Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Office Boy dan Sukses Leicester City

11 Mei 2016   17:07 Diperbarui: 11 Mei 2016   20:16 751
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Leicester City


Kemarin sore selepas Maghrib seorang office boy kantor mendekat, duduk, satu meja, kemudian bertanya, “mas sedang apa?” Saya jawab, saya sedang menyempurnakan tulisan. Tanpa tendeng aling-aling kemudian saya bertanya balik, “mas suka nonton bola Liga Inggris nggak, tahu siapa yang juara musim ini?” Dirinya coba menjawab, tapi salah. Saya maklum, kemudian saya sampaikan juaranya Leicester City.

Sama seperti dirinya, saya juga terkejut, karena tidak begitu familiar dengan nama Leicester City. Jangankan kita, Riyad Mahrez (25 Tahun) yang kini jadi pemain andalan Leicester City pun ketika dahulu ditawari kontrak untuk pindah dari Le Havre (Divisi II Liga Prancis) ke klub yang bermarkas di King Power Stadium ini juga tidak mengenal nama Leicester City, Mahrez pikir mereka adalah klub Rugby. Lantas, saya katakan kepadanya, kita bisa sukses seperti Leicester City.

No instant result. Sukses “The Foxes” bukan sukses yang instan. Bagi banyak orang, Leicester City sama sekali bukan favorit juara English Premiere League (EPL). Mereka jelas kalah pamor dengan klub-klub lain langganan papan atas EPL seperti Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, Liverpool dan Tottenham Hotspur.

Tahukah kita butuh berapa tahun mereka untuk menjadi juara EPL? Sejak berdiri tahun 1884, musim ini merupakan kali pertama mereka merasakan sebagai juara liga yang disebut-sebut sebagai liga sepakbola paling kompetitif di dunia. Itu artinya, butuh 132 tahun bagi Leicester untuk merasakan posisi puncak EPL.

Ketika seorang warga negara Thailand Vichai Srivaddhanaprabha di 2010 menginvestasikan uangnya 39 juta poundsterling untuk menjadi pemilik Leicester City, apakah ia langsung sukses dengan langkahnya? Tentu tidak. Sejak saat itu, prestasi Leicester City berturut-turut hanya peringkat 10 Divisi Championship 2010/2011, peringkat 9 Divisi Championship 2011/2012, peringkat 6 Divisi Championship 2012/2013, baru merasakan juara Divisi Championship 2013/2014 kemudian promosi ke EPL namun berada di papan bawah, peringkat ke-14.

Starting from zero. Sepanjang musim ini, baru 1 kali saya menonton di layar kaca pertandingan Leicester City. Pekan ke 37, ketika menang 3-1 vs Everton. Itupun karena siaran gratisan TV nasional, maklum ane kagak ada TV berbayar di rumah, selebihnya lihat permainan mereka di Youtube. Di antara starting IX, yang paling dominan Kasper Schmeichel (GK), Wes Morgan (CB), Kante (MF), Mahrez (WF) dan Vardy (FW).

Siapa sih diantara kita yang familiar dengan nama-nama di atas? Paling banter kita kenal nama Kasper Schmeichel saja, itupun karena nama besar sang ayah, Peter Schmeichel yang jadi legenda Manchester United. Selebihnya Vardy, Kante dan Mahrez hanyalah pemain-pemain dari klub-klub seperti Fleetwood Town, Caen dan Le Havre, nama klub yang juga baru kita dengar akhir-akhir ini.

Sebagai anak Peter Schmeichel, apakah Kasper langsung bisa bermain di klub ternama dengan posisi sebagai kiper utama? Mengawali karir junior di akademi Manchester City tidak membuat ia langsung mendapatkan peluang karir di klub yang bermarkas di Etihad Stadium. Meski ia milik “Man Blue” (2005-2009) justru ia selalu “terbuang” ke klub Darlington, Bury, Falkirk, Cardiff hingga Conventry City. Setelah itu, ia malah dilepas ke Notts Country lalu ke Leeds United sebelum ke Leicester City.

Riyad Mahrez bahkan lebih “gila” lagi perjalanan karirnya. Mahrez sudah tidak memiliki ayah ketika usianya baru menginjak 15 tahun, sebuah perjalanan karir yang sangat berat bagi seorang pemain kelahiran Sarcelles-Prancis yang kini membela timnas kelahiran leluhurnya Algeria/Aljazair.

Sang manager Claudio Ranieri juga pernah terpuruk dalam karir. Sepanjang karir belum banyak gelar yang dipersembahkan untuk banyak tim yang ditangani, terakhir bahkan ia dipecat dari Tim Nasional Yunani sebelum memutuskan bergabung untuk menukangi Leicester City. Ia bahkan sempat diolok sebagai pelatih yang kebanyakan mikir “The Thinkerman” karena sering gonta-ganti pemain di setiap pertandingannya.

Sementara itu, Vardy juga benar-benar mengawalinya dari nol. Bahkan ia dalam catatan karir sempat “terbuang” dari akademi sepakbola Sheffield Wednesday dan hanya mengawali karir sepakbolanya dari divisi amatir, Stocksbridge Park Steels F.C, klub yang berkompetisi di Northern Premier League atau divisi paling rendah di Liga Inggris.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun