Mohon tunggu...
ROBERTUS DARVINO KARNO
ROBERTUS DARVINO KARNO Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lahir pada bulan November, tanggal 15, 1993. Menyukai pemikiran Herakleitos tentang Pantha Rei. Bahwa sesuatu itu mengalir dan dinamis.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kata Hati Part 1 - Dyari Tentang Perjalanan ke Pulau Samosir

31 Maret 2022   22:52 Diperbarui: 5 April 2022   20:29 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Lampu Malam di Hotel Horas Abadi. Dokpri

“Kata Hati” adalah sebuah  kisah tentang perjalanan saya mengelilingi pulau Samosir, Sumatra Utara untuk pertama kalinya.  “Kata Hati” dipilih sebagai judul setelah bergulat dengan beberapa pilihan judul yang melintas dalam pikiran saya. Saya menyadari betapa tidak mudah memilih judul yang tepat untuk merangkum sebuah pengalaman. Alasan memilih dan menerima “Kata Hati” bertolak dari setiap perjumpaan saya dengan lingkungan baru dengan segala budaya dan adat istiadatnya. Bahwasannya dalam setiap petualangan itu, saya menjumpai orang-orang yang berhati mulia. Mereka menyapaku dengan penuh persaudaraan, menerimaku dalam rumah-rumah mereka dan menjadikanku anak dan saudara mereka. 

Perbedaan yang ada lantas tidak menjadi batu sandungan untuk menjalin keintiman. Hingga di akhir perjumpaan (perpisahan) selalu meneteskan air mata. Benar, saya menemukan nas ini dalam sebuah perjalanan “hati adalah tempat kejatuhan terdalam seseorang untuk jatuh dalam kebahagia-an dan sekaligus juga kesakitan”.

Sebagian besar penulis ternama yang karya-karyanya memukau hingga ke seluruh dunia atau pun penulis-penulis lokal berhasil mempengaruhi kehidupan banyak orang. Apakah kita juga tidak bisa melakukan hal yang sama? Setiap kita memiliki pergumulan dan pengalaman hidup yang berbeda-beda. Sayangnya hanya sedikit orang saja yang mau bekerja keras dan berbagi dengan orang lain.

Maka “Kata Hati” saya jadikan sebagai media untuk berbagi dengan anda tentang indahnya kehidupan ini. Tentang indahnya persaudaraan lintas batas, memasuki budaya dan bahasa (Budaya Batak) memaknai Bhineka Tunggal Ika hingga akhirnya menemukan Tuhan dalam carut marut kehidupan orang lain. Sekali lagi tidak mudah memberi judul atas sebuah karya tulis. Kiranya judul ini mengena di hati anda para pembaca dan semoga setelah membacanya anda dapat mengamini “Kata Hati” sebagai judul yang tepat dari sekian banyak pergumulan hidup yang saya torehkan dalam cerpen ini.

Kiranya juga setelah membaca karya ini anda dapat memberikan masukan-masukan berharga bagi saya untuk menyempurnakan “Kata Hati” menjadi sebuah inspirasi bagi banyak orang. Dan semoga anda juga tergugah untuk berbagi dengan sesama. Hanya dengan berbagi kita bisa saling memperkaya dan menemukan makna kehidupan.


Akhirnya saya ucapkan terimakasih dan selamat membaca. 

******

Part 1

Juma’at 4 Maret 2022 kami bergegas ke Pulau Samosir mengendarai sepeda motor Megapro berwarna hitam, menembusi padatnya lalu lintas di kota Pematangsiantar dan segala keruwetannya. Tenaga motor itu sudah tak kuat lagi. Tetapi kami memaksakanya saja dengan cara yang lembut. Yang penting obsesi dan ekspetasi tentang pesona pulau samosir harus terjawab dan terwujud. Maklum hari itu merupakan pengalaman pertamaku menginjakkan kaki di pulau Samosir.

Oh iya sebelum melanjutkan petualangan ini ada sesuatu yang ingin kuceritakan lebih awal kepada kalian tentang etika lalu lintas di kota ini (Pematangsiantar). 

Pertama kali datang ke Siantar saya begitu kaget menjumpai para pengguna jalan yang melambung dari sisi kiri meski harus keluar dari badan jalan. Di persimpangan yang terpajang lampu lalu lintas banyak orang tidak menghentikan kendaraan, “lampu merah tanda berani”. Itu berarti trafick light terkadang hanya menjadi pajangan saja. Saya juga sering menemui para pengendara yang keluar masuk gang se-enaknya. Hal itu beberapa kali kualami dan hampir celaka. Tak heran orang yang berlama-lama di kota ini akan memiliki skil kemudi yang tangguh dan lihai.

Selepas pisah dari Kota Pematangsiantar, kami memasuki kawasan hutan sawit dan selanjutnya membelah lebatnya hutan lindung dengan pohon-pohon besar yang tinggi menjulang. Hutan ini adalah kawasan observasi milik Pemerintah Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatra Utara. Semuanya masih sangat asri. Di pinggir jalan dapat dijumpai segerombolan binatang hutan seperti monyet yang sesekali waktu turun ke jalan untuk mencari makanan. Udara yang diproduksi hutan ini sangat segar. Benar kata orang “hutan adalah jantung dunia”. Saya menghirup udara yang sangat sejuk di zona ini.

Jalanya berkelok-kelok. Beberapa titik krusial membutuhkan skil berkendara yang mumpuni agar tidak celaka. Kehati-hatian berkendara sangat dibutuhkan karena etika kemudi para driver di sini sangat berbeda dengan yang kulihat di tempat-tempat lain.

Angin segar sangat berasa, menggelitik pori-pori kulit ketika kami memasuki Area Wisata Danau Toba. Perlahan kami makin mendekat hingga akhirnya bisa menatap dengan jelas panorama danau Toba yang begitu menawan. Mataku terbelalak menyaksikan bentangan danau yang sangat indah. Air-nya bening dan tenang hingga langit biru terpantul begitu jernih di permukaannya.

Aku berdecak kagum tanpa menghiraukan kendaraan yang datang silih berganti berebutan badan jalan. Memasuki area ini harus lebih berhati-hati karena jalan semakin sempit diapiti jurang curam tersusun dari batu-batu cadas dan tebing dengan pohon-pohon yang tinggi menjulang. Laju keretaku (sepeda motor) sengaja diperlambat dengan sedikit mengambil sisi terluar jalan dengan maksud agar aku bisa menyaksikan keindahan danau toba

Kami lalu berhenti di salah satu sisi jalan dan memarkir sepeda motor dengan agak jauh dari badan jalan. Tepat di atas sebuah batu yang tingginya kurang lebih 50 cm aku berdiri menatap pesona danau Toba yang menakjubkan itu. Kedua bola mataku bergerak dari satu arah ke arah yang lain menyusuri bentangan danau dan perbukitan yang begitu cantik dan apik. Setelah mengambil beberapa gambar kami melanjutkan perjalanan menuju pelabuhan Ajibata, Parapat. Tugu say welcome dengan tulisan “selamat datang di Kabupaten Samosir” menjadi tanda pemisah antara pulau Sumatra dan Pulau Samosir, meski pemisah yang sesungguhnya adalah danau toba. Itu berarti anda harus mengatakan sayonara.

Kini kami telah berpisah dengan kabupaten Simalungun dan mulai mengukir jejak di wilayah teritori Kabupaten Samosir. Dalam tata ruang Provinsi Sumatra Utara, kabupaten Samosir ternyata mulai dipetakan sejak dari pelabuhan Ajibata. Perpisahan memang tak mengenakan. Tetapi anda harus berani mengambil pilihan itu jika mau mengeksplorasi hal-hal baru.

Kami memasuki gerbang pelabuhan Ajibata disambut petugas gerbang yang sangat baik hati. Rasa penasaranku selama ini tentang danau Toba akan terjawab. Kini aku bisa menatap danau ini dari jarak yang begitu dekat. Teringat materi sekolah dasar yang dulu diajarkan oleh guru sejarah dulu saat duduk di bangku kelas V SD. Bahwa danau Toba merupakan salah satu danau yang paling besar di Indonesia. Waktu itu tak sedikit pun terlintas dalam benakku bahwa suatu saat nanti aku bisa menginjakkan kaki di danau toba. Beberapa ekspetasi muncul di benakku. Aku akan bangun esok pagi, mencuci daki di mataku dengan air danau toba. Aku akan ngopi pagi di sambil berjemur di bawah mentari pagi. Dan sore harinya ngopi sembari memancing ikan atau ngopi sambil menatap mentari dipinang malam bernama senja dari salah satu sisi yang paling eksotis di tepi danau Toba ini.

Setelah membeli dua eksemplar tiket kapal dengan harga Rp. 20.000 per orang kami pun memiliki ijin resmi untuk menyeberang ke pulau samosir. Tiketnya murah, sudah termasuk kendaraan.

Bang, apakah ada pemeriksaan sertifikat vaksin? Tanyaku pada salah satu petugas pelabuhan.

Enggak bang. Jawabnya datar sembari mengatur kendaraan yang keluar dan masuk areal pelabuhan.

Maklum kartu vaksin boosterku belum di-download dari aplikasi peduli lindungi.

Sembari menunggu kapal yang akan tiba dari Samosir kami memilih bersantai di koridor pelabuhan tepat di atas sebuah trotoar yang dikelilingi oleh pagar baja bercat warna biru. Aku tak menyia-nyiakan momen itu. Harus diabadikan untuk kenangan di kemudian hari. Aku mengambil beberapa gambar anak-anak yang sedang mandi di danau. Beberapa kapal kecil berbaris rapi di sisi yang berlawanan dengan kami juga kupotret karena bentuknya sangat menarik.

Orang Samosir juga bang, sahutku menyapa seorang pemuda yang sedari tadi bersama-sama dengan kami di tempat itu.

Iya bang, aku dari Palipi, jawab pemuda itu dengan sopan. Kalau orang abang, asal mana? tanyanya dengan dialeg Batak yang sangat kental membalas pertanyanku.

Aku dari Flores bang, balasku.

Wahhh, dari Flores. Jauh kian bang. Ada keperluan apa ke Samosir. Tanyanya dengan nada sedikit heran dan kagum.

Ga ada bang. Cuma outing biasa. Menjelajah tempat baru. Tapi sebenarnya aku udah tujuh bulan di sini. Aku tinggalnya di Sinaksak. Jadi baru kali ini punya kesempatan untuk mengunjungi Samosir. Balasku dengan nada datar.

Ooh, kirain hari ini baru pertama kali datang ke Sumatra, timpalnya dengan sopan.

Kami melanjutkan diskusi sembari menarik sebatang rokok Acika. Aku mengajukan banyak pertanyaan perihal Pulau Samosir dan danau Toba. Tentang sejarah, budaya dan karakter. Penjelasnnya mudah dimengerti dan menjawabi eksplorasiku tentang dua wahana wisata ini. Orangnya juga sangat ramah. Ditambah penjelasan pacarnya yang duduk di samping semakin memperluas wawasanku.

Bersambung....******

Foto: pelabuhan Ajibata Parapat. Dokumen pribadi
Foto: pelabuhan Ajibata Parapat. Dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun