Beberapa negara Arab mulai cemas dan memperkuat pertahanan mereka. Presiden AS mencoba meredam dengan diplomasi, namun juga mengirim kapal induk ke Teluk Persia. Presiden Iran menyebut ini sebagai "tindakan provokatif", sementara Perdana Menteri Israel menegaskan "Israel akan mempertahankan dirinya dengan segala cara."
Pertanyaan besar muncul: Apakah mereka bisa berdamai?
Jawabannya tidak mudah. Iran tidak mengakui eksistensi Israel sebagai negara. Israel tidak akan menerima keberadaan musuh bebuyutan dengan senjata nuklir. Perdamaian bukan sekadar duduk di meja perundingan ini tentang kepercayaan, sejarah, dan luka lama yang belum sembuh.
Namun apakah dunia akan membiarkan konflik ini berujung pada Perang Dunia Ketiga? Banyak pengamat menganggap bahwa jika negara-negara besar ikut terseret, terutama karena aliansi militer dan kepentingan minyak, maka kemungkinan besar perang bisa meluas. Beberapa bahkan mengaitkannya dengan tanda-tanda akhir zaman.Â
Ketika bangsa-bangsa besar berkumpul di Timur Tengah, dan Yerusalem menjadi titik konflik, sebagian orang melihat ini bukan sekadar politik, tapi nubuat.
Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 14.000 jiwa melayang akibat konflik langsung maupun tak langsung. Sebagian besar korban adalah warga sipil anak-anak, perempuan, dan mereka yang tak berdosa. Gaza menjadi ladang kematian, Suriah menjadi reruntuhan, dan Lebanon di ambang kehancuran ekonomi total.
Siapa dalang dari semua ini? Sulit menunjuk satu pihak. Beberapa mengatakan ini hasil adu domba geopolitik besar antara Barat dan Timur, antara ekonomi dan agama, antara bisnis senjata dan hasrat kekuasaan. Ada juga yang melihatnya sebagai pertarungan antara ideologi Islam revolusioner dan nasionalisme Yahudi. Tapi yang jelas, rakyatlah yang menjadi korban dari ego para penguasa.
Setiap ledakan di Gaza, setiap roket di Haifa, setiap serangan drone di Isfahan, menyisakan pertanyaan pilu: Apakah nyawa manusia memang tak berarti dibanding kekuasaan?
Para pemimpin dunia terus memberikan pernyataan. Ada yang berharap, ada yang mengecam, ada pula yang hanya diam demi kepentingan dagang. Presiden Prancis menyerukan gencatan senjata global.Â
Presiden Indonesia menyampaikan keprihatinan dalam forum PBB. Paus di Vatikan menangis dalam doa. Tapi bom tetap meledak, dan darah tetap mengalir.
Apakah ini akan terus menjadi cerita kelam dalam sejarah dunia? Ataukah akhirnya akan ada titik balik menuju perdamaian?