Mohon tunggu...
Riyandi Joshua
Riyandi Joshua Mohon Tunggu... Auditor - a monochromepreneur

Seorang auditor merangkap naratulis paruh waktu pada pelbagai media penulisan. Mengabadikan objek dalam goresan pensil, memutar sendi rubik, dan memetik beberapa lagu merupakan kegiatan sampingannya. Mulai menyukai dunia fotografi dengan konsep monokrom dan ingin dikenal sebagai "Monochromepreneur". Menaruh karya komersil di etalase toko buku merupakan impian sampingan yang tengah diusahakannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sore Itu, Mereka Berbicara

11 Agustus 2020   11:44 Diperbarui: 11 Agustus 2020   12:12 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taman Suropati Kala Itu (Dokpri)

"Tenang saja, aku akan tetap merawatmu, Luka."

Lamunanku buyar tatkala bahuku ditepuk oleh seseorang dari belakang. Setelah menoleh, aku mengenali orang tersebut sebagai Panji, seorang kawan yang juga violinis Taman Suropati Chamber yang dulu dikenalkan oleh Nir.

"Kok melamun sendirian disini? ayo gabung sama yang lain!" ajak Panji sembari menarik tanganku. Sempat menolak, namun akhirnya aku pun bergabung. Banyak obrolan dan senda gurau yang lahir sore itu hingga langit membias jingga keunguan. Setelah berpamitan, aku bergegas pulang, menyusuri setapak yang diterangi lampu-lampu jalan.

"Aku rindu kau, Nirmala."

___***___

Dua tahun silam

Pemakaman Nirmala dan ayahnya dipenuhi oleh karangan bunga dan orang berpakaian hitam-hitam. Tangis Ibunya pecah sejadi-jadinya. Pihak keluarga berusaha menenangkan beliau, namun sepertinya tidak berpengaruh banyak. Aku, yang turut berada dalam keramaian masih tidak percaya apa yang kulihat tiga hari lalu. "Pesawat Indonesia tujuan Inggris dengan kode penerbangan Boeing 767-100 mengalami kecelakaan", judul berita tersebut sangat memukulku. Segera aku mencari daftar nama korban kecelakaan seraya berharap tidak menemukan nama Nirmala Swastamita. Telunjukku berhenti pada baris ke-98. Duniaku berhenti berputar.

___***___

Dua tahun tiga bulan silam

"Aku dapat donor!" ujar Nirmala diseberang sambungan telepon.

"Benarkah? Akhirnya ketemu juga, aku turut senang, Nir."

Sudah lama Nirmala menantikan kabar tersebut, begitu pula aku. Melihatnya terkungkung dalam keterbatasan sangatlah menyayat perasaanku. Hal yang dapat ia lakukan setelah kejadian itu hanyalah duduk di bangku taman sembari mendengarkan gesekan senar biola. Syukurlah, dalam tiga bulan ke depan, ia akan dapat melantunkan nada-nada indah lagi dari biolanya. 

Ayah dan ibunya bekerja sangat keras untuk dapat mengembalikan lagi mimpi putri tunggalnya menjadi seorang violinis akustik nomor satu se-Indonesia. Aku percaya ia mampu, apalagi dengan paras indah dan kemampuannya yang di atas rata-rata menurutku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun