Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Lelaki di Bawah Kerlip Bintang

17 Mei 2018   13:02 Diperbarui: 17 Mei 2018   23:06 2755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay.com)

Seekor cheetah tidak akan mampu berlari sekencang itu. Tapi buat lelaki itu, sebuah dorongan mampu menghasilkan kekuatan sedemikian dahsyatnya. Air mata ketakutan terus mengikuti dibelakang.

"Agiman! Operasi kita belum selesai. Kenapa lari!"

"Agiman!.. Agiman!"

Panggilan dari rekan-rekannya gagal menghentikan dahsyatnya tusukan wajah gadis kecil yang bersimbah air mata. Lelaki itu, yang dipanggil Agiman, semakin melebarkan jarak loncat. Tubuhnya bergetar, keringat mengucur deras berkilauan oleh kerlip bintang dilangit Tuhan....

Kejahatan telah dilakukan. Mereka bisa saja berkilah, walaupun dibungkus emas setebal lapisan bumi. Kejahatan tetaplah kejahatan. Padahal Tuhan tidak suka melihatnya umat-Nya berbuat kerusakan di bumi.

Kata Jihad telah menyihir seseorang jadi kumbang dengan sungut patah. Akibatnya, cara terbang serampangan karena tangkapan sinyal tak beraturan, acak-acakan mirip semak belukar pinggiran sungai.

***

Disuatu malam disebuah warung gudeg di kota Solo bagian selatan, lelaki itu bertemu kawannya yang dulu sama-sama bekerja di perusahaan mebel. Seperti kebiasaan dalam perjumpaan, menanyakan kabar tentang diri mereka.

Dunia mereka telah mengalami turbulensi. Kejayaan masing-masing telah mengikuti takdir-Nya. Fluktuasi pasar menjadi cerita suram atau mungkin ujian bagi kehidupan mereka.

Tangan lelaki itu sudah bertahun-tahun tidak memegang ampelas. Hidungnya tak membaui lagi cairan pernis. Kayu bersama bau khas yang biasanya menari-nari mengisi lubang hidung-berbentuk perabotan rumah tangga-telah diberangus malaise pasca kerusuhan '98.

Lelaki itu menjabat tangan kawannya. Bercerita panjang sambil menikmati suap demi suap nasi gudeg. Ragam masalah menjadi bahan obrolan hingga topik politik bersambung agama. Malam itu dibawah kerlip bintang, Ramadhan-hari ke delapan- telah mempertemukan mereka dalam kondisi datar. Tak ada gumpalan awan. Bersih licin bersinar bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun