Sepi, sepi, sepi, malam ini sepi
Musala terlihat tanpa isi
Sepi, sepi, sepi, malam ini sepi
Hanya tiga shaf yang terisi
Ramai, ramai, ramai, malam ini ramai
Pasar malam di sisi kanan amat ramai
Ramai, ramai, ramai, malam ini ramai
Banyak orang datang ramai-ramai
Bocah tiga belas tahun itu masih mematung, saat imam sudah melantunkan ayatnya memimpin Salat Isya, sebelum tawarih. Dia memerhatikan orang-orang yang jalan dengan santai, melewati musala. Tempat terang itu yang mereka tuju, tempat di mana lampu-lampu dari para pedangan berpendar, menerangi dagangan mereka.
Di kejauhan, seorang ibu tengah terlibat saling tawar harga dengan pedangang. Di lapak pedagang lainnya terlihat Ibu dan anak yang tengah menunjuk kedua baju koko—berdebat mana yang lebih pantas dipakai di hari raya. Sementara itu, penjual toples kue kering berteriak dengan suara nyaring, meminta pengunjung untuk mampir ke lapaknya. Lain halnya yang dilakukan sepasangan remaja itu, tanpa malu mereka bergandengan tangan, berjalan santai sambil memerhatikan banyak dagangan yang dijual di pasar malam.
Imam dan makmumnya sudah dalam posisi ruku, anak laki-laki itu masih saja menatap keramaian pasar malam dari halaman musala. Belum ada tanda-tanda dia akan bergabung dengan yang lainnya untuk salat. Koko putihnya tertiup angin, hatinya begetar tak keruan.