Mohon tunggu...
Robbi Gandamana
Robbi Gandamana Mohon Tunggu... Ilustrator - Ilustrator

Facebook : https://www.facebook.com/robbi.belumfull -------- IG : https://www.instagram.com/robbigandamana/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Akal dan Abu Jahal

12 Desember 2019   09:43 Diperbarui: 13 Desember 2019   07:40 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : artikula.id

Dulu orang yang bertaubat (hijrah; istilah para muslim kagetan) kostumnya nggak langsung berubah seratus persen. Nggak lantas berbaju koko atau gamis plus memanjangkan jenggot. Pokoknya perubahannya hanya pada perilaku, bukan pada baju.

Tapi sejak virus aliran konservatif mewabah di negeri ini, banyak muslim berpenampilan kayak kontes cosplay Abu Jahal. Begitu bertobat, besoknya menjelma Abu Jahal. Bergamis kempling, berjenggot dan kepalanya diuntel-unteli kain atau "ban vespa" (anak maiyah pasti paham).

Kok Abu Jahal?

Karena gamisnya Rasul sedikit berbeda dengan milik Abu Jahal atau kebanyakan orang kaya di Arab abad itu. Punya Rasul nggak sekinclong punyanya Abu Jahal. Karena baju Nabi itu sederhana. Hanya ada tiga setel : yang dipakai, yang disimpan (di lemari ; kalau zaman sekarang), dan yang dicuci.

Makanya jangan terlalu yakin gamismu itu ittiba (meneladani) Rasul. Bisa-bisa malah ittiba Abu Jahal. Karena meneladani Rasul itu nggak lantas jadi Arab. Sing Jowo tetep Jowo. Sing Cino yo tetep Cino. Karena agama bukan soal penampilan, tapi kelakuan.

Islam berkembang dengan pesatnya. Sayangnya berkembangnya tidak ke arah yang lebih cerdas, tapi malah semakin kolot. Harusnya semakin mendalami agama, orang  akan semakin srawung pada sesama dan menghormati perbedaan.  

Tapi sekarang semakin mendalami agama malah jadi ekslusif dan kuper. Orang di luar golongannya dianggap najis.

Dalil dipahami secara harfiah. Misal soal menundukan pandangan pada lawan jenis. Menundukan pandangan itu bukan berarti berpaling atau tidak memandang wajah. Menundukan pandangan kok malah mengesampingkan budaya tegur sapa. Pura-pura nggak tahu. Malah ilang Jowone.

Nggak masalah memandang atau bertatapan wajah, asal hati bertapa, tidak ada muatan syahwat. Beda kalau memandangnya dengan nafsu -----makanya tugasnya hati itu bertapa. Nek diumbar terus, bojo papat ae gak cukup. Keinginan hati itu nggak ada cukupnya---.

Kemarin ada postingan sepasang muslim penganut aliran konservatif mengadakan resepsi pernikahan. Anehnya wajah sang pengantin wanita ditutupi kain sehingga nggak bisa dikenali wajahnya. Alasannya untuk menjaga pandangan dari laki-laki yang bukan mahram, karena istri adalah hiasan. Biar suaminya saja yang berhak "menikmati" hiasan itu.

Maksudnya baik, tapi salah kaprah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun