Mohon tunggu...
Randy Mahendra
Randy Mahendra Mohon Tunggu... Penulis - Warga Biasa

Warga Biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sihir Hitam (1)

12 Januari 2021   15:13 Diperbarui: 12 Januari 2021   15:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belum sempat Mia menaruh tas yang dijinjingnya, terdengar suara teriakan dari rumah sebelah. Rumah yang ditinggalkan pemiliknya sebulan lalu.

"Tolong, tolong, tolong...!!!"

Mendengar suara itu, Mia lantas bergegas menuju asal suara. Mia melihat rumah itu dengan pintu yang terbuka. Ketika hendak masuk, Mia dikejutkan dengan seonggok tubuh manusia yang tergeletak di ruang tamu dengan darah segar yang mengalir. Terlihat jelas dari posisi Mia yang terpaku tepat di tengah pintu. Refleks dia menjerit sejadi-jadinya.

"Aaaaaaaa...!!!"

Darah segar masih mengalir dari lehernya, sehingga lantai putih itu menjadi merah bersimbah darah. Mengalir di sela-sela ruang dan menggenang di sudut tembok. Ada sebuah pisau dapur mengkilap tepat di samping mayat. Barangkali pisau itu yang digunakan untuk menghabisi nyawanya.

Mia sangat takut dengan kejadian ini. Apalagi orangtuanya baru saja dia ke antar ke bandara. Mereka hendak pergi ke luar kota. Dia panik, lantas dengan tergopoh, Mia ke rumah Pak RT. Melaporkan peristiwa aneh itu, berharap secepatnya kasus ini cepat selesai.

"Pak tolong, ada mayat di rumah nomer tiga belas."

Bibir Mia yang masih bergetar, dengan napas yang tidak teratur. Perjalanan cukup jauh ke rumah PR pun tak terasa bagi Mia.

"Benarkah?" Pak RT tak kalah terkejut.

"Iya Pak, benar."

"Ayo kalau begitu kita bergegas ke tempat kejadian."

Pak RT lekas menghidupkan mesin sepeda motornya. Mereka buru-buru menuju tempat kejadian. Motor Pak RT sudah tua, suka ngambek, sehingga mereka terpaksa jalan kaki dengan langkah sangat cepat. Selama ini Mia belum kenal dengan pemilik rumah itu. Pemilik rumah yang sangat tertutup.

Tapi sebenarnya warga komplek ini telah hafal dengan tabiatnya. Pemilik rumah itu datang dan pergi begitu saja. Wajar jika tidak ada yang mengenalnya. Mia memperkirakan pembunuhan ini berlatar belakang perampokan.

Mereka sudah sampai di depan rumah. Tapi Mia heran dengan pintu yang sekarang tertutup, tadi dia yakin pintu itu terbuka. Ketika Pak RT membukanya, sontak mereka dikejutkan dengan sesosok wanita yang tengah duduk di sofa dengan buku di tanganya. Kontras dengan pemandangan yang Mia lihat tadi. Kontras dengan apa yang Mia katakan pada Pak RT.

Wanita itu tampak terkejut melihat kedatangan Mia dan Pak RT. Bukan wanita itu yang membuat Mia tercengang, melainkan apa yang dilihatnya tadi sangat berbeda dengan yang dilihatnya sekarang. Di samping sofa tempat wanita duduk itulah tadi Mia melihat sesosok mayat terbaring bersimbah darah.

"Oh ada tamu ya ternyata, silahkan masuk!" Wanita itu menyapa bangkit dari duduk sambil membenarkan rok lebarnya. Suara wanita itu aneh, terdengar menakutkan meski dengan suara yang lembut.

"Mmm... Maaf, tadi ada pembunuhan di rumah ini, apa Ibu sudah tahu?"

"Saya dari tadi duduk di sini, jangan mengada-ada dong."

"Saya tidak mengada-ada, benar saya tadi melihatnya sendiri. Mayatnya tadi ada di lantai tepat di samping sofa itu."  Mia menunjuk tempat yang dia yakin di sanalah mayatnya tergeletak.

"Kenyataanya tidak ada. Tidak ada apa-apa di sini." Wanita itu mulai meresa terusik dengan kelancangan Mia.

"Sudah! biar saya periksa dulu,"  ujar Pak RT menengahi perdebatan itu.

Mia masih berdiri di pintu masuk, berusaha untuk percaya dengan apa yang wanita itu katakan. Tapi dia belum pikun, dan dia benar-benar masih ingat mayat itu mati di samping sofa tempat wanita itu duduk.

Sementara Pak RT masuk ke dalam rumah. Memeriksa semua ruang yang ada di rumah itu. Ruang yang sangat lebar. Dia lihat semua sisi dari ruangan itu. Dan Mia masih terpaku di tempatnya. Dia takut masuk ke dalam, hanya terpaku di pintu masuk. Beberapa saat kemudian Pak RT kembali.

"Tidak ada apa-apa," Pak RT berbicara pada Mia, tapi dengan mimik muka yang berbeda dengan tadi sebelum dia memeriksa rumah. Mia merasa ada yang aneh dengan sikap Pak RT.

"Yakin Pak tidak ada apa-apa, Pak?"

"Iya. Tidak ada."

Lalu Mia dan Pak RT meminta maaf pada wanitu itu atas kegaduhan yang terjadi. Dan wanita itu tampak biasa saja. Justru mempersilahkan mereka untuk duduk.

"Loh Pak RT sama dik Mia tidak duduk dulu?" tanya wanita itu dengan nada yang masih aneh, lembut tapi menakutkan.

Mia jadi salah tingkah sendiri mengetahui wanita itu tahu namanya. Tapi dengan segera Mia melihat sorot mata wanita itu menusuk dan seolah secara perlahan-lahan menggerogoti dadanya. Mia merasa seperti ada yang memukuli jantungnya untuk berdegup lebih cepat dan lebih keras lagi. Apalagi ketika wanita itu berkata, "Loh Pak RT sama dik Mia tidak duduk dulu?"

Selanjutnya, Mia dan Pak RT meninggalkan rumah itu. Mia pun juga meminta maaf pada Pak RT. Tapi Pak RT memaklumi peristiwa itu, Pak RT pun mendapat firasat buruk, firasat yang membuatnya tidak berani menecurigainya lebih jauh.

Wajah dan sikap Pak RT pun berubah semenjak dia masuk ke rumah itu. Entah apa yang dia lihat. Mia tidak tahu apa yang dia lihat, sebab tidak ada kata yang Pak RT ucap untuk menjelaskannya.

***

Gelap mulai merayap menyelimuti rumah-rumah yang ada di kompleks itu. Tak terkecuali rumah yang penuh misteri. Misteri yang baru Mia peroleh beberapa jam yang lalu. Dan masih meninggalkan bekas yang mendalam di benaknya. Wanita dengan tatapan aneh.

Mia duduk di sofa ruang tengah. Tampak kedinginan meski sebenarnya hawanya tidak benar-benar dingin. Bahkan Mia membawa selimut dari kamarnya. Mia tak berani berdiam diri di dalam kamarnya.

Mia mulai jengah menanti Rina yang berjanji menemaninya malam ini. Ia sudah menelepon Rina agar segera datang, dan menceritakan semua peristiwa yang baru saja dia alami.

Tiba-tiba pintu rumah Mia diketuk keras dan tidak sabaran. Mungkin itu Rina yang berjanji akan segera datang ke rumahnya malam ini. Hati Mia mulai sedikit tenang, meski belum tahu siapa yang sedang berada di balik pintu.

"Ya, sebentar!" teriak Mia.

Sebelum membuka pintu, Mia membuka gorden untuk meyakinkan siapa yang datang. Tidak kelihatan, Mia berpikir, tamu itu berada di sisi yang tidak terlihat dari dalam. Lantas Mia buka pintunya. Berdiri seorang wanita yang Mia temui di rumahnya beberapa jam lalu, menyodorkaan rantang dengan tatapan yang sama

"Untuk Mia!"

Mia benar-benar terkejut dengan kunjungan itu. Tak menyangka. Maka Mia pun menerima rantang itu dengan diam tanpa berkata-kata. Tenggorokan Mia seakan tersedak,  tidak bisa dia mengucap sepatah kata pun.

Setelah Mia menerima rantangnya, wanita itu hanya menatapnya sejenak lalu membalikan badan melangkah pergi perlahan meninggalkan Mia yang sedang ketakutan.

Mia tak bisa bergerak sampai wanita itu menghilang ditelan gelap. Barulah Mia sadar ada rantang di tangannya. Dia takut bukan main, lalu dia lempar rantang itu ke tanah. Sungguh mengejutkan ratang itu berisi sepasang bola mata dan sepasang telinga dengan kuah darah berwarna merah pekat. Baunya anyir darah.

Pemandangan yang menjijikan, darah itu mulai meresap ke tanah. Rasanya Mia mau memuntahkan isi perutnya, tetapi tidak ada yang keluar dari perutnya. Ia berjuang keras meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang terlihat, dan yang dicium oleh hidungnya itu, sebetulnya hanyalah sesuatu yang hanya dia khayal saja.

Tapi tidak, darah itu masih merah, bola mata itu masih di tanah seperti menatap tajam, dan dua telinga yang terserak seperti sedang mendengarkan Mia.

Mia meuntup pintu dengan keras berharap rasa takutnya rontok bersama dengan hentakan pintu. Dia kembali ke sofa, tubuhnya menggigil, wajahnya pucat pasi. Dia gigit kain selimutnya, tak terasa keringat dingin menetes melalui pori-porinya. Mia sangat ketakutan.

Angin malam berhembus pelan masuk melalui cela dan menerpa tubuh Mia. Bulu romanya mulai bergidik. Jantungnya terpompa, keringat dingin membasahi pakainya.

"Grrrhhhuuekkhh..." Ada suara berdahak di dalam kamar mandi. Padahal hanya Mia yang berada di rumah ini.

"Grrrhhhhuuekkkhhh..." lagi-lagi saura itu terdengar diikuti suara air kran yang mengucur.

Mia tidak tahan dengan kejadian-kejadian ini. Dia berusaha bangkit dan memberanikan diri, memeriksa siapa yang ada di kamar mandi. Dengan langkah yang mengendap-ngendap. Tubuhnya masih menggigil, dia lihat ada sesosok wanita di balik pintu kaca kamar mandi yang transaparan. Dia semakin mendekat, dia buka pintu itu meski ragu-ragu.

"Grrrhhhuuekkkhhh...", seorang wanita berpakaian serba putih berdahak memuntahkan darah merah. Wanita itu membalikan badan dan menatap Mia, sorot mata yang merah merembas darah dari matanya. Sorot mata yang sangat menakutkan. Kran juga mengalir darah. Kamar mandi itu menjadi banjir darah. Mia hafal wajah itu, dia adalah pemilik rumah yang menakutkan tapi dia sudah berubah semakin manakutkan.

"Bruuk!!!" Mia banting pintu kamar mandi. Dia lari sekuat tenaga hendak keluar rumah. Namun satu per satu lampu dalam rumah Mia itu padam, sehingga Mia berjalan dalam rumah yang remang-remang.

Pintu untuk keluar terkunci, entah siapa yang menguncinya. Dia tarik sekuat tenaga tapi tidak berguna. Hanya sia-sia, pintu tetap terkunci, lantas Mia menangis sejadi-jadinya bersandar di tembok dekat pintu. Tubuhnya menggigil hebat. Hanya keringat dingin yang menerjemahkan keadaannya.

Wanita itu muncul dari balik kegelapan dan mulai mendekat, wanita dengan rambut berantakan dan pakaian serba putih. Pakaian yang pajang, sehingga wanita itu melangkah dengan menyeret pakaianya. Wajahnya penuh luka, kadang terdengar suara merintih, kadang suara tawa keluar dari mulutnya.

"Aku butuh bola matamu, aku butuh telingamu, aku butuh darahmu!!!" Suaranya pelan tapi jelas terdengar di telinga Mia.

"Tidak, tidak, tidak...!!!", teriak Mia ketakutan.

Wanita itu semakin dekat sangat dekat, Mia palingkan mukanya dia takut menatap wanita dengan darah yang merembes dari matanya, mata yang merah tanpa bola mata. Tapi tiba-tiba wanita itu menghilang. Lampu-lampu menyala kembali.

Dan pintu yang disandarinya tiba-tiba terbuka. Sontak dia terkejut. "Aaaaaaaa...!!!"

"Mia!!! Ada apa?" Ternyata yang membuka pintu adalah Rina, lantas dia goyang-goyangkan tubuh Mia yang kaku ketakutan.

***

Pagi yang kelabu, awan berwarna abu-abu. Sesekali terdengar suara gagak melintasi rumah. Mereka duduk di serambi dan Rina masih memeluk Mia. Tubuhnya kaku, masih terlihat semburat pucat di wajahnya.

Bukan hanya langit yang kelabu, bukan hanya awan yang berwarna abu-abu. Warga kompleks pun dikejutkan dengan kabar yang kelabu. Pak RT meninggal dengan cara yang tragis. Sepasang bola mata dan telinganya hilang. Dan pisau dapur berada tepat di depan mayatnya sebelum polisi memeriksa.

Pagi itu bukan hanya Pak RT yang membuat Mia terkejut. Kabar mengerikan terpampang dalam surat kabar langganan orangtuanya dituliskan sebagai berikut:

Ditemukan mayat wanita Gunung Merapi. Diperkirakan mayat itu sudah mati sebulan yang lalu. Tapi anehnya kelopak mata dan telinga mayat wanita masih terlihat segar meskipun anggota tubuh yang lain sudah membusuk. Dan juga ditemukan sebuah kitab sihir di sisi perempuan itu.

Setengah misteri Mia mungkin telah terungkap, tapi kabar itu tidak menyembuhkan rasa takut Mia. Justru dia semakin takut. Dia merasa mungkin saja berikutnya dialah yang kehilangan bola mata dan telinga. Dengan apa dia akan melihat warna dunia ini jika matanya hilang. Dan dengan apa pula dia mendengar deburan ombak jika telinganya hilang.

Oh biarlah... Biar Mia saja yang menanggung ketakutan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun