Mohon tunggu...
Rizky Febriana
Rizky Febriana Mohon Tunggu... Konsultan - Analyst

Senang Mengamati BUMN/BUMD dan Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

"Habibie" Baru di Tengah Industri Pertahanan Nasional

4 Januari 2020   02:07 Diperbarui: 5 Januari 2020   07:33 1489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BPPT luncurkan Prototype PUNA MALE Elang Hitam (Foto: BPPT)

Pertama, mengintegrasikan dana riset nasional antara sumber APBN/D dengan swasta nasional, lembaga donor maupun sumber pendanaan lainnya.

Masalah pertama adalah hubungan kelembagaan yang rumit. Di bidang peneliti kita mengenal ada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dewan Riset Nasional ("DRN"), Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan juga Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Indonesia cukup telat dalam mengintegrasikan langkah gerak kelembagaan badan atau lembaga penelitian. Baru di 2019 sebagai amanat UU No 11 Tahun 2019 yang sebenarnya sudah disusun sejak 2014 tentang Sisnas Iptek akhirnya melahirkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

BRIN adalah sebuah badan yang akan mengintegrasikan riset dasar, inovasi hingga penerapan dalam skala produksi. Paling tidak adanya BRIN, hubungan kelembagaan diharapkan bisa lebih efektif dan efisien.

Problem klasik berikutnya dalam dunia riset dan pengembangan adalah pendanaan. Data Kementerian Keuangan mengatakan dana riset pada APBN tahun anggaran 2019 dialokasikan sebesar Rp35,7 triliun namun tersebar ke 45 kementerian/lembaga (K/L).

Kita belum bicara rasio Gross on Research and Development (GERD) yang belum ideal, baru 0,25% dari APBN. Tetapi mari kita lihat fakta bahwa tidak adanya pengintegrasian dalam pendanaan riset dan pengembangan. Bayangkan Indonesia memiliki 52 kementerian/Lembaga yang juga memiliki litbang sendiri? LPDP (Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan) di bawah Kementerian Keuangan pun mengelola dana untuk kebutuhan riset, Pendanaan Riset Inovatif Produktif (RISPRO).

Indonesia juga punya The Indonesian Science Fund atau Dana Ilmu Pengetahuan Indonesia. Intinya juga sama, DIPI sebagai lembaga pembiayaan riset mandiri tidak hanya mengandalkan anggaran APBN yang juga diresmikan secara simbolis pada 2016 oleh Bambang Brojonegoro yang waktu itu masih menjabat sebagai Menteri Keuangan, yang hari ini sebagai kepala BRIN.

Kenapa lembaga pembiayaan riset dan pengembangan tidak diintegrasikan? Saya pikir tidak perlu semua Lembaga/kementerian memiliki litbang dan pengelolaan dan sendiri. Perlu ada perampingan dalam bentuk kluster dan pengintegrasian oleh BRIN.

BRIN juga nanti bisa bekerjasama dengan DIPI atau apapun nama Lembaga yang ditunjuknya nanti untuk pengintegrasian "foundation" yang bisa menghimpun dana swasta nasional, hibah, maupun sumber pembiayaan lainnya untuk keperluan riset dan pengembangan termasuk dalam bidang industri pertahanan nasional.

Kalau perlu ada gerakan crowdfunding seperti dulu Pak Habibie dan Ilham Habibie dengan R-80-nya yang diinisiasi oleh Lembaga pendanaan juga dapat menjadi alternatif pembiayaan riset dan pengembangan di Indonesia, yang terpenting semua terintegrasi.

Lembaga foundation tersebut tentu dalam menggelontorkan dananya termasuk misalnya dalam bidang industry pertahanan juga tidak bisa asal mengeluarkan dana, perlu adanya proses persetujuan dengan Komite Kebijakan Industri Pertahanan Indonesia ("KKIP") agar hasil riset lebih dapat diaplikasikan dan produktif.

Kedua, segera wujudkan holdingisasi BUMN industri pertahanan strategis. Di laut, kita punya BUMN seperti PAL Indonesia yang sudah mampu melakukan rancang bangun dan memproduksi kapal-kapal perang. Belum lagi Industri Kapal Indonesia, Dok Perkapalan Koja Bahari, Dok Perkapalan Surabaya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun