Bu Siti: “Yang penting petisnya harus asli dari udang rebon, jangan yang campuran. Saya juga selalu goreng tahu pakai minyak baru supaya rasanya gurih dan tidak tengik.”
Saya: “Apakah ada perubahan selera pelanggan dari dulu hingga sekarang?”
Bu Siti: “Kalau dulu orang suka yang rasanya kuat dan asin, sekarang banyak yang minta agak manis. Jadi saya sesuaikan, tapi tetap pakai resep asli.”
Saya: “Bagaimana pendapat Ibu tentang tahu petis sebagai kuliner tradisional?”
Bu Siti: “Tahu petis itu sudah jadi bagian dari budaya kita. Harus dijaga, jangan kalah sama makanan modern. Kalau kita lestarikan, anak muda juga bisa tahu makanan khas daerahnya sendiri.”
Kesimpulan
Tahu petis bukan sekadar jajanan sederhana, tetapi simbol kearifan lokal dan kreativitas masyarakat pesisir Jawa. Melalui tangan-tangan terampil seperti Bu Siti, kuliner ini tetap hidup dan dicintai lintas generasi. Di tengah maraknya makanan cepat saji, tahu petis hadir sebagai pengingat bahwa cita rasa tradisional Indonesia tetap tak tergantikan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI