Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengatasi Krisis Bahan Makanan di Pedesaan

22 Desember 2017   21:33 Diperbarui: 22 Desember 2017   21:38 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

MENGATASI KRISIS BAHAN MAKANAN DI DAERAH PEDESAAN

MELALUI SISTEM TANAM BERLAPIS DANLUMBUNG DALAM TANAH 

 Oleh Rofinus D Kaleka

 SEKTOR pertanian khususnya subsektor tanaman pangan adalah tumpuan utama kehidupan mayoritas penduduk kita di wilayah daerah pedesaan. Subsektor tanaman pangan ini adalah mencakup padi, jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian.

Subsektor tanaman pangan tersebut sebetulnya cukup potensial. Namun kondisi riil geografis dan demografis wilayah kita, menyebabkan subsektor tersebut sangat rentan.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu luas lahan subur baik sawah maupun ladang/kebun, lebih sempit dibandingkan dengan luas lahan kritis, ketersediaan sarana produksi (pupuk, obat-obatan, benih unggul, alat mesin pertanian, dan irigasi) sangat terbatas, dan teristimewa iklimnya yang ekstrim  (musim kemarau lebih panjang daripada musim hujan). Disamping itu, juga kualitas mayoritas masyarakat tani yang masih rendah, rata-rata hanya tamatan SD/SMP,

Dari faktor-tersebut, menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi masyarakat tani kita dalam usaha bercocok tanam sangat kompleks. Jadi tidak perlu kaget jika seringkali masyarakat tani kita dari waktu ke waktu mengalami gagal tanam dan gagal panen, yang secara otomatis menyebabkan krisis dan bahkan rawan sumber bahan makanan, kelaparan dan juga munculnya penyakit gizi buruk serta kerawanan sosial seperti pencurian dan perampokan.

Tanam Berlapis

Mencermati permasalahan yang melilit masyarakat tani kita di atas, tentu kita tidak memilih untuk pasrah saja. Tapi sudah seharusnya menjadi kewajiban moral kita untuk mencarikan solusi inovasi-inovasi dalam pengembangan usaha tani dengan tujuan untuk meningkatkan daya tahan keamanan persediaan kebutuhan bahan makan bagi masyarakat tani.

Berkaitan dengan hal itu, maka ada dua kiat yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh masyarakat tani kita, khususnya mereka yang bercocok tanam di lahan kering (ladang/kebun). Pertama, melaksanakan sistem usahatani "tanam berlapis". Pada lahan pertanian yang satu ditanami beraneka tanaman pangan, seperti padi, jagung, kacang-kacangan, ubi-ubian, labu, pepaya, dan pisang. Memang masyarakat tani perlu didampingi oleh para penyuluh pertanian, supaya tanaman-tanaman tersebut ditanam sesuai dengan sistem bercocok tanam yang baik dan benar, sehingga dapat menghasilkan produksi yang optimal.

Sistem tersebut sudah teruji keandalannya sejak jaman nenek-moyang kita. Ketika terjadi iklim yang ekstrim, yang menyebabkan kegagalan pada tanaman pangan utama yaitu padi dan jagung, maka masyarakat tani masih mempunyai sandaran sumber bahan makanan dari tanaman pangan lainnya, yaitu  kacang-kacangan, umbi-umbian, labu, pepaya, dan pisang, yang kandungan gizinya juga tidak kalah dengan padi dan jagung.

 Lumbung dalam Tanah

Kiat kedua, adalah masyarakat tani perlu mengembangkan "Lumbung Makanan dalam Tanah". Lumbung ini adalah pengembangan khusus komoditi tanaman pangan umbi-umbian plasma nutfah daerah kita seperti ubi kayu, petatas, ubi manusia (lugha tana), gembili (kandeyo / laghuta), ubi gadung (iwi), ganyong (kapadi) dan keladi. Selama ini kita semua cenderung kurang peduli lagi terhadap umbi-umbian asli atau khas daerah kita.

Pengembangan umbi-umbian tersebut bukan pekerjaan yang sukar. Lahan untuk membudidayakannya bisa di kebun / ladang dan pekarangan. Sumber bibitnya mudah  diperoleh, karena ada di lingkungan sekitar. Pengolahan lahan, cara penanaman, pemeliharaan dan pemanenannya pun sederhana, tidak perlu menggunakan alat mesin pertanian. Khusus untuk umbi-umbian yang merambat seperti ubi manusia, gembili dan ubi gadung bisa ditanam dan tumbuh dengan baik di bawah tegakan pohon seperti jambu mente, rambutan, sawo, sirsak dan mangga.

Ketika umbi-umbian tersebut sudah cukup umur produksinya (jika diamati secara fisiologis), maka jika mau panen, panenlah seperlunya dan yang tidak dipanen diperlakukan dengan metode memotong rapih batang/jalarannya dan membiarkan umbinya terpendam dalam tanah, sebagai persiapan stok bahan makanan ketika (sewaktu-waktu) terjadi krisis bahan makanan utama seperti padi dan jagung.

Perlu Pendampingan dan Percontohan

Kedua kiat yang dikemukakan di atas memang sederhana saja, tapi jika sungguh-sungguh diterapkan oleh masyarakat tani kita, maka niscaya tidak akan muncul lagi kasus-kasus krisis atau rawan bahan makanan yang dialami oleh masyarakat tani kita pada masa-masa yang akan datang. Permasalahannya adalah bagaimana agar kiat-kiat tersebut mendarat sampai di masyarakat tani kita. Disinilah pentingnya intervensi partisipatif dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun lembaga swasta seperti LSM, untuk melaksanakan program dan kegiatan pendampingan yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan, termasuk didalamnya  ketahanan bahan makanan, masyarakat tani kita.

Pemerintah dan LSM atau stake-holders lainnya, diharapkan tidak hanya memberikan pendampingan penyuluhan cara konvensional saja seperti sosialisasi, tapi sebaiknya perlu melakukan gerakan-gerakan nyata dengan membuat kebun-kebun percontohan di tengah-tengah masyarakat tani. Kebun-kebun percontohan tersebut, di bawah pengelolaan para penyuluh pertanian atau Kelompok Tani, harus mampu menjadi laboratorium lapangan yang memancarkan wajah seperti "Taman Eden", sehingga masyarakat tani bergairah belajar secara langsung untuk kemudian melakukan eksperimen di kebun dan pekarangan sendiri.

Dengan begitu, maka usaha tani tanaman pangan yang dilakukan oleh masyarakat tani melalui sistem tanam berlapis dan lumbung makanan, akan berhasil. Implikasinya tentu saja dapat mengantisipasi dan mengatasi masalah krisis dan rawan bahan makanan yang kerap membelenggu kehidupan masyarakat  tani kita di wilayah daerah pedesaan selama ini.   

Penulis adalahPemerhati Sosial Politik yang tinggal Kabupaten Sumba Barat Daya.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun