Saat pengumuman SNMPTN tiba, Nurhasanah menjerit histeris....."Alhamdulillah ya Allah....bapaaaaak....aku kelompok pak! " Ia diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Pak Jumin tak mengerti sepenuhnya bagaimana sistem seleksi itu bekerja. Tapi saat putrinya memeluknya sambil menangis, ia tahu satu hal: mimpinya sedang terwujud.
"Bapak cuma bisa antar sampai gerbang," katanya kala itu, mengantarkan Nurhasanah ke kos-kosan dengan sepeda motor tua pinjaman tetangga. "Selebihnya, kamu yang harus berjuang." Katanya. "Nduk..... Welingku.. Ojo lali sholat, bar sholat terus ngaji... Lagi sinau....! " Kata pk Jimin menasehati anaknya. "InsyaAllah dunia akherat... Awakmu sukses nduk.....! " Sahutnya. " Njih... Pak.... Maturnuwun doa lan pangestu nipun...! " Jawab Nurhasanah sambil mencium tangan bapaknya.Â
Antara Kos, Online Shop, dan Perjuangan Bertahan
Kehidupan kuliah tidak semudah bayangan. Biaya hidup di Semarang kerap kali membuat Nurhasanah kebingungan, apalagi saat harus membayar iuran listrik dan air kontrakan. Suatu ketika, saat hampir tidak sanggup membayar uang kos, ia memberanikan diri mengutarakan kesulitannya kepada pemilik kontrakan, seorang ibu paruh baya yang tinggal bersebelahan dengan anaknya yang juga mahasiswa.
Alih-alih diusir, ibu pemilik kontrakan justru tersenyum. "Kalau kamu mau bantu-bantu bersihin rumah dan bantu jaga adik saya yang difabel, kamu boleh tetap tinggal. Bayarnya nanti-nanti saja." Sejak saat itu, Nurhasanah pun membantu pekerjaan rumah tangga, menyapu halaman, mencuci piring, bahkan menjaga anak si ibu kost yang duduk di bangku SMP.
Tak cukup sampai di situ, Nurhasanah melihat peluang lain: membantu teman kosnya yang menjual barang-barang kecantikan branded secara online. Ia ikut mempromosikan, mengelola pesanan, dan memanfaatkan media sosial untuk menjangkau pembeli. Tak disangka, jualan itu cukup membantu biaya makannya sehari-hari.
"Sambil belajar tentang tubuh manusia, aku belajar juga tentang bagaimana hidup mandiri," ujarnya suatu kali. Dari menjajakan serum wajah dan lip tint, Nurhasanah mampu membeli buku, pulsa internet, bahkan sedikit demi sedikit menabung.
Ketika Jas Putih Itu Disematkan
Delapan tahun kemudian, pada sebuah pelantikan dokter muda, seorang gadis berdiri dengan bangga. Namanya kini disandang dengan gelar di belakangnya: dr. Siti Nurhasanah. Di antara kerumunan keluarga yang membawa bunga dan kamera, tampak seorang lelaki tua berdiri sendiri, memeluk helm dan topi capingnya. Ia hanya tersenyum tanpa kata.