Mohon tunggu...
Rizka Edmanda
Rizka Edmanda Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance Writer - Mom Blogger - Soon To Be Notary

www.rizkaedmanda.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karena Ibu

5 Desember 2020   12:10 Diperbarui: 5 Desember 2020   12:16 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aku dan wanita hebat bernama ibu (Dokumen Pribadi)

Namaku Rizka. Aku lahir dari rahim seorang wanita-mantan pengidap tumor rahim yang pernah divonis tak akan bisa memiliki keturunan. Semangat wanita itu dalam berikhtiar untuk mendapatkanku membuat aku tau bahwa aku dicintai jauh sebelum aku dilahirkan. Cinta yang begitu besar darinya untukku serta didikan dan pola asuh yang ia terapkan padaku, membuat aku tumbuh menjadi pribadi yang kuat. Pribadi yang sanggup membuatku mengubah perasaan rendah diri dan sakit hati menjadi motivasi untuk terus berprestasi. Wanita itu aku panggil…Ibu.

Melawan Vonis Dokter, dengan Vonis Tuhan

Mungkin tak banyak yang tau, ibu melewati masa remaja dengan penyakit demi penyakit yang tak ada habisnya. Menginap di rumah sakit lebih dari sebulan, bukanlah hal yang mengherankan baginya. Tapi dari semua penyakit yang pernah ia derita, ada satu yang paling membuatnya sakit. Yaitu ketika seorang dokter memvonis tumor rahim yang ia derita akan membuatnya tak bisa mendapatkan keturunan. Sebagai seorang wanita, kabar seperti ini tentulah bikin panas telinga. Bagai mimpi buruk di siang hari, ibu sempat hampir frustasi.

Bagaimanapun juga ibu hanyalah wanita biasa. Sama seperti kebanyakan wanita lainnya, ia tentu sangat ingin memiliki keturunan. Namun vonis dokter tadi tak ayal membuatnya hampir kehilangan harapan. Tapi sebagai seorang hamba, ibu tau bahwa ia memiliki Tuhan Yang Maha Segala. Ia tak menyerah. Ia lakukan segala upaya.  Ia rapal doa-doa, mengharap kemurahan hati kepada satu-satunya Zat Yang Maha Memiliki seluruh tubuh dan takdir ini. “Ya Allah dengan mukjizatmu, berikanlah padaku keturunan. Lahirkanlah seorang anak dari rahimku bahkan bila dunia tak percaya aku dapat melakukannya.” Begitulah harap ratap ibu, dalam setiap sujud tengah malamnya.

Hingga akhirnya penantian ibu selama bertahun-tahun membuahkan hasilnya. Pada suatu kamis pagi, dua puluh tujuh tahun silam, kelahiranku-anak perempuan yang ia beri nama Rizka Afriandita Edmanda sukses mematahkan vonis dari sang dokter itu. Ibu membuktikan pada dunia, bahwa tak ada hasil yang mengkhianati usaha. Ibu membuktikan pada dunia, Allah Maha Sempurna dengan segala kuasa-Nya.

Terlahir Berbeda

Aku mengalami polidaktili sejak lahir yaitu kondisi fisik dengan jari yang lebih banyak daripada normalnya.(Dokumen Pribadi)
Aku mengalami polidaktili sejak lahir yaitu kondisi fisik dengan jari yang lebih banyak daripada normalnya.(Dokumen Pribadi)

Namun ternyata ujian bagi ibu belum juga putus. Aku-anak perempuan yang ia dambakan ternyata lahir dalam kondisi fisik yang tampak berbeda dengan anak-anak lainnya. Dokter kandungan yang membantunya saat persalinan mengatakan aku mengidap polidaktili. Kelainan fisik yang diderita oleh 1 diantara 1000 kelahiran. Jika pada normalnya manusia memiliki lima jari maka, aku memiliki lebih. Hampir tak diketahui secara pasti apa penyebab kelainan ini. Ada yang mengatakan disebabkan karena kelainan kromosom, ada pula yang mengatakan faktor seleksi alam. Pasca kelahiranku, bukannya mendapat ucapan selamat ibu justru sempat dihujat tetangga dan kerabat. Tapi ibu tetap bersabar. Bagi ibu, apapun kondisi fisik yang aku alami akan ia terima dengan lapang dada. Sebab baginya, aku adalah anugerah Tuhan yang terbaik.

Kendati terlahir berbeda, ibu tetap membesarkan aku dengan penuh cinta (Dokumen Pribadi)
Kendati terlahir berbeda, ibu tetap membesarkan aku dengan penuh cinta (Dokumen Pribadi)

Kendati terlahir berbeda ibu tetap membesarkan aku dengan penuh cinta. Pengasuhan terbaik ia berikan, sebagai rasa syukur bahwa Tuhan telah memberinya kesempatan untuk mendapatkan keturunan. Tahun-tahun awal kehidupanku ibu lalui dengan penuh kebahagiaan. Selain doa, sejak kecil ibu juga sering memberiku motivasi untuk tetap percaya diri dan kuat mendengar apapun ucapan orang. Barangkali ibu sudah bisa meramalkan bahwa ketika aku mulai sekolah nanti akan ada ujian mental dari luar sana yang bisa jadi menganggu perkembangan psikis dan mentalku dikarenakan faktor fisik dan kelainanku. Ternyata benar saja, karena semua kebahagiaan masa kecilku seketika berubah ketika aku mulai memasuki bangku sekolah.

Nasihat Ibu, Sumber Kekuatanku

Barangkali, karena kita tinggal di dunia yang seringkali menganggap kelainan fisik adalah hal yang aneh dan pantas dicemoohkan, maka tak ayal di sekolah aku menjadi bulan-bulanan. Aku dirundung, diejek, diperolok-olokkan. Teman sekolah memanggilku "alien". Dari ratusan murid di sekolah, hanya secuil yang mau mengajakku berteman. Aku pun kerap pulang kerumah dengan tangisan. Hingga pada puncaknya, aku sempat depresi dan tak mau kembali ke sekolah lagi. Aku yang kala itu masih polos dan lugu merasa ditolak oleh dunia. Aku sempat mengutuk semua orang, mengutuk nasib bahkan mengutuk diriku sendiri. Aku sempat merasa kelainan pada diriku adalah bentuk ketidakadilan semesta. Aku bahkan sempat menyesali kenapa ibu melahirkan aku ke dunia.

Menghadapiku yang kala itu sedang berada di titik terendah tak membuat ibu putus asa. Seperti biasa, ibu terus menerus menjadi penyemangat paling setia. Kesabaran, doa, motivasi dan penguatan terus menerus ibu berikan. Selalu ibu katakan aku terlahir berbeda adalah sebab aku istimewa. Bahkan ibu pernah bercanda, "Bayangkan saja nak, Tuhan memberikan semua orang lima jari, tapi karena Tuhan terlalu sayang padamu maka Tuhan berikan kamu enam." Demikian ia katakan dan setiap mendengar itu aku selalu kembali tertawa.

Dari semua nasihat dan motivasi yang pernah ibu berikan, ada satu yang paling aku genggam sampai sekarang. Ibu bilang, "Nak, ketahuilah kamu berbeda karena kamu istimewa. Tidak semua orang diberikan keistimewaan itu karena Allah hanya memilih hamba-hambanya yang kuat saja untuk menerima keistimewaan ini. Cemoohan orang hanyalah ujian, sebab Allah ingin melihat setangguh apa dirimu. Marah itu manusawi tapi jangan terlalu lama merawat marah dan sakit hati sebab itu merugikan diri sendiri. Balaslah orang yang menyakitimu dengan kebaikan dan prestasi. Tunjukkan pada dunia bahwa kamu tak seburuk yang mereka kira. Jika kamu sanggup lakukan ini, maka lihat saja kelak mereka yang mengolok pasti akan berbalik memuji."

Nasihat ibu inilah yang akhirnya seketika mengubah keadaan. Ibu dengan energi positifnya yang luar biasa kini membuatku sanggup mengubah cemoohan orang menjadi sumber kekuatan. Nasihat itulah yang selalu aku ingat kembali bila sewaktu-waktu aku jatuh atau dijatuhkan.

Tumbuh Berkarakter, Tumbuh Berprestasi karena Ibu

Hingga pada akhirnya, semua nasihat yang pernah ibu ucapkan menjadi kenyataan. Saat aku tumbuh dewasa, prestasi yang ku ukir jauh melampaui apa yang pernah orang-orang cemoohkan. Aku beberapa kali menjadi juara di kelas, bahkan menjadi mahasiswa berprestasi di tingkat fakultas. Aku mewakili Universitas dalam suatu program presentasi penelitian tentang pendidikan anti korupsi di salah satu Universitas terkemuka di Jepang. Aku menjadi duta lingkungan bagi kota kelahiranku pada tahun 2009. Aku menjadi duta pariwisata bagi provinsiku pada tahun 2011. Aku menjadi inventor sebuah karya aplikasi gim untuk pendidikan taat hukum bagi anak usia dini. Aku terus mengukir prestasi demi prestasi.

Aku mewakili Universitas untuk mempresentasikan penelitianku di Jepang (Dokumen Pribadi)
Aku mewakili Universitas untuk mempresentasikan penelitianku di Jepang (Dokumen Pribadi)

Aku bersama tim ekspedisi penelitian ilmiah UNTAN (Dokumen Pribadi)
Aku bersama tim ekspedisi penelitian ilmiah UNTAN (Dokumen Pribadi)

Aku menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres) Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Dokumen Pribadi)
Aku menjadi mahasiswa berprestasi (mawapres) Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura (Dokumen Pribadi)

Rizka kecil yang dulu mereka panggil alien kini tumbuh menjadi Rizka yang lebih dikenal orang sebagai seorang model. Aku merebut mahkota pemenang favorit pada salah satu kontes kecantikan bergengsi di tanah air. Jika kuingat-ingat kembali masa kecilku dulu tak pernah terbayangkan bahwa aku akan punya rasa percaya diri sebesar ini. Jangankan mengikuti kontes kecantikan, maju ke depan kelas saja dulu aku ketakutan. Jangankan menjadi pemenang favorit, punya satu orang teman baik pun rasanya dulu sudah luar biasa bagiku.

Aku yang dulu mereka sebut alien, kini menjadi Puteri Indonesia. Semua karena ibu. (Dokumen Pribadi)
Aku yang dulu mereka sebut alien, kini menjadi Puteri Indonesia. Semua karena ibu. (Dokumen Pribadi)

Kini aku tak lagi menaruh dendam pada mereka yang mengolok-olokku dahulu. Justru berterima kasih karena cemoohan mereka telah menjadi motivasi. Motivasi untuk menjadi lebih baik. Motivasi untuk terus berprestasi. Pernah dalam suatu acara reuni dengan teman-teman semasa sekolah aku berjumpa dengan mereka yang dulu sering mengolok-olokku. “Wah, Rizka sekarang hebat ya. Kami tidak menyangka Rizka jadi Puteri Indonesia" kata orang-orang itu.

Aku tak menjawab, aku hanya tersenyum sambil berucap syukur. Semoga pujian itu tak membuatku besar kepala. Sebab aku sadar bukanlah aku yang hebat, melainkan ibu. Ibulah yang pertama kali mengajariku untuk berdamai dengan rasa minder dan sakit hati. Ibulah yang mengajariku untuk membalas perundungan dengan kebaikan dan prestasi. Ah, apa-apa yang kuraih selama ini pun bukanlah karena kehebatanku tapi karena rahmat Allah dan karena ibu.

Nasihat dan pola didikan yang ibu terapkan padaku adalah warisan terbaik darinya. Bagiku, ibu adalah perempuan paling berjasa. Bagiku Ibu adalah sekolah pertama. Pendidik ulung yang mengajariku banyak hal-bahkan yang tak pernah aku pelajari di bangku sekolah. Ibu menempaku untuk menjadi manusia yang kuat. Ibu membentuk karakterku dengan sedemikian rupa agar aku mampu menghadapi kerasnya dunia dengan sebaik-baiknya.

Menularkan Didikan Ibu, Pada Anakku

Sebagai seorang ibu aku pun berusaha membangun karakter positif pada anakku sejak ia berusia dini.  (Dokumen Pribadi)
Sebagai seorang ibu aku pun berusaha membangun karakter positif pada anakku sejak ia berusia dini.  (Dokumen Pribadi)

Kini, aku pun telah menjadi seorang ibu. Warisan pendidikan yang dulu ibu berikan masih aku gigit sebagai prinsip dalam menjalani kehidupan. Kepada putri semata wayangku, aku pun melakukan hal yang sama. Sejak kecil aku tanamkan padanya cinta kasih, aku tanamkan padanya kepercayaan diri. Sebab aku percaya, aku tak akan mungkin mampu mengukir prestasi jika ibu tak membentuk karakter dan kepercayaan diri padaku sejak dulu waktu aku berusia dini. Pendidikan karakter yang kuat dari ibu adalah tonggak prestasiku.

Ibarat sebuah pohon, pendidikan karakter dari seorang ibu adalah akarnya. Jika akarnya kuat menghunjam, maka pohon itu akan kokoh. Tak peduli sehebat apapun badai mengguncang, ia tidak akan mudah tumbang. Pendidikan karakter dari sekolah-bernama ibu akan menjadi ilmu yang selamanya melekat dalam kepribadian seorang anak. Ilmu yang tak akan lekang, hingga akhir zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun