Mohon tunggu...
Rizky Sopiyandi
Rizky Sopiyandi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Alumnus Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung. aktif dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Forum Penulis KPI, Forum Komunikasi Mahasiswa KPI, dan pimpinan Komunitas Lingkar Ilmu Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Kunjungi Juga: http://prosesberfikir.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Si Kecil Bagian Ke-8

16 Februari 2012   01:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:35 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Catatan Si Kecil Episode ke-8(Antara Persahabatan dan Budaya Apresiasi)

“do the best but don’t feel the best” pribahasa itulah yang dilihat si kecil dari sebuah buku tulis yang biasa ia pakai untuk menuliskan segala mata pelajaran yang ada disekolahnya. Ia renungkan, ia cermati. Dengan pikir polosnya, ia pun berkata dalam harinya, “apa yang aku lakukan, adalah yang terbaik yang aku bisa. Tanpa mengharapkan pujian, meski gerah ketika caci tak terpuji menghampiri”

****

Menginjak kelas 6 sekolah dasar Si Kecil mulai membiasakan dirinya untuk kegiatan ekstra kurikuler selahnya. Kegiatan Pramuka, Paskibra, olahraga, hingga kegiatan yang bersangkutan dengan pelajaran tambahan diluar jam sekolahnya.

Ia begitu antusias mengikuti segala kegiatan yang ada. Ya, ia memang aktif untuk hal yang satu ini. Dengan keaktifannya ia pun banyak membantu dan di minta bantuannya oleh teman-temannya dalam setiap kegiatan yang ada. Dari mulai membantu temannya dalam hal naik golongan dari tingkat pramuka Siaga hingga ke Pratama, hingga membantu menyiapkan berbagai hal yang mendukung teman-temannya yang hendak berlomba Paskibra antar sekolah.

Semua ia lakukan dengan senang hati. Ia senang menjadi berfungsi. Ia bahagia menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, terutama bagi pengembangan potensi dirinya. Pernah suatu hari ia berdialog dengan ayahnya tentang pentingnya kehidupan bersosial.

“yah, apa dulu Rasulullah punya banyak teman?” Tanya Si Kecil
“tentu saja, Rasulullah punya banyak teman disampingnya, yang selalu setiap mendampingi beliau dalam senang dan sedih, mereka itu yang para penulis hadits sekarang sering disebut Shahabat”
“apa yang telah Rasul berikan sama Shahabat sehingga mereka begitu setia kepadanya?” Tanya lagi Si Kecil.
“Rasul memberi suatu pembelajaran tentang kehidupan, kasih sayang, dan indahnya Islam” jawab sang ayah.
“apa Islam memerintahkan kita untuk banyak teman yah?” Tanya beruntun Si Kecil.
“tentu, Rasul pernah berkata : Seorang mukmin dengan mukmin yang lainnya ibarat sebuah bangunan, dimana bagian yang satu akan menguatkan bagian yang lainnya.” Jawab si ayah.
“oh, gitu ya yah” tanggap Si Kecil.

***
Dan suatu hari, saat ia sedang melihat kegiatan perlombaan yang ada disekolahnya, nampak banyak temannya melihatnya dengan kesan yang Si Kecil pun aneh. Ibroh, Gin-gin, dan Hesti teman sekaligus adik tingkat yang selama ini ia bantu mereka ketika hendak ujian kelulusan tingkat di Pramuka, melihatnya tajam, dan memanggilnya sebagai orang yang hanya ingin mendapatkan pujian atas apa yang ia lakukan.Si Kecil kecewa, ia menghampiri teman-temannya, hendak ingin bertanya. Dan alhasil, teman-temannya pergi tanpa sebuah pesan komfirmasi. Dengan perasaan kecewa, Si Kecil hendak pulang dan bercerita kepada keluarganya.

sesampainya di rumah, ia segera mencari sang ayah. Dilihatnya sang ayah dipelataran sekitar rumah mereka. Ia pun berlari, erat dia peluk ayahnya. Nampak kekecewaan Si Kecil ia gambarkan dengan tangis dalam pelukan orang yang selalu menjadi pedomannya.

“kenapa dek?” Tanya sang ayah
Si kecil tak menjawabnya. Ia hanya menyampaikan pesan non verbalnya kepada sang ayah.
“ayo masuk ke rumah dulu, dan ceritakan apa yang terjadi sama kamu nak” ucap sang ayah sebari membawa si kecil masuk ke rumahnya.

Diberinya segelas air putih dengan maksud agar Si Kecil Nampak lebih tenang dan mampu bercertia apa yang terjadi dengan dirinya.

“Apa aku salah yah” ucap getar dari mulut kecilnya.
“kamu salah apa?” Tanggap Ayah Si Kecil
“akhir-akhir ini, aku aktif dalam kegiatan ekstra kurikuler sekolah. Aku diminta untuk membantu teman-temanku, dan aku lakukan itu sepenuh hati, aku ikhlas yah, ikhlas, meski aku sendiri tak tahu makna ikhlas yang sebenarnya seperti apa, tapi ayah kan pernah ngomong sama aku kalo kita diminta untuk membantu orang lain, dan kita sanggup, maka lakukanlah, itu merupakan akhlak yang baik dan akan mendapatkan sebuah hadiah dari Allah ketika aku berbuat baik” jawab Si Kecil.
“… dan meskipun aku akan dapetin hadiah dari Allah, bukan itu maksud aku membantu mereka” imbuhnya lagi.

Mendengar cerita sang anak, Nampak sang ayah pun ikut merasakan apa yang jadi permasalahan Si Kecil. Diusap air mata yang mengalir di pipi putih sang anak, santai dan penuh wibawa sang ayah berkata.
“nak, ketika kita menanam kebaikan otomatis akan berbuah kebaikan. Sebaliknya, ketika kita menanam keburukan akan berbuah keburukan pula. Dan itu semua Allah yang menilai” jawab sang ayah.
“bukankah ayah pernah bercerita tentang sebuah hadits Riwayat Muslim: Seorang Muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak menzaliminya, merendahkannya, menyerahkan (kepada musuh) dan tidak menghinakannya.,tapi kok ada teman yang ikhlas aku bantu seperti itu kepadaku” Tanya lagi Si Kecil.

sang ayah tersenyum kepada Si Kecil, meskipun ada sedikit kesedihan dalam dirinya yang tak ia tunjukan kepada si Kecil.
“nak, jangan menyesal melakukan kebaikan, karena hari ini banyak orang yang melakukan kejelekan dan ia bangga melakukan itu, bahkan ia mengorganisir kejelekan tersebut. Ayah harap, kamu jangan pantang menyerah mengkampanyekan kebaikan ya sayang”
mendengar itu, senyum Si kecil kembali merona, bagai ekspresi keindahan yang tertutupi hujan kesedihan, hujan kekecewaan.
“makasih ya yah, maafin aku kalo aku udah buat ayah sedih” ucap si Kecil
“tak apa nak, sekarang kita memang miskin budaya apresiasi, tapi itu bukan alasan untuk melenyapkan budaya berkreasi”
“okeh yah” tanggap Si Kecil penuh semangat.

Si Kecil sudah tenang sekarang, ia pun izin untuk pergi ke kamarnya kepada ayah yang telah berhasil mengembalikan semangatnya yang sempat hilang dibungkam persepsi. Di kamar tersebut Si Kecil langsung mencari buku catatan pribadinya dan dilihatnya sepotong sajak K.H. Mustofa Bisri (Gus Mus) yang sempat ia salin dari majalah yang memuat sajak puisinya yang berjudul “Kau Ini Bagaimana atau aku harus bagaimana”.

“….. Aku harus bagaimana

Kau bilang bergeraklah, aku bergerak kau curigai

Kau bilang jangan banyak tingkah.

Aku diam saja, kau waspadai

Kau ini bagaimana…”

“…Aku harus bagaimana

Aku Kau suruh maju, aku mau maju kau srimpung kakiku

Kau suruh aku bekerja

Aku bekerja…kau ganggu aku

kau ini bagaimana..”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun