Mohon tunggu...
Muhamad Rodin
Muhamad Rodin Mohon Tunggu... Aktivis Pulau Seribu / Aktivis HMI / Aktivis GPII / Aktivis Pemuda Nusantara

Aktivis Pulau Seribu / Kader HMI dan Kader GPII, Serta Pejuang Politik. Menulis Adalah Bagian Dari Ikhtiar Perjuangan dan Senjata Perubahan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kancil yang Mengguncang Jagat Politik: Saat Simbol Rakyat Kecil Menjadi Pemersatu Bangsa

5 Agustus 2025   19:53 Diperbarui: 5 Agustus 2025   19:53 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Muhamad Rodin - Aktivis Pemuda Nusantara

Unggahan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, yang memposting logo Kancil, sontak mengguncang ruang publik. Sebagian melihatnya sebagai sindiran, sebagian lain mengendus arah baru pergerakan politik nasional. Tapi yang lebih menarik adalah: mengapa seekor Kancil begitu menggugah perhatian bangsa?

Kancil bukan nama baru. Ia hidup dalam ribuan cerita rakyat, dari Sabang sampai Merauke. Cerdik, licik, tapi tak jahat. Ia menang bukan karena otot, tapi akal sehat rakyat jelata. Ia mewakili suara kecil yang tertindas, yang melawan dengan kecerdasan dan kelincahan. Dalam dunia yang makin gaduh oleh polarisasi politik dan kebisingan elite, Kancil adalah simbol kejernihan nalar rakyat.

Lalu, ketika tokoh sekelas Dasco mengangkat simbol itu ke ruang publik, muncul pertanyaan penting: apakah ini sinyal arah baru politik kebangsaan?

Apakah partai dan elite sedang mencari simbol pemersatu yang bukan berasal dari dunia militer, agama, atau ideologi, tapi dari cerita rakyat? Bila ya, maka ini langkah strategis yang patut diapresiasi---karena Kancil bukan milik partai manapun. Ia milik kita semua.

Namun tentu, kritik pun harus diajukan. Jangan sampai Kancil hanya menjadi gimmick politik, maskot baru untuk agenda lama. Simbol bukan sekadar gambar---ia harus hidup dalam kebijakan, dalam cara pemimpin memuliakan rakyat kecil, dalam bagaimana negara mendengar suara terbawah.

Kancil adalah perlawanan terhadap ketimpangan, bukan dekorasi. Maka jika simbol ini mau dijadikan wajah baru gerakan politik, buktikan dalam keberpihakan terhadap desa, pendidikan, UMKM, nelayan, dan suara minoritas.

Hari ini, ketika bangsa semakin terpecah oleh identitas, simbol seperti Kancil bisa menjadi penenang. Ia tidak datang dari Jakarta, tapi dari dongeng-dongeng yang disampaikan di tikar, di warung kopi, di pelataran mushola dan gereja kampung. Ia bukan simbol kekuasaan---ia adalah simbol harapan dan nalar rakyat.

Apakah ini awal dari politik yang lebih membumi? Atau sekadar manuver menjelang 2029?

Waktu akan menjawab. Tapi satu hal pasti: Kancil telah keluar dari hutan, dan kini sedang mengetuk pintu istana.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun