Mohon tunggu...
Lianly Rompis
Lianly Rompis Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Fakultas Teknik Unika De La Salle Manado

Yesterday We knew nothing, Today We learn more, and Tomorrow We'll have our future with us

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kesempatan Kedua (Second Chance)

19 Maret 2022   21:15 Diperbarui: 19 Maret 2022   21:18 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: www.wallpaperbetter.com

Pria paruh baya itu menatap istri dan anak perempuannya yang sedang terlelap

Hutang sudah menumpuk

Investasi gagal

Tabungan menipis

Diberhentikan dari perusahaan


Penyakit menahun yang diderita

Semuanya lengkaplah sudah

Penyesalan tiada gunanya

Waktu tidak bisa diputar kembali

Perlahan ia berjalan dan menutup pintu kamar

Menatap ke arah jendela

Udara di luar sangat dingin dan angin bertiup dengan kencang

Ia mendesah dan kemudian berjalan membuka pintu rumah

Angin kencang berlomba untuk masuk dan siap menyambar yang ada didalamnya

Namun dengan cepat ia melangkah keluar dan menutup pintu

Pakaiannya tidak cukup kuat untuk menahan udara dingin yang menusuk

Namun dengan mantap ia berjalan 

Menelusuri malam yang sepi

Berjalan dan terus berjalan

Sampai di sebuah rel kereta api

Pria itu kembali mendesah dan menuju ke tengah rel

Kakinya menginjak rel

Tubuh dan wajahnya menatap lurus ke arah depan

Tatapan kosong

Menanti kereta baja yang sebentar lagi akan melintas

Membawanya ke alam yang bebas

Meninggalkan segala kesedihan dan kepahitan hidup

yang tak mampu lagi ditanggungnya

Terbayang wajah dan tangis istri serta anaknya

Namun tekadnya sudah bulat

Maafkan …..

Sebuah cahaya kecil terlihat di kejauhan

Perlahan menghampiri

Sinarnya semakin terang

Pria itu tersenyum tipis

Inilah saatnya

Tiba-tiba kepalanya terasa sangat berat dan sakit

Pandangannya menjadi kabur

Segalanya terlihat gelap

Dan tak ada lagi yang dapat diingatnya

Saat terbangun,

Ia masih berada di rel kereta api yang sama

Tetapi ada yang berbeda

Di sepanjang sisi rel kereta api terdapat lilin-lilin yang menyala dengan terangnya

Di ujung rel terlihat samar-samar sebuah pintu

Badannya terasa lemah dan sakit namun dipaksakannya untuk dapat berdiri

Dimanakah ini?

Apakah ia sudah meninggal?

Dimana kereta api yang menabraknya?

Kalau begitu dimana tubuhnya?

Dengan penasaran dan tertatih pria itu berjalan ke arah depan.

Anehnya, setiap ia melangkah melewati lilin-lilin yang ada,

Lilin-lilin tersebut mulai padam satu per satu

Jalur rel mulai terlihat gelap

seiring padamnya lilin-lilin tersebut

Akhirnya tersisa sebuah lilin

Pria itu tak mampu melangkah lagi

karena jalan di depan tidak terlihat lagi

Semuanya hitam dan pekat

Dengan putus asa,

Ia berhenti tepat sebelum lilin tersebut berada

dan membungkuk untuk mengambil lilin tersebut

Cahayanya samar dan kecil namun cukup untuk menuntun jalannya

Pria itu kembali berjalan perlahan sambil menjaga dengan hati-hati

agar nyala lilin tetap stabil dan tidak padam

Ia berhasil mencapai pintu yang dimaksud

Di depan pintu tertulis “Kesempatan Kedua”

Pria itu mendorong pintu tersebut

Matanya secara refleks mengejap karena silaunya cahaya

yang terpancar di balik pintu tersebut

Dan kemudian segalanya kembali menjadi gelap

Tersadar,

Ia sedang terbaring di sebuah tempat tidur

Matanya samar-samar membuka

Mencoba mengenali wajah-wajah yang tertangkap oleh pandangan matanya

Seorang Dokter tersenyum padanya

Disampingnya terlihat istri dan anaknya dengan wajah yang cemas namun gembira

Jadi, Ia tidak meninggal?

Mengapa?

Dari cerita istrinya, seseorang yang kebetulan sedang

berjalan pulang menuju rumahnya menemukan pria itu

tergeletak di rel kereta api dan tidak sadarkan diri

Cahaya kecil yang dilihatnya ternyata bukan lampu kereta api

tetapi lentera lilin yang dibawa oleh pria tersebut

Hari itu kereta api malam mengalami kendala teknis

sehingga tidak beroperasi dan melintasi rel tersebut

Biaya rumah sakit ditanggung oleh sang Dokter yang baik hati

Pria itu ditawari pekerjaan yang layak oleh pria penolongnya

Ia menjadi orang yang lebih bijak dan bertanggungjawab terhadap keluarga

Ia tidak mengulangi kesalahan yang sama

Beberapa tahun kemudian anaknya lulus kuliah dan menjadi Perawat

Jika saja malam itu kereta api tidak mengalami kendala teknis

Jika seseorang tidak melewati jalan tersebut

Jika semua lilin yang dilewatinya di alam bawah sadarnya

padam dan tidak ada yang tersisa

Jika ia tidak berusaha menjaga lilin yang terakhir

dan mencapai pintu “Kesempatan Kedua” itu

Jika ia membiarkan semua keputusasaan menang atas dirinya

dan malam itu Ia meninggal

Mungkinkah kisahnya akan berbeda?

Mungkinkah keadaan seperti sekarang ini dapat dirasakannya?

Tidak, Ia tidak ingin memikirkannya lagi

Syukurlah ia tidak jadi meninggal malam itu dan menyerah terhadap hidup

Di usia tuanya dengan sisa-sisa penyakit yang masih ada

Pria itu duduk bersandar di teras rumahnya

Menatap sinar mentari pagi

Tak hentinya mengucap syukur

Berterima kasih untuk kesempatan kedua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun