Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Money

Quo Vadis Ekonomi Koperasi NTT

16 Juli 2012   11:54 Diperbarui: 11 Desember 2017   11:53 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Mungkin tidak banyak orang mengetahui, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah peringatan hari koperasi pada tahun 2012 ini. Delegasi dari 20 lebih negara telah mendatangi Mataram pada tanggal 22 – 25 Mei 2012. Propinsi Nusa Tenggara Barat yang telah ditunjuk pemerintah sebagai pusat peringatan hari koperasi internasional tahun 2012 ini. Penunjukan tersebut tentu punya alasan tersendiri walau mungkin disertai pertanyaan atau rasa heran. Apakah koperasi di Indonesia memang telah menjadi teladan bagi dunia?

Menurut Syarifudin Hasan, Menteri Koperasi dan UKM, ada tiga alasan mengapa Nusa Tenggara Barat ditunjuk sebagai tuan rumah perayaan akbar International Year of Cooperative 2012 (IYC 2012), yang pertama, pertumbuhan koperasi di propinsi tetangga itu tertinggi di Indonesia, kedua, tahun 2011 NTB menjadi propinsi penggerak koperasi Indonesia dan yang ketiga, NTB akan menjadi tuan rumah hari koperasi nasional 2013. Lebih lanjut, Syarifudin Hasan mengatakan penunjukan Indonesia sebagai tuan rumah International Year of Cooperative 2012 (IYC 2012) dengan tema Cooperative Enterprises Build a Better World ini disebabkan koperasi di Indonesia telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, membuka lapangan pekerjaan, menurunkan tingkat kemiskinan dan meningkatkan kemakmuran masyarakat.

Secara statistik, jumlah koperasi di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 188.181 unit dengan jumlah anggota 38 juta anggota. Total aset pada tahun 2011 menembus Rp 2,25 triliun atau meningkat 250 persen menjadi 72,48 persen dibanding tahun 2007. Sisa Hasil Usaha (SHU) tahun 2011 sebesar Rp 63 triliun atau meningkat 50 persen dibanding tahun 2007 sebesar Rp 31 triliun. Sebagaimana disampaikan Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia per 31 Desember 2010 yakni sebanyak 259.940.857 jiwa (Kompas.com, 19 September 2011). Artinya, penduduk Indonesia yang menjadi anggota koperasi baru mencapai 15 persen. Demikian pula dengan Nusa Tenggara Timur, Badan Pusat Statistik NTT merilis jumlah penduduk NTT pada tahun 2009 mencapai 4,6 juta jiwa. Sedangkan jumlah anggota koperasi per 31 Desember 2009 sebanyak 466.187 anggota. Artinya, yang menjadi anggota koperasi baru mencapai 10 persen. Itu pun belum termasuk anggota ganda. Sebagai uji analisa, berdasarkan data lima puskopdit di NTT tahun 2011, jumlah anggota koperasi sebanyak 255.516 anggota (Majalah PICU No.7/Th.2). Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk NTT sebanyak 4.679.316 jiwa (data BPS NTT) maka hanya sekitar 5 persen dari jumlah penduduk yang menjadi anggota koperasi. Nah, sampai pada titik ini kesadaran ber-koperasi masyarakat kita masih perlu dibangkitkan walau di lain sisi kita mungkin bangga dengan Kopdit Obor Mas, Maumere yang menjadi lima besar koperasi Indonesia yang masuk skala internasional (Tribunnews.com, 13 Juli 2012). Paling tidak, mengharumkan nama NTT.

Sejalan dengan tema besar International Year of Cooperative 2012 (IYC 2012) yakni Cooperative Enterprises Build a Better World semestinya menjadi roh kebangkitan gerakan koperasi kredit di Indonesia atau NTT pada khususnya. Mengapa? Sebab koperasi bukan hanya bisnis keuangan. Koperasi bukan pula usaha simpan dan pinjam semata. Koperasi sebagai organisasi ekonomi kerakyatan yang berbasis komunitas. Ada tiga tiang utama yang menopangnya yakni pendidikan, swadaya dan solidaritas.

Pendidikan

Paulo Freire menguraikan secara jelas bahwa hanya dengan pendidikan yang mampu membebaskan manusia dari ketertindasannya dan F. W Raiffeisen, Bapak Koperasi Kredit menegaskan bahwa, kemiskinan adalah akibat dari cara berpikir yang keliru (Bdk. Credit Union: Kendaraan Menuju Kemakmuran, 2012). Hal yang sama digarisbawahi oleh Mohammad Yunus, penerima nobel tahun 2006 dari Bangladesh. Kemiskinan disebabkan kegagalan tingkat konseptual (pola pikir) bukan karena ketidakmampuan manusia. Pandidikan anggota bertujuan untuk mengubah pola pikir yang keliru bahkan salah. Pendidikan membangun watak anggota. Pendidikan mampu membuka kesadaran kritis dari pergumulan realitas sosial dan budaya masyarakat kita.

Salah satu contoh realitas sosial dan budaya masyarakat kita adalah pesta. Di NTT terlalu banyak pesta, mulai dari kelahiran anak, ulang tahun, pertunangan sampai pada pernikahan juga ada pesta. Sekolah atau kuliah anak ada pesta. Ada pesta wisuda anak. Tren ini pula hadir dalam urusan keagamaan. Ada pesta permandian anak, penerimaan komuni pertama (sambut baru), tabisan imam baru, dan syukuran  perak atau emas imamat. Semuanya tidak sedikir menelan banyak biaya. Budaya konsumtif masih melekat kuat dalam masyarakat kita.  Nah, bagaimana bisa kita bisa membangun dunia yang lebih baik (build a better world) kalau kita masih terperangkap dalam lingkaran budaya seperti ini. Pendidikan bukan untuk menghilangkan dan memusnakan realita sosial budaya semacam ini melainkan meminimalisirnya. Koperasi hadir menawarkan alternatif solusi sebagai sarana untuk memperkecil budaya konsumtif seperti itu.

Swadaya

 Secara etimologis, kata swadaya berasal dari dua kata, “swa” dan “daya”. Kata “swa” berarti sendiri dan “daya” berarti kekuatan atau usaha. Jadi, kata swadaya mengandung makna kekuatan atau usaha sendiri, mandiri, dan tanpa tergantung dari pihak lain. Tak dapat dipungkiri, tidak jarang budaya “mengemis” masih merajalela. Kita masih mengharapkan aliran dana dari pemerintah, donatur dan investor untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Tak ketinggalan LSM dan Gereja pun “berkubah” dalam lumpur mencari keuntungan yang sama, hanya mengatasnamakan sosial dan umat. Pemerintah, LSM dan Gereja lupa bahwa “kemiskinan hanya bisa diatasi oleh orang miskin itu sendiri”.

Sekiranya, koperasi dengan semangat swadayanya menawarkan solusi ini, “kemiskinan hanya bisa diatasi oleh orang miskin itu sendiri”. Dengan demikian, orang mau masuk menjadi anggota koperasi tidak pernah akan bertanya, lembaga luar mana yang jadi sponsor? Bukan koperasi kalau dana dari luar (pemerintah) mencapai Rp 334.536.466.000 sedangkan modal sendiri hanya Rp 331.648.752.119 (bdk. Data Dinas Koperasi NTT tahun 2010). Prinsip swadaya dalam koperasi kredit mengandung arti modal hanya berasal dari anggota. Dengan demikian, yang menjadi investor adalah anggota itu sendiri. Peran pemerintah, tidak lebih hanya dalam tataran regulasi dan pengembangan SDM yang unggul dan profesional.

Solidaritas

 Sekjen PBB dalam International Year of Cooperative 2012 memberikan pesan universal. Baginya, cooperative are a reminder to the international community that it is possible to pursue both economic viability and social responsibility. Koperasi tidak hanya mengejar kelayakan hidup secara ekonomis tetapi juga memberikan tanggung jawab sosial. Semboyan yang terus dihidupkan anggota koperasi adalah “kau susah aku bantu, aku susah kau bantu”. Tidak jarang, koperasi menjadi hancur karena “kau susah aku bantu, aku susah kau lari”.

 Landasan dasar solidaritas ini adalah kepercayaan (credere). Tanpa memiliki rasa saling percaya di antara anggota, koperasi menjadi gulung tikar.

 Akhirnya, sampai di sini muncul pertanyaan reflektif. Mampukah kita keluar dari pergulatan sosial dan budaya yang kian menjerat? Mampukah kita berdiri dengan kekuatan ekonomi sendiri tanpa campur tangan pihak ketiga? Dan masih adakah semangat solidaritas? Sekiranya, makna yang terkandung dalam tiga pilar koperasi kredit juga menjadi roh yang mengobarkan gerakan ekonomi masyarakat kita sebab hanya pendidikan yang mampu membuka dan mengubah pola pikir menuju arah kemandirian ekonomi berdasarkan semangat solidaritas dan gotong – royong.

Oleh Roman Rendusara/Staf Puskopdit Flores Mandiri, Ende

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun