Mohon tunggu...
Rizqi Putra Permono
Rizqi Putra Permono Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara |

Mahasiswa yang tertarik dengan sosial dan humaniora, terkhususnya sejarah, buku, dan jurnalistik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan Merek-Sidikalang: Lebih dari Sekedar Jalur Lintas Sumatera

28 Mei 2025   20:38 Diperbarui: 28 Mei 2025   20:38 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan Lintas Merek-Sidikalang Melewati Hutan Lae Pondom (Sumber: Sumutcyber.com)

Perjalanan selalu menyisakan cerita. Bagi saya, Jalan Raya Merek--Sidikalang bukan sekadar lintasan menuju destinasi, melainkan bagian dari pengalaman belajar yang berkesan---saat mengikuti kuliah lapangan ke Pulau Samosir bersama teman-teman kampus pada pertengahan Mei 2025 lalu.

Jalan Raya Merek--Sidikalang merupakan salah satu jalur utama yang menghubungkan Kabupaten Karo dengan Kabupaten Dairi, lalu berlanjut ke wilayah Toba melalui jalur Tele. Rute ini tidak hanya strategis dari segi geografis, tetapi juga memiliki nilai historis, sosial, dan ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat sekitar.

Denyut Nadi Dataran Tinggi

Jalan Raya Merek--Sidikalang merupakan salah satu jalur strategis yang menghubungkan Kabupaten Karo dengan Kabupaten Dairi, sekaligus menjadi pintu masuk menuju Pakpak Bharat dan wilayah Toba. Jalur ini juga menjadi salah satu akses alternatif menuju Provinsi Aceh, lewat lintas Sidikalang--Salak--Aceh Singkil.

Welcome Gate Kabupaten Dairi di Jalan Lintas Merek-Sidikalang (Sumber: Wikipedia.Com)
Welcome Gate Kabupaten Dairi di Jalan Lintas Merek-Sidikalang (Sumber: Wikipedia.Com)

Artinya, jalan ini bukan hanya penting untuk mobilitas lokal, tetapi juga menjadi simpul penghubung antarprovinsi dan antarbudaya di wilayah barat laut Danau Toba. Di sepanjang jalur ini, kita bisa menuju berbagai destinasi, mulai dari pusat pertanian Karo, kawasan perbukitan Dairi, hingga Menara Pandang Tele di Toba yang menawarkan panorama epik Danau Toba dari ketinggian.

Setiap hari, jalur ini dilalui berbagai jenis kendaraan, mulai dari angkutan hasil pertanian seperti jeruk dan sayur-mayur dari Tanah Karo, hingga bus dan truk dari arah Sidikalang dan Pakpak Bharat. Saya menyadari pentingnya jalan ini ketika kami melewati pasar-pasar kecil dan ladang-ladang petani di sepanjang perjalanan. Jalan ini menjadi penghubung utama bagi roda ekonomi rakyat di dataran tinggi Sumatera Utara.

Kondisi jalannya relatif baik, meskipun di beberapa titik---terutama selepas hujan---masih ditemui lubang atau genangan yang cukup mengganggu kenyamanan. Namun, pemandangan sepanjang jalan membuat kami lupa dengan rasa lelah. Pegunungan yang menjulang, lembah hijau, dan kabut tipis yang turun menjelang sore memberi sensasi seperti sedang berada di negeri di atas awan. Ketika memasuki wilayah Dairi, kami melintasi kawasan hutan yang lebat dan sejuk: Hutan Lae Pondom. Hutan ini berada di perbatasan antara Karo dan Dairi dan masih relatif alami. 

Catatan dari Kuliah Lapangan

Perjalanan kuliah lapangan kami dimulai dari Kota Medan menuju Merek, lalu dilanjutkan ke Sidikalang dan akhirnya tiba di Pulau Samosir via Menara Pandang Tele. Tujuan utamanya adalah mempelajari situs-situs sejarah dan budaya Batak di sekitar Danau Toba. Namun, bagi saya, pelajaran berharga juga datang dari proses perjalanan itu sendiri.

Melewati Jalan Raya Merek--Sidikalang membuat saya melihat bagaimana jalur transportasi bisa menjadi simpul yang menyatukan berbagai kehidupan. Kami sempat singgah di beberapa desa seperti Sukanalu dan Seberaya yang memiliki cerita-cerita rakyat tentang Putri Hijau dan Meriam Puntung. Jalur ini, saya sadari, bukan hanya tempat kendaraan berlalu, tetapi juga ruang di mana memori dan mitos hidup berdampingan dengan realitas modern.

Tantangan dan Harapan

Meski begitu, ada juga catatan penting. Infrastruktur di jalur ini memerlukan perhatian lebih. Minimnya rambu lalu lintas dan penerangan jalan menjadi tantangan, apalagi bagi pendatang atau pelajar seperti kami yang tidak familiar dengan medan. Beberapa titik rawan longsor saat musim hujan juga menjadi kekhawatiran tersendiri. Saya berharap pemerintah daerah terus meningkatkan perhatian terhadap perawatan jalan ini, mengingat fungsinya yang vital sebagai jalur ekonomi, pendidikan, dan wisata.

Jalan Lintas Merek-Sidikalang yang Rawan Dengan Longsor (Sumber: Tribun Medan)
Jalan Lintas Merek-Sidikalang yang Rawan Dengan Longsor (Sumber: Tribun Medan)

Bagi saya, Jalan Raya Merek--Sidikalang bukan hanya sarana penghubung wilayah, melainkan juga jembatan pengalaman, pengetahuan, dan refleksi. Disanalah saya belajar bahwa perjalanan fisik bisa menjadi bagian dari perjalanan batin. Bahwa jalan bukan sekadar aspal, tetapi jalur yang menghidupkan desa, menghubungkan sejarah, dan memberi ruang pada pembelajaran yang nyata.

Jadi, jika kamu berkesempatan melintasi jalan ini---entah untuk bekerja, berlibur, atau kuliah lapangan seperti saya---ambil waktu sejenak untuk melihat ke luar jendela. Barangkali kamu juga akan menemukan cerita di antara kabut, lembah, dan tikungan panjang yang mengantar kita menuju Samosir dan lebih jauh lagi: ke pemahaman yang baru tentang tanah kelahiran kita sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun