Tim kuasa hukum Tom Lembong resmi melaporkan majelis hakim yang memvonis kliennya ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY). Langkah ini diambil sebagai bentuk protes atas sejumlah kejanggalan yang mereka nilai mencederai rasa keadilan sejak awal proses hukum berlangsung. Tom Lembong, mantan pejabat tinggi yang dituduh melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus impor gula tahun 2015, sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara. Namun, menurut pihak pengacara, vonis tersebut sangat bertentangan dengan fakta hukum dan logika kebijakan publik.
"Pak Tom itu hanya menjalankan penugasan negara, berdasarkan perintah presiden saat itu, Bapak Jokowi. Bahkan presiden sendiri baru-baru ini menyatakan bahwa segala kebijakan negara adalah tanggung jawab presiden," ujar salah satu pengacara, Hendri Wicaksono. Lebih lanjut, dalam persidangan, Tom Lembong telah menjelaskan bahwa keputusan impor tersebut bukan inisiatif pribadi, melainkan kelanjutan dari kebijakan yang sudah berjalan sebelumnya. Tujuan utamanya jelas yaitu menjaga stabilitas harga bahan pokok agar tidak naik secara drastis.
Namun, dalam amar putusan, majelis hakim tetap menyatakan bahwa Tom bertindak seolah-olah memiliki niat jahat pribadi. "Vonis itu sangat aneh, seolah-olah kebijakan makro ekonomi diputuskan sepihak oleh satu individu. Ini bukan hanya tidak adil, tapi berbahaya," tambah Hendri. Langkah pengacara ini sekaligus menjadi refleksi terhadap sistem hukum Indonesia yang dinilai masih kerap gegabah dalam memproses kasus kebijakan publik. Apalagi dalam kasus ini, Presiden Prabowo pun akhirnya turun tangan dengan memberikan abolisi dan amnesti kepada Pak Tom Lembong serta Pak Hato, sebagai bentuk koreksi terhadap vonis yang tidak proporsional.
"Pertanyaannya, berapa banyak orang baik di luar sana yang menjadi korban vonis sepihak? Jangan sampai sistem hukum menjadi alat pemberangusan niat baik dalam birokrasi," ujar pemerhati hukum dan tata negara, Anita Pramudita. Menurutnya, langkah pelaporan ini bukan sekadar pembelaan pribadi, melainkan upaya menjaga keadilan kolektif. "Kalau sistem hukum salah tapi dibiarkan, itu jadi ancaman bagi siapa pun. Hari ini Tom Lembong, besok bisa siapa saja," pungkasnya. Langkah tegas tim pengacara ini diharapkan menjadi pengingat bagi seluruh aparat penegak hukum untuk tidak gegabah memvonis pejabat atau individu yang menjalankan tugas negara. Evaluasi sistem menjadi mutlak, agar hukum tak kehilangan wajah manusianya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI