Mohon tunggu...
Rois Alfauzi
Rois Alfauzi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Magister Ilmu Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Penulis merupakan mahasiswa S2 Konsentrasi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Relasi Agama dan Negara di Indonesia Dilihat dari Legalitas Perbankan Syariah

18 Januari 2021   18:16 Diperbarui: 18 Januari 2021   18:26 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Latar Belakang

Indonesia mempunyai model agama sebagai semangat bernegara, Indonesia tidak menganut kepada agama tertentu, namun negara berdasar pada prinsip ketuhanan, dan negara memberikan jaminan kebebasan beragama pada warganya, membahas relasi agama dan negara dalam konteks Indonesia pada perkembangan awalnya tidak mungkin melupakan tokoh semacam Cristian Snouck Hurgronje pencetus teori receptie, Van den Berg pencetus teori reception in complexu dan Hazairin pencetus teori receptie exit, dalam beberapa praktik hukum masyarakat ditemukan parktik yang berdasarkan kepada syari’ah Islam. 

Masyarakat bertindak dalam praktik hukum seperti perkawinan, waris, jual beli dan beberapa lainnya menggunakan syariah Islam sebagai dasar hukumnya.[1] Pengambilan teori Cristian Snouck Hurgronje masih dilanjutkan hingga kini dengan serangkaian pengaturan hukum dalam bentuk perundang-undangan formil yang diadopsi dari warisan kekuasaan Belanda secara konkordinasi. syariah Islam hanya memilki wilayah pengaturan selama ditentukan dan diberikan kewenangan oleh undang-undang resmi buatan negara. Sementara wilayah lain, pengaturan hukum masih menjadi kewenangan hukum negara yang tidak mengadopsi syariah Islam, dalam hal ini hukum penguasa kolonial Belanda.[2]

Demi terwujudnya penegakan hukum yang berkeadilan maka diperlakukan lembaga penegakan hukum yang memadai. Dalam hal penegakan hukum di Indonesia, Peradilan Agama merupakan salah satu lembaga penegakan hukum atau badan peradilan yang melakukan tugasnya diberikan oleh undang-undang yang dikhususkan bagi orang yang beragama Islam atau yang menundukan diri pada hukum Islam secara sukarela yang dimulai dengan proses penerimaan, pemeriksaan, proses mengadili, dan menyelesaikan perkara yang tertera dalam Pasal 49 sampai Pasal 53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.

Perubahan Undang-Undang Peradilan Agama pada tahun 2006 memberikan konsekuensi kepada Peradilan Agama yaitu dengan memberikannya untuk menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan perkara perdata berupa sengketa ekonomi syariah yang meliputi sengketa bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksa dana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah dll.[3] Meskipun kewenangan Pengadilan Agama dalam menangani sengketa ekonomi syariah yang telah tertulis secara eksplisit dalam Pasal 49 UUPA dan pesatnya pertumbuhan Perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah (LKS) tidak serta merta memperbanyak sengketa ekonomi syariah yang dibawa ke Pengadilan Agama.

Perbankan merupakan salah satu dari lembaga keuangan yang mempunyai peran dan fungsi yang secara strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga perbankan ialah perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana (lack of funds). 

Praktek perbankan bukanlah merupakan aktifitas perekonomian asli Indonesia namun sebuah praktek perekonomian yang diperkenalkan oleh Belanda lewat VOC kepada bangsa Indonesia yang waktu itu disebut Hindia Belanda. Perusahaan yang benar-benar resmi didirikan untuk menjalankan usaha bank yakni NV De Javasche Bank, bank ini didirikan berdasarkan Besluit Nomor 28 tangal 11 Desember 1827 mengenai Octrooi Reglement voor De Javasche Bank.[4]

Pada awal keberadaannya di Indonesia praktek perbankan mendasarkan operasionalnya pada sistem bunga. Praktek perbankan yang telah bertumpu pada bunga tersebut dirasa bertentangan dengan keyakinan keagamaan umat Islam di Indonesia yang notabenenya sebagai mayoritas. Sistem bunga ini hampir identik dengan sistem riba yang keharamannya tidak diragukan lagi.[5]

Eksistensi dari perbankan yang sangat penting dan strategis bagi kehidupan bangsa menjadikannya tidak dapat lepas dari keterlibatan negara yang mengaturnya. Setelah Indonesia merdeka berbagai produk hukum yang mengatur perbankan sudah dihasilkan, baik dalam bentuk Undang-undang, Perppu, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Bank Indonesia. Kemudian berbagai produk hukum tersebut dijadikan dua kelompok yakni yang secara spesifik mengatur Bank Indonesia selaku bank sentral dan mengatur perbankan secara umumnya.

Awal pertumbuhan ekonomi Islam ditandai dengan pendirian bank Islam atau bank syariah, maka praktik ekonomi Islam yang ada di Indonesia ditandai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada Tahun 1991, saat itu belum memakai nama Bank Syariah tetapi sebagai bank bagi hasil, karena belum ada payung hukum yang menjadi naungan berdirinya bank syariah di Indonesia.[6] Kemudian baru beroperasi tahun 1992 sebab landasan secara yuridis perbankan syariah baru benar diperoleh ketika UUP 1992 disahkan pada 25 Maret 1992, 

akan tetapi pengakuan akan keberadaan perbankan syariah masih bersifat samar-samar oleh karena kecuali redaksi yang dipakai tidak tegas dan eksplisit, jumlah normnaya yang ada terbatas.[7] Selanjutnya  diikuti dengan pendirian Bank Umum Syariah lainnya, Pemebentukan Unit Usaha Syariah oleh bank konvensional dan pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pengaturan tentang kegiatan perbankan syariah pertama kalinya diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan penyebutan istilah “bank berdasarkan prinsip bagi hasil” tanpa memberikan definisi dari prinsip bagi hasil tersebut, kemudian istirlah tersebut dijelaskan dalam PP No. 72 Tahun 1992.[8]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun