Mohon tunggu...
Riza Hariati
Riza Hariati Mohon Tunggu... Konsultan - Information addict

SAYA GOLPUT!!!! Tulisan yang saya upload akan selalu saya edit ulang atau hapus tergantung mood. Jadi like dan comment at your own risk. You've been warned!

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bayi Bilingual dan Manfaatnya untuk Masa Depan

18 Juni 2019   08:05 Diperbarui: 21 Juni 2019   00:00 1377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ibu dan anak. (pixabay)

Baru saja saya menonton video Sacha Stevenson mengenai bayinya, Zoe, saat dia berusia sekitar satu tahunan. Dia menceritakan perjuangannya agar bayinya lancar berbahasa Inggris.

Sacha adalah seorang Youtuber asal Canada yang sekarang menikah dengan Angga yang asli Indonesia, dan sekarang tinggal di Bali.

Dalam video setahun lalu, dia mengatakan bahwa dalam rangka "berjuang" melawan lingkungan di mana semua orang berbahasa Indonesia, maka di rumahnya, Zoe hanya diizinkan menonton acara tv hanya dalam bahasa Inggris juga hanya disediakan buku-buku dalam bahasa Inggris. Dan lompat ke videonya sekarang, saya melihat Zoe memang sangat lancar berbahasa Inggris, tanpa aksen Indonesia sama sekali.

Berbeda dengan orang dewasa, bayi memang mempunyai kemampuan menyerap dua bahasa sekaligus, dan menguasai keduanya sebagai bahasa yang terpisah sama sekali dengan tata bahasa dan aksen yang sama sempurnanya dengan mereka yang hanya mempelajari salah satu bahasa sejak lahir. Tentu dengan syarat kedua pihak yang membesarkan bayi itu menguasai bahasa mereka dengan sempurna.

Di lain pihak, saya melihat banyak ibu-ibu dengan bahasa Inggris berantakan, memaksakan berbahasa Inggris di rumah dengan anak-anaknya dan mengirimkan mereka kesekolah berbahasa Inggris. 

Umumnya, sejauh yang saya perhatikan, saat anaknya lancar berbahasa Inggris (karena di sekolah selalu berbahasa Inggris) sedang Ibunya masih belum bisa mengejar ketinggalannya dalam berbahasa Inggris, lalu timbul adalah sikap agak meremehkan bahasa dan budaya asli sang Ibu.

Tapi bukan itu yang saya tertarik untuk bahas, saya merasa lebih tertarik kepada kemampuan berbicara dalam dua bahasa alias bilingual yang dikuasai mereka sejak bayi sampai dewasa. Apakah lebih baik jika seseorang belajar dua bahasa sejak bayi? Ada 3 tipe orang bilingual :

1. Compound bilingual

Mereka yang dibesarkan dalam lingkungan dengan dua bahasa, dan tetap menggunakannya sampai dewasa biasanya menjadi compound bilingual. Di mana semua hal di lingkungannya dipahami dalam dua bahasa sekaligus. Di dalam kepala mereka saat melihat meja, misalnya otomatis berpikir : 'Table/desk' dan 'Meja' secara simultan

Mereka akan menyerap bahasa persis seperti mereka yang membesarkannya. Jika dibesarkan dalam lingkungan bahasa Indonesia dengan campuran bahasa jawa plus bahasa Inggris dengan logat british, maka mereka akan berbahasa persis seperti itu lengkap dengan semua tata bahasanya.

2. Coordinate bilingual

Kebanyakan kita yang lancar berbahasa Inggris adalah coordinate bilingual, di mana kita mempelajari bahasa Inggris secara khusus di sekolah lalu menggunakannya sehari-hari di tempat kerja sedangkan dirumah kita tetap menggunakan bahasa Indonesia.

Ini juga berlaku pada mereka yang di rumah dibesarkan menggunakan bahasa daerah, jawa atau sunda, sedangkan di luar rumah mereka menggunakan bahasa Indonesia. Mereka bisa lancar menggunakannya, bahkan tanpa aksen, tetapi melalui konsep pemahaman yang berbeda. Ini karena konteks penggunaan bahasa yang berbeda. Saat melihat meja, tergantung pada sikon, mereka akan berpikir : 'Meja' atau 'Table'. Tapi tidak dalam waktu yang bersamaan.

3. Sub Coordinate bilingual

Jika kita harus menerjemahkan dahulu bahasa asing kedalam bahasa Indonesia di dalam kepala kita sebelum bisa memahami maksud dari pembicaranya, maka kita masih merupakan Sub Coordinate bilingual. 

Tipe ini kebanyakan yang baru belajar bahasa Asing, dan mereka yang menguasai bahasa asing tapi jarang menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Semua konsep bahasa asing dipahami melalui sudut pandang bahasa Ibu mereka. Jadi saat melihat meja, di manapun mereka berada, mereka hanya berpikir dalam bahasa Indonesia saja: 'Meja'. Tapi mereka hafal bahwa 'Meja' artinya 'Table'

Untuk coordinate bilingual diperlukan usaha yang tersendiri agar bisa menjadi seorang Compound Bilingual. Mereka yang tidak berbakat biasanya tetap akan memiliki aksen meskipun lancar menguasai bahasa keduanya. Sebagaimana Sacha, yang masih punya logat bule, meskipun sangat lancar berbahasa Indonesia.

Keuntungan dibesarkan dalam dua bahasa

Dr. Naja Ferjan Ramirez seorang peneliti di bidang Neurosurgeon dalam video Ted X nya mengatakan bahwa, otak dari bayi yang dibesarkan dalam dua bahasa memiliki aktivitas yang lebih banyak dan lebih kuat di bagian Pre Frontal Cortex-nya. Pre Frontal cortex adalah bagian otak yang berfungsi sebagai switch yang akan mengalihkan satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Juga berfungsi untuk menentukan kemampuan kognitif, memecahkan masalah, berkonsentrasi, berempati dan sebagainya. 

Jadi dengan kuatnya aktivitas di prefrontal cortex, kemungkinan besar mereka yang dibesarkan dalam dua bahasa mempunyai kelebihan di area tersebut. Mereka ditengarai akan jadi lebih rasional, lebih mudah berempati, dan sebagainya.

Bayi Bilingual lebih lambat bicara?

Banyak orang tua di keluarga dua bahasa merasa khawatir perkembangan bahasa bayinya akan jadi lebih lambat jika diajarkan berbicara dalam dua bahasa. Ini kemungkinan besar didasarkan atas pemahaman diri mereka sendiri saat belajar bahasa asing. Dua bahasa berarti lebih banyak kata yang harus dihafal oleh si bayi.

Tapi otak bayi yang jauh lebih fleksibel dibanding otak orang dewasa tidak menghafal kata dengan cara yang sama. Mereka akan menganggap kata-kata dalam dua bahasa yang berbeda sebagai tambahan kata yang berbeda untuk benda yang mirip.

Kita tahu secara alami bahwa 'benar' dan 'betul' adalah dua kata yang artinya serupa. Tidak perlu diajari, tidak perlu diterjemahkan. Bayi dengan dua bahasa akan berpikir bahwa selain 'benar' dan 'betul' maka ada kata tambahan yaitu 'right', 'true' dan 'correct'.

Jadi kecepatannya penguasaan bahasa dan saat berbicara tidak akan terpengaruh, karena otak bayi yang fleksibel akan menampung semua kata tersebut. Jika ada bayi di keluarga bilingual yang lambat berbicara, itu bukan karena bahasanya, melainkan karena bayinya sendiri yang memang lambat berbicara. Bahkan jika hanya diajarkan satu bahasa, dia tetap akan lambat berbicara.

Tata Bahasa Bayi Bilingual akan campur aduk

Karena luasnya kosa kata dan tata bahasa seorang bayi bilingual, saat dia besar kemungkinan besar dia akan mencampuradukkan kata-kata dalam dua bahasa yang berbeda dalam satu kalimat. Ini disebut code mixing. 

Dia akan berkata, 'Please Bu, jangan taruh kue itu di fridge, aku nggak mau kuenya too cold!'

Ini kadang menimbulkan persepsi negatif dari pendengarnya, jika mereka tidak memahami salah satu dari dua bahasa tersebut. Mungkin akan dianggap sok kebarat-baratan. Tetapi berbeda dengan Coordinate Bilingual, bayi bilingual yang Compound Bilingual akan bisa menyesuaikan grammarnya dengan sempurna dengan situasi dia berada. 

Dia akan bisa mengalihkan secara otomatis semua tata bahasa yang diperlukan sesuai dengan sikon dimana dia berada. Saat berada di lingkungan yang dianggapnya diperlukan bahasa Indonesia yang sempurna, maka hampir semua kata dalam bahasa Inggris akan dia switch off. Sebaliknya di lingkungan dimana dia rasa akan menerima kosa kata yang campur aduk, seperti di rumah, maka semua kosakata akan di switch on.

Tentu saja sekali-kali akan ada terpeleset. Tapi kita pun sering mencampur bahasa asing kedalam pembicaraan kita, kan?

Bayi Bilingual bisa kehilangan bahasa yang dikuasainya

Saat saya berusia sekitar satu tahun, orang tua saya memboyong saya dan adik perempuan saya yang masih bayi ke Hamburg, Jerman, saat mereka melanjutkan sekolah. Di saat itu, orang tua saya menggunakan bahasa Indonesia di rumah, sedangkan lingkungan saya, seperti pre-school, tentu semua berbahasa Jerman.

Berdasarkan cerita kerabat saya yang lebih tua, sekembalinya keluarga saya ke Indonesia, di saat saya berusia 3-4 tahun, saya sangat lancar berbahasa Jerman. Akan tetapi hanya butuh waktu beberapa bulan saja saya sudah melupakan semua bahasa Jerman. Dan sekarang saya mendengar orang Jerman berbicara seperti mendengar orang kumur-kumur. hehehe..

Jadi dibutuhkan paparan yang konstan sampai mencapai umur sekitar selesai SD, barulah bahasa bisa cukup bertahan. Itupun jika tidak digunakan sama sekali, penguasaan bahasa tetap akan mengalami kemunduran.

Jadi, apakah kita harus melatih bayi kita dalam dua bahasa agar bisa bersaing di dunia global? Dunia di mana bahasa Inggris menjadi sangat penting dalam karir dan hubungan sosial? Bagaimana dengan mereka yang berasal dari keluarga dengan satu bahasa saja?

Jawabnya : terserah orang tuanya. Yang jelas, jika bahasa Inggrisnya tidak terpakai, akhirnya akan luntur juga.

Saya sendiri sejak kecil hanya berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan keluarga saya dan tidak terpapar dalam bahasa Inggris. Paparan dalam bahasa Inggris baru saya dapatkan kemudian melalui Sekolah, TV, internet, musik dan sebagainya. 

Saya sendiri tidak merasa sangat berbakat, tapi dengan paparan cukup, meskipun saya baru mendapatkannya di usia remaja, ternyata bahasa Inggris saya lancar-lancar saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun