kawasan hijau tersebut.

Kuhidupkan motor supaya jejakku tercetak lagi dikawasan ini. Akhirnya kutinggalkan areal hutan itu dengan masih membawa pertanyaan selalu. (Selesai)

dokpri
dokpri
Catatan kaki:
Hutan Donoloyo masuk wilayah dusun Watusomo kecamatan Slogohimo kabupaten Wonogiri.
Jika kalian ingin mengunjunginya bisa menggunakan bus jurusan Solo-Purwantoro. Nanti bilang saja sama kondekturnya untuk turun di gerbang desa menuju Donoloyo.

Bagi yang gemar memotoran malah lebih enak lagi. Petunjuknya jelas. Jika kalian sudah sampai di Wonogiri, ambil rute arah Purwantoro. Telusuri saja hingga sampai Slogohimo. Kalau sudah melihat pertigaan yang ada SPBU Slogohimo, tandanya sudah kian dekat. Lanjutkan ke arah timur, pelan-pelan saja, nanti ada plang petunjuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun