Mohon tunggu...
Rizal Falih
Rizal Falih Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Ingin belajar membaca dan menulis\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Yang Tersisa dari Ultah ke-2 Kompasiana

2 Desember 2010   13:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:05 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demi mengejar berita aktual, tajam dan terpercaya,  tentang puncak acara Kompasiana 2nd Anniversary, saya dan Dwi Astini repotter (tukang bikin repot) Rangkat TV ditugaskan khusus Pak Kades dan Mommy untuk meliput acara tersebut.

Pagi itu (27/11/2010) langit Jakarta mendung, matahari terlihat tertutup  awan, saya yang baru tiba dari Desa Rangkat tempatku mencari sesuap nasi, pada hari Jum'at malam atau sabtu dini hari, bersiap-bersiap untuk pergi menghadiri dan meliput acara dimaksud.

Dengan berbekal pengumuman yang tercantum di pos ronda desa rangkat, saya mencoba menghafalkan dan mencermati muka-muka warga Rangkat yang akan hadir disana.

Untuk warga yang berjenis kelamin pria tidak sulit buat saya mengenalinya, tapi untuk warga wanitanya saya masih ragu-ragu apa iya pergi ke acara yang notabane di adakan di sebuah kafe di kota ini, mereka tetap berpakaian ala desa, memakai kain dan kebaya juga sanggul dikepala.

Bahkan dengan my repotter  Dwi astini pun saya masih harus berkali-kali memandangi photonya, gadis yang cantiq, tapi di Rangkat tetap kelihatan ndesonya. Saya sempet chat dengannya memberi isyarat,

"Nanti saya pake baju hitam-hitam, bukan karena sedang berduka, bukan juga mau ke kuburan, tapi biar mudah dikenali selain  memang baju satu-satunya yang saya punya".

Lalu dijawabnya singkat,

"Pake hitam siapa takut, kalau takut mending gak usah ikut.." tanpa memberikan penjelasan doi akan memakai baju apa.  Bah terpaksa dah memandangi photonya lagi.

Pukul 09.30 sampai juga  di Gedung Sarinah, karena belum pernah ke Kafe MU sebelumnya saya pun bertanya kepada petugas keamanan, maklum orang desa jangankan pergi ke kafe, ke tempat pijat Mba Sabrina aja saya malu, padahal kalau kesana sudah dijanjikan pelayanan ekstra tapi tetap saja saya malu tapi mau, karena takut dengan kekasih pujaan hatinya Mas Hans dan pentungannya.

Sampai di depan Kafe saya celingak celinguk, sekali lagi maklum, orang desa yang jarang pergi ke kota, mencari-cari warga Rangkat yang akan hadir disana, pandangan saya tertuju pada lelaki tampan, besar tinggi yang berdiri cool di dekat pos jaga,  saya dekati lalu saya sapa, sambil mengulurkan tangan,

"Mas Hikmat Nugraha ya dari Desa Rangat?" aku mencoba menerka-nerka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun