Dersikan daun berdurai-durai suarakan gemericik citra penenang telinga. Membuat terlelap disela-sela cahaya matahari. Sejuk ombak, hangat sinar matahari, berayung diatas pasir putih. Dibawah pohon itu, aku sembari membaca buku berjudul Mayat dari Margulawih. Judul horor tapi membuat mata terenyuh. Kisahnya hampir sama denganku. Hanya saja beda penafsiran dan pengalaman dan beda ceritanya. Kisah Mayat kisah sedih, maka ceritaku kisah kehilangan rasa mencintai untuk orang lain dan diriku sendiri. Awal kisahku dari kehilangan dan disakiti berkali-kali dan diselingkuhi berkali-kali, tetap berdiri tegar dan sadar akan perjalanan yang diujung tombak. Salahku, ya benar salahku. Salahnya, ya benar salahnya. Artinya kami sama-sama salah. Mengawal tahun, aku mulai memperbaiki diri dari banyaknya trauma yang ada. Aku sangat takut bahkan untuk menatap mata orang sekalipun. Aku sangat takut berjabat dengan siapapun dia. Bahkan berjabat dengan diriku sendiri akupun takut. Teman sejatiku hanyalah isi pikiranku, musuhku adalah perkataan hatiku. Semua bertolak belakang. Tapi ya tidak apa-apa. Aku senang dengan semua itu. Mengawal bulan Februari, aku sudah mulai membaik dari mengawal tahun, aku sudah mulai terlihat rapi, dan tidak berantakan lagi. Mengawal Maret, aku sudah membaik. Namun, aku hancur lagi. Sosok "AYAH", pelindungku, selimut jiwaku, penenang hati gundahku, tempat curhatku, tempatku mengadu nasib, semuanya. Dia pergi menutup mata dan menghela nafas terakhirnya. Dan seketika "AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH". "AKU SUDAH DIHANCURKAN OLEH PEREMPUAN YANG AKU PERCAYAI AKAN MENJADI RUMAH BARUKU, KINI AKU DISADARKAN OLEH TAKDIR TUHAN". MENANGIS DARAH AKU................Seketika sebulan berlalu, semua datang memberi semangat tawa, dan luka tanda tanya itu muncul lagi "?".Aku bingung harus menjawabnya bagaimana. "?" Itu muncul bukan karena ucapan dari pertanyaan."Apakah kamu akan sendiri lagi?" "Apakah kamu akan terus menyendiri lagi?" "Apakah kamu akan menikah?" "Apakah kamu akan bahagia?" "Apakah kamu akan ada disana?" "Atau kamu menyusulnya ayahmu?" . Aku tidak tahu. Mataku berbinar pula, melihat sosok ibu didapur terus mengais recehan dilantai, bahkan masih ada mereka. "Aku sayang mereka, tapi aku tidak sayang dengan diriku sendiri" apakah itu pantas? Bagiku sekarang itu pantas. Mungkin, saat ini sendirian jawaban yang baik untukku. Aku perlahan kembali membuka pintu baru, tapi tidak untuk bersama. "Bahkan sendirian sampai menua itu baik juga, aku benar tak punya perasaan suka, rasa cinta itu benar-benar sudah hilang, aku mati untuk diriku sendiripun tidak apa-apa, tak ada yang menguburku, menangisiku, ataupun mengenalku, itu juga baik, aku tak mau menambah beban hati dan pikiranku, saat ini "IBU, ADIK-ADIK" adalah rumahku, aku sayang dengan kalian, asal kalian bahagia, selalu tersenyum tidak apa-apa, itu sudah cukup," . Terima kasih dan sampai jumpa lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI