Mohon tunggu...
Pendidikan

Bollard Malioboro di Antara Sistem Nilai, Manusia, dan Benda Desain

3 Desember 2018   23:25 Diperbarui: 3 Desember 2018   23:37 1018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila tidak ditangani oleh Pemerintah, sektor informal yang menjamur di Malioboro akan semrawut dan mengganggu kenyamanan pengunjung Malioboro. Berbagai kasus dapat terjadi apabila penataan tidak dilakukan dengan baik, seperti parkir liar, penyerobotan jalan, pedagang kaki lima yang memenuhi jalan dan akan mengganggu lalu lintas di sepanjang jalan Malioboro. Untuk itulah mulai tahun 2015, Pemerintah mulai merenovasi kawasan Malioboro. Renovasi ini meliputi pengecoran traso, pemasangan street furniture, pemasangan tiga keran air siap minum, penambahan tempat sampah, penambahan kursi sandaran, pemasangan bollard, vegetasi pohon asam jawa dan gayam. (dikutip dari wargajogja.net edisi minggu 2 Desember 2018).

Pemasangan bollard dilakukan untuk kenyamanan dan keamanan pejalan kaki. Dengan adanya bollard, becak dan kendaraan dihalangi untuk masuk ke wilayah pedestrian. Pemerintah juga sudah menyediakan lahan sendiri bagi becak dan andong, sehingga kondisi Malioboro sudah lebih tertata. Terdapat pro dan kontra  yang terjadi setelah pemasangan bollard di sepanjang kawasan pedestrian jalan  malioboro, seperti tidak bisanya  kendaraan masuk di area pedestrian, tidak adanya parkir liar yang mengganggu kenyamanan pejalan kaki, terdapat banyak tempat duduk, ramah bagi penyandang disabilitas  dan menambah keindahan estetik disepanjang jalan. Sedangkan kontra dari pemasangan bollard adalah untuk pengguna kursi roda, jalan  untuk naik ke area pedestrian agak menanjak, kurang landai dan diperlukan sedikit besar tenaga untuk naik. Tetapi  jalan naik di trotoar sudah sesuai dengan  standar PU, yaitu maksimal 15 -- 19 cm.  kerapatan  pada satu bollard dan bollard lain juga dikeluhkan oleh penyandang disabilitas, yaitu sangat mepet jika ada pengguna kursi roda yang masuk diantara bollard, tetapi menurut dinas PU standar jarak antara bollard adalah 90 cm, jadi yang ada di malioboro ini sudah pas adanya, jika dilebarkan dikawatirkan becak, motor dan para pengguna lalulintas yang nakal akan tetap masuk trotoar sehingga mengganggu pejalan  kaki .

Dari segi estetik, bollard yang ada di jalan malioboro berkomposisi sederhana, murni dan bersih tanpa adanya banyak orrnamen jadi tidak terlalu ruwet. Bollard juga ditata berjajar di sepanjang pinggiran jalan sehingga membentuk irama repetisi bentuk yang merupakan salah satu unsur dalam nirmana. Dengan adanya irama repetisi ini, bollard memberikan estetika di kawasan Malioboro. Tidak ada aturan  khusus yang membatasi aturan bentuk bollard bagi pemerintah  kota, di bandung di jalan konfrensi asia afrika  terdapat bollard yang bertuliskan nama nama negara yang ikut dalam konfrensi asia afrika di bandung. Sedangkan di Jogja sudah terlihat sesuai dengan  visual branding kota yogyakarta, terdapat beberapa pattern yang ada di sekitar bolard yaitu patern pohon beringin, becak dll, sedangkan untuk bollard sendiri yang berbentuk bulat, hampir sama juga dengan bagian atas yang terdapat di tugu golong gilig lama yang  berbentuk bola dan tabung.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa kami ambil yaitu, langkah pemerintah dalam memasang bollard disepanjang kawasan malioboro dalam rangka menertibkan sektor informal agar tidak menggangu kenyamanan pejalan kaki sudah tepat melihat karena malioboro adalah salah satu destinasi wisata belanja di Yogyakarta. Di lain sisi Pemerintah juga sudah menyediakan  tempat bagi becak dan andong sehingga lebih tertata.

Sebenarnya masalah utama adalah desain yang sederhana dan beberapa penyimpangan perilaku masyarakat yang ada di sekitar pedestrian, sehingga perlu adanya kerjasama antara pihak desainer, pemerintah dan masyarakat dalam membangun pedestrian yang nyaman bagi penyandang difabel dan  pejalan kaki.

Masalah tentang penataan suatu kota, pasti menuai pro dan kontra, akan tetapi hal tesebut wajar, karena itu termasuk dialektika antara masyarakat dan pemerintah dalam membangun suatu kota yang diharapkan.

SARAN

Dari analisis dan pembahasan tentang "Bollard" yang terpasang di kawasan pedestrian Malioboro, penulis memberikan beberapa saran terkain "Bollard tersebut", diantaranya

  • Alangkah baiknya projek pemasangan Bollard dibuat semakin ramah lingkungan untuk para difabel.
  • Sebaiknya sebelum pemasangan Bollard, Pemerintah memberikan sosialisasi ke masyarakat tentang penggunaan Bollard di Malioboro

DAFTAR PUSTAKA

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun