Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rotan Berkerut Kalut

21 Juni 2018   09:22 Diperbarui: 21 Juni 2018   09:39 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay.com)

Waktu kian massif memejam. Dipencahayaan ultra wayang suket pentas tanpa dalang-almarhum-Ki Slamet gundono, dua batang suket menari super ego. Jelalatan tanpa benang. Langit pelahan-lahan berjingkat menepi.

Kerudung binal keluar gemulai menebar pesona mata. Ditangannya tertenteng bungkusan plastik hitam. Kelompok lima terperangah melihat lekuk sosok dihadapan mereka.

"Pesanan dari dalam". Kalimat pendek bertabur seringai mawar berduri tajam. Bungkusan digeletakkan  diatas meja pos penjaga. Tanpa jeda lama ia terbang cepat menaiki taksi yang dari tadi menunggu terkantuk-kantuk.

Berebut. Semua ingin yang pertama mengetahui kiriman dari pak tua Andalas. Bungkusan terbuka menantang. Selembar kertas menyembul duluan bertuliskan: Pembalasan Dari Pemilik Kedaulatan! Dibawahnya tergeletak rotan berkerut terpotong melengkung. Edan! Mutilasi eksotis!

Geger. Gemuruh kehebohan meledak dipelataran penginapan. Teriakan tanpa irama menyentak diujung fajar seperti gajah gaduh membangunkan sang pawang. Pak tua telah di-mayang prasetyo-kan. Kelompok lima muntah-muntah habis tandas tanpa sisa. Mereka dijadikan saksi atas kasus ini. Gelagapan dicerca puluhan pertanyaan. Stress, tertekan pasrah melingkupi wajah.

Wacana pembentukan pansus guna menyelesaikan kasus dibentuk. Apa-apaan ini? Korban mutilasi adalah anggota parlemen. tepatnya pak tua adalah senator di gedung kura-kura. Koleganya tidak terima atas perlakuan yang menimpa karib mereka. 

Ini negara hukum, semua harus diletakkan pada aturan hukum. Tapi kenapa harus dibentuk pansus? Bukankah ada aparatur polisi? Anggota dewan mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan kasus ini. Apa sih yang tidak bisa dilakukan oleh anggota dewan di republik ini? Penyidik dipaksa untuk angkat tangan seolah-olah tak sanggup bekerja. Dibawah sorot media massa pansus bekerja siang malam bak mesin pabrik.

Tanpa metode jelas serta tanpa niat ikhlas(mana ada sih senator yang ikhlas?) nir tongkat penyangga bak menggantang asap. Pansus hanya ajang komersialisasi. Ini semua permainan. Republik ini telah dibuat main-main. Pembentukan pansus adalah bentuk kekalapan para senator.

Akar rumput geram. Gigi gemelutuk tangan mengepal. Kedaulatan rakyat dipermainkan.

"Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk"(QS.2:16)

Selarik warna jingga terpampang buram diufuk timur bukti sang fajar tekun menunaikan tugas. Geguritan hidup berkah takdir bagi anak-anak bumi. Sementara langit tetap mengawasi, mencatat sejarah manusia. Dimanapun dan kapanpunSelesai]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun