Mohon tunggu...
Nusantara Rizky
Nusantara Rizky Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis aktif baik cerpen, puisi, dan berbagai artikel di berbagai media Kalau di beranda kamu menemukan nama Nusantara Rizky Jangan lupa di sapa dan follow Semoga semua karya saya menginspirasi, menyenangkan dan menghibur

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menunggu dan Ditinggalkan

16 Desember 2017   11:36 Diperbarui: 16 Desember 2017   11:40 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seorang bajak laut dengan tato tengkorak di punggungnya datang dengan membawa sebuah koper besar. Mukanya tertutup oleh sebuah kain berwarna hitam, dengan sedikit bercak noda darah yang tertempel. Keringatnya bercucuran, nafasnya terengah-engah seakan-akan dia baru saja selesei membunuh beberapa ratus orang dalam sekejap, seperti kabar yang selalu menjadi buah bibir selama ini.

Semua orang mulai panik dengan kedatangannya. Ada sedikit rasa takut yang menghinggapi diri mereka. Memori pembunuhan massal yang sempat terjadi di desa ini, seakan terulang kembali. Apalagi, angin berhembus lirih, seakan membuka ingatan kami tentang hari yang menyedihkan dan menyeramkan bagi ku itu.

Semua orang masih berdiri melihat apa yang akan dilakukannya dengan tatapan mata tajam yang mengarah ke sebuah rumah yang tak jauh dari rumahku. Dia meletakkan kopernya, melepas kain yang menutupinya, kemudian tertawa seraya memberikan salam kepada kami semua yang sejak tadi dibuat tegang olehnya.

Anak-anak berlarian menuju kearah bajak laut, yang masih memberikan senyuman hangat. Mereka saling berpelukan mengusap kerinduan yang telah lama dipendam dan tak pernah tersampaikan. Aku jadi sedikit lega, dengan suasana ini. 

Sebelum ini, aku berpikir dia bukanlah orang yang ku kenal, melainkan orang jahat yang ingin merebut desa ini seperti yang pernah terjadi beberapa waktu silam.

Sebenarnya bajak laut itu pun juga mempunyai niatan yang sama. Tetapi, entah mengapa dia berubah dan lebih bersahaja kepada kami, setelah peristiwa pembunuhan massal tersebut. Menurut kabar yang berhembus, dia berubah semenjak mengenal Kiasa, seorang janda kembang yang memang sangat cantik, sangat baik, dan sangat ramah. Siapa pun pasti akan tergoda, begitupula denganku yang sejujurnya juga tergoda dengannya.

Bajak laut itu tak bernama. Tetapi, kami memanggilnya dengan nama Fin. Nama itu pemberian dari seorang anak yang mati akibat pembunuhan massal yang dilakukan olehnya. Kiasa sangat terpukul dengan kematian Fin, sehingga nama itu dijadikan sebagai nama untuk seorang bajak laut yang selalu datang dengan membawa uang yang banyak untuk dibagikan secara merata kepada para warga.

Awalnya, para warga selalu mengandalkan Fin, terlebih lagi dengan hasil yang dibawanya bisa membuat mereka bertahan hidup tanpa harus bersusah payah bekerja. Hal tersebut membuat Kiasa bersedih, dia tak ingin para warga terlarut dalam euforia Fin.

 Akhirnya, Kiasa menyuruh Fin untuk pergi dan datang jika memang ia ingin bertemu dengannya. Sejak saat itu, warga kembali ke kehidupan mereka dan berharap kedatangan Fin sebagai kado untuk perjuangan mereka selama ini.

"Lama Tak jumpa Fin," sapaku kepadanya yang masih asyik bermain dengan anak-anak yang memang mengidolakannya.

"Ya Romero, aku merindukanmu selama perjalananku,"

"Sama Fin, mampirlah dulu ke rumahku! Aku sudah menyuruh istriku untuk membuatkanmu makanan kesukaanmu,"

"Aku ingin menemui Kiasa, aku merindukannya,"

"Sudahlah Fin, kau singgahlah dulu ke rumahku, Kiasa sedang pergi ke kota untuk membelikanmu sesuatu,"

"Dia tak pernah berubah,"

Aku dan Fin berjalan menuju rumahku yang agak jauh dari rumah Kiasa. Tatapan mata Fin tak pernah terlepas menatap rumah Kiasa yang menjulang di depan matanya. Aku paham benar apa yang dirasakan oleh Fin, karena aku pun pernah merasakan hal yang sama pula, mungkin lebih menyakitkan daripada apa yang akan dirasakan oleh Fin.

Kami berdua bercengkrama mengenai banyak hal. Mengenai masa lalu yang selalu menghadirkan kenyataan yang salah. Ya, kami semua yang ada disini, terutama para orang tua, selalu menilai kehadiran seseorang dengan persepsi yang salah. Orang yang selalu baik, terkadang kami dinilai baik, tetapi orang yang hanya biasa dan berpenampilan buruk di nilai buruk.

Fin adalah salah satunya yang pernah merasakan hal itu. Kedatangannya desa ini waktu lalu, bersamaan dengan kedatangan sesorang konglomerat yang memakai jas mahal, dan pakaian serba mahal. Dia terlihat baik dan ramah. Sementara Fin, datang dengan apa adanya dirinya.

Mereka berdua sama-sama pergi ke sebuah pub yang selalu ramai tiap malam, dimana Kiasa bekerja disana. Konglomerat selalu melirik Kiasa dan ingin menikahinya. Kiasa selalu menolak, dia sudah bersuami. Hingga akhirnya, suaminya dibunuh secara sadis. Dia menguasai seluruh wilayah dengan uang yang ia punya.

Fin adalah malaikat penyelamat yang dengan keberaniannya membunuh semua orang-orang suruhan konglomerat itu, yang sebagian besar juga warga kami. kekuatannya hanyalah satu, rasa cintanya kepada Kiasa yang tak pernah terbendung. Dia baru sekali ini merasakan jatuh cinta. walau, dia tak pernah mengerti apa itu arti jatuh cinta, namun ia mampu merasakannya dan dia pun bahagia.

Fin dan Kiasa memang selalu dekat, terlebih lagi semenjak kematian suami Kiasa. Fin seperti tahu apa yang harus dilakukan kepada seorang perempuan yang sedang kehilangan dan terluka, sehingga rasa iba yang selama ini tertanam berubah menjadi rasa cinta yang tulus yang tak ingin pergi lagi.

Kiasa pun pernah bercerita kepadaku tentang kebimbangannya untuk menjadikan Fin pelabuhannya selanjutnya. Kiasa meragukan cinta Fin yang sudah cukup terbukti. Dimana dia selalu ada disamping Kiasa saat dia sedang saat sakit. Selalu menjadi tempat berpeluk, saat dia sedang dilanda kegalauan yang teramat dalam.

Bisa dibilang, aku adalah saksi sekaligus orang yang paling berjasa bagi mereka berdua. Tak heran, mereka selalu baik kepadaku, kepada anak dan istriku. Mereka selalu membantuku dikala datang kesusahan yang tak bisa terlewati. Inilah yang disebut dengan tanaman yang baik, mungkin.

Kami menjamu Fin dengan masakan kesukaannya, sup makaroni. Dia habis cukup banyak, begitu pula dengan anakku yang juga mengidolakan Fin. Melihat seyumannya, aku semakin ragu untuk memberitahunya sesuatu tentang Kiasa. Hatiku terlalu lunak untuk melukai seorang lelaki yang sejak lahir tak pernah hidup dengan cinta, seperti yang diberikan oleh Kiasa.

Satu malam berlalu, aku sedikit lega, karena anakku mampu mengalihkan perhatian Fin. Dia tak lagi memikirkan Kiasa. Tetapi, Fin masih punya waktu cukup banyak untuk singgah di sini. Dan untuk mendengaran ceritaku yang mencoba untuk menyembunyikannya.

"Kau kenapa, Romero?" tanya Fin yang melihatku melamun,

"Ah, tidak apa Fin aku hanya sedikit pusing, ada beberapa masalah yang sedang ku hadapi dan seakan menumpuk di kepalaku,"

"Kau bisa bercerita kepadaku, mungkin aku bisa membantumu,"

Aku masih terdiam dan menatap sudut hati Fin yang terlihat begitu gembira. Mungkinkah, aku harus menghancurkan tawanya itu. Tetapi, Fin harus tahu kenyataan yang sebenarnya yang dialami oleh Kiasa. Aku jadi semakin bimbang dengan keadaan ini.

"Kau sudah tak percaya denganku lagi?"

Aku menghela nafas panjang, istriku berdiri melihatku di belakang pintu sembari memanjatkan sebuah doa. Dia tampak panik, walaupun dia tak sepanik diriku. Aku benar-benar gugup, keringatku keluar melalui pori-pori yang terbuka begitu saja.

"Kenapa Romero? Ceritalah, akan ku dengarkan dengan baik!"

Aku pun menceritakan tentang kondisi Kiasa yang semakin parah. Penyakit yang dideritanya menggerogoti seluruh jiwanya. Dia terbaring lemah di rumah yang selalu menjadi tempatnya menunggu Fin. Gagal Ginjal yang diderita Kiasa menjadi penyakit yang sangat serius

Fin terkejut dengan kabar yang baru saja aku bicarakan. Dia masih tak percaya, bila orang yang dicintainya sedang terbaring lemah menunggu kematian dirumahnya. Air mata Fin meleleh, dia tak kuasa membendung air matanya itu. dia tampak sekali terpuruk dan masih tak sanggup bila harus kehilanagan Kiasa secepat ini.

Kami pun pergi ke rumah Kiasa. Tubuhnya sangat lemah, terbaring di sebuah tempat tidur. Hati Fin hancur berkeping-keping melihat orang yang dicintainya itu lemah tak berdaya, sementara dia tak bisa melakukan apa pun untuk membantunya.

Fin mendekat kearah Kiasa, memegang tangannya, mencium keningnya. Terlihat cinta yang begitu abadi tersaji di depan mataku. Aku menangis melihat mereka yang sudah terlalu tua untuk mengucap dan merasakan cinta yang sebenaranya. Fin membelai rambut Kiasa dan kembali mengecup keningnya.

"Aku belum siap kehilangan dirimu Kiasa,"

Fin memegang erat tangan Kiasa yang sangat lemah. Kiasa menyadari betul kedatangan Finm dia meresponnya dengan isyarat hati. Aku bisa menangkapnya, kesedihan Kiasa yang teramat dalam, kesedihan Fin yang tak bisa terbendung.

Kesedihan mereka adalah kesedihan seluruh warga, pahlawan yang selama ini diagungkan, lemah tak berdaya oleh sosok perempuan yang dicintainya. Semua dokter pun dikerahkan untuk kesembuhan Kiasa yang hanya tinggal harap. Semua memanjatkan doa demi kebahagian sepasang kekasih yang menjalin cinta yang abadi.

Kedua tangan mereka saling memegang dengat erat. Panjatan doa terdengar lirih diantara raga yang sudah pasrah akan kematian. Malaikat pun bersedih melihat apa yang sedang tersaji didepan mereka. Tetapi, takdir tetaplah takdir yang harus berjalan semestinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun