Kenapa Harus Menulis?
Menulis sebagai Napas Kehidupan, Refleksi Diri, dan Warisan untuk Dunia
Oleh: Rohmad  Kontributor Kompasiana, Penulis di Joglo Pos, Majalah Cakrawala, dan Media Bhayangkara. Ilustrator di Prima Grafika 27, Pegiat Literasi, dan Penulis Antologi Pantun 1000 Guru se-ASEAN.
Ketika Kata Menjadi Nyawa
Di dunia yang bergerak cepat, penuh narasi dan distraksi, menulis menjadi cara kita menyalakan lentera dalam gelap. Ia bukan sekadar aktivitas, tetapi napas dari sebuah proses berpikir, merasakan, dan menyampaikan.
Menulis adalah perlawanan terhadap ketidakpedulian, sekaligus perwujudan cinta terhadap ilmu, manusia, dan peradaban.
Saya, Rohmad, memulai perjalanan menulis dari kecintaan terhadap bahasa dan kegelisahan akan realita. Berangkat dari cerpen di majalah cakrawala, Joglo Pos, opini di Kompasiana, ilustrasi di Majalah Visual dan Prima Grafika 27, hingga karya bersama pegiat literasi nasional dalam Antologi Pantun 1000 Guru se-ASEAN. Dari proses itu saya belajar: menulis adalah cermin diri, ruang edukasi, dan jalan perubahan.
Kenapa Kita Harus Menulis?
1. Menulis Itu Mendidik Diri Sendiri
Bagi saya, menulis adalah proses menyusun ulang dunia dalam pikiran kita. Ia melatih kita berpikir jernih, menyaring informasi, mengolah emosi, dan menyampaikan secara runtut. Saat menulis, kita belajar memahami, bukan hanya menghafal. Maka dari itu, menulis adalah proses pendidikan tertinggi untuk diri sendiri.
2. Menulis Itu Menghidupkan Nilai-Nilai