Malam itu, dengan tas berisi pakaian dan seragam, Ari berjalan menyusuri jalanan kota.
Sampai larut malam, ia hanya d termenung si emperan toko. Hatinya berkecamuk, apa salah dan dosaku hingga mama begitu jahat padaku bahkan ayah ikut memarahi dan membenciku.Â
Ia memegangi perutnya yang kosong,seharian belum makan...ia jadi teringat ketika pagi ayahnya menyiapkan masakan untuk sarapan sambil bercerita masa mudanya... Ia merindukan semua kehangatan dalam keluarga....namun kini ia sendiri....merenungi nasibnya.Â
Sambil menahan laparr, ari mencari sisa makanan disekitar toko yang bisa dijadikan pengganjal perutnya.Â
" Dimanakah aku akan mencari makanan, tidak ada satupun makanan disekitar sini... " Gumamnya dalam hati.Â
" Aku harus belajar,....besok aku harus sekolah.. Alu tidak ingin jadi anak bodoh,... Aku harus bisa.... Jadi diriku sendiri. Tidak boleh cengeng......!!!!! " Teriak ari keras keras memecahkan keheningan malam itu.Â
Ia tetap bersekolah esok paginya, meski lapar dan letih. Di sekolah, ia membersihkan taman, mengumpulkan sampah plastik dan kardus.
Pak Tono, penjaga sekolah yang sudah tua, menaruh curiga.
"Kamu tidur di mana, Ri?"
"Di emper toko, Pak..."
"Ikut aku."
Pak Tono mengajak Ari ke kamar kosong di kantin sekolah, bekas kamar anaknya Mas Roni yang kini bekerja di luar Jawa.
"Mulai hari ini, ini kamarmu. Tapi dengan satu syarat: kamu harus tetap semangat sekolah."
Ari mengangguk sambil menangis.
"Terima kasih, Pak Tono... Ari janji nggak akan menyia-nyiakan ini."
Bersambung....Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI